Wafa Dan Hijabnya
Burung-burung berkicau dengan merdunya seakan mengundang telinga siapa saja untuk setia mendengarkannya. Seakan mendukung, cuaca diluar pun rasanya begitu sejuk untuk melanjutkan tidur pagi yang sempat tertunda karena melaksanakan kewajiban sebagai seorang muslim yakni melaksanakan salat subuh. Namun, tiba-tiba saja suara keras alarm merusak momen indah pagi hari ini.
Kringgg....
Suara alarm seakan memaksa Wafa untuk berpisah dari mimpi indahnya untuk menghadapi sebuah kenyataan yang sesungguhnya. Kenyataan bahwa dia harus bangun pagi dari biasanya.
Gadis yang memiliki bulu mata lentik dengan bola mata hitam pekat itu rasanya enggan untuk bangkit dari tidur panjangnya. Wafa kemudian mengambil posisi duduk sambil mengucek mata. Sejenak dia berusaha untuk mengembalikan kesadarannya secara penuh.
Tok...tok...tok....
"Kak Wafa, bangun. Ini udah jam setengah 7 kak, nanti aku telat ke sekolahnya." Teriak seorang gadis di balik pintu yang tak lain adalah adik dari Wafa yaitu Meila.
"Berisik!" balas Wafa dengan nada suara yang tidak kalah tingginya.
"Ibu, kak Wafa belum mau bangun," adu Meila pada ibunya yang kini sedang sibuk di dapur untuk menyiapkan sarapan untuk mereka.
"Duh, Meila kenapa harus gangguin pagi -pagi gini sih." oceh Wafa yang mendengar adiknya sudah mulai memanggil sang ibu. Kalau sudah begini mana bisa ia tidak menggunakan jurus kilatnya untuk bangun dari kasur empuknya.
Sedangkan ibu Yana yang tengah sibuk membuat nasi goreng di dapur seketika membuang napasnya dengan kasar ketika mendengar suara Meila yang berteriak mengadu padanya. Setelah selesai dengan rutinitas di dapur, Ibu Yana kemudian berjalan menuju kamar Wafa.
"Wafa, ayo bangun sayang. Ini sudah jam berapa, nanti adek kamu telat ke sekolah lho." ucap ibu Yana yang kini berada di depan pintu kamar Wafa.
"Iya, bu. Ini juga Wafa udah mau mandi kok"
"Ya, udah ibu tunggu kamu di meja makan. Awas, ya, kalau 15 menit belum keluar kamar." peringat ibu Yana untuk putri sulungnya itu.
Setelah menunggu kurang lebih 15 menit. Pintu kamar berwarna coklat tua itu tiba-tiba terbuka dan menampilkan sosok gadis dengan gamis berwarna navy dan juga hijab yang berwarna abu-abu.
"Lama banget sih kak, di tungguin dari tadi juga. Gimana kalau aku telat ke sekolahnya." Meila kembali mengoceh saat melihat Wafa yang baru saja keluar kamar.
"Kalau telat, ya, di hukumlah." Ucap Wafa dengan santainya sambil menarik salah satu kursi untuk bergabung sarapan bersama keluarganya.
"Bu...." Rengek Meila saat mendengar ucapan santai kakaknya itu.
Beginilah setiap hari keluarga Wafa. Selalu saja ada pertengkaran kecil antara dia dan sang adik.
Tak ingin ambil pusing dengan adiknya yang terus saja mengoceh. Wafa hanya diam dan menikmati sarapan yang dibuat oleh ibunya. Setelah makanan di piringnya sudah bersih, ia pun memilih untuk berpamitan dengan sang ibu.
"Wafa pamit, ya, Bu." ucap Wafa sambil menyalami tangan sang ibu. Begitupun dengan Meila adiknya.
Setelah berpamitan, ia kemudian berangkat ke kampus dengan mengendarai motor kesayangannya. Namun, sebelum itu dia harus mengantar Meila ke sekolah lebih dulu. Setelah menempuh perjalanan kurang lebih 15 menit. Akhirnya Wafa sampai pada sebuah gerbang berwarna hitam dengan tulisan "SMP PELITA" yang terpampang jelas di atas pagar sekolah tersebut.
"Makasi kak." ucap Meila kepada Wafa yang kini sudah turun dari motor dan berdiri di depan sang kakak.
"Yaudah aku--" Meila belum sempat menyelesaikan perkataannya seorang gadis tiba-tiba meneriakkan nama Meila. Sontak hal tersebut membuat Meila mencari ke sumber suara.
"Hey, baru sampai?" Sapa gadis tersebut yang tak lain adalah sahabat dari Meila yaitu Reni.
"Iya, ini baru aja." Reni yang mendengar itu kemudian mengalihkan pandangannya menuju Wafa.
"Eh kak Wafa. Pagi kak." sapa Reni dengan senyum manisnya.
"Pagi Ren"
"Meila, kenapa kamu kesiangan lagi sih datangnya. Untung gerbangnya belum ditutup." Meila yang mendengar itu kemudian menunjuk Wafa menggunakan dagunya.
"Tuh, gara-gara kak Wafa. Bangunnya kesiangan lagi."
"Heh, enak aja. Itu kakak udah pagi tahu bangunnya." sewot Wafa yang tak terima dengan ucapan Meila. Meskipun tidak bisa dipungkiri bahwa apa yang dikatakan Meila memang benar adanya.
"Lho emang bener kok. Buktinya tadi kakak bangunnya jam sete--"
"Udah ah, kakak mau berangkat dulu. Bosen denger kamu yang hobinya nyebarin aib kakak sendiri." Reni seketika tertawa mendengar ucapan dari Wafa. Bukan rahasia lagi jika Meila dan Wafa seringkali berdebat tanpa kenal tempat.
"Kakak pergi dulu. Assalamualaikum."
"Wa'alaikumusalam" ucap Meila dan Reni serentak.
Setelah menempuh perjalanan kurang lebih 20 menit akhirnya Wafa sampai di kampus dan langsung memarkirkan motornya di parkiran khusus mahasiswa. Seperti biasanya Wafa datang dengan membawa dua kantong plastik merah di tangannya. Kantong tersebut berisi beberapa bungkus kripik dagangannya. Setelah menitipkan barang dagangannya di kantin, Wafa sedikit bingung pasalnya hari ini jadwal kuliahnya di mulai jam 10. Dan sekarang jam di ponsel Wafa baru menunjukkan pukul 08.05.
"Ke perpustakaan aja kali, ya." Gumam Wafa sambil berjalan menuju perpustakaan.
Saat tiba di perpustakaan, Wafa mengedarkan pandangannya melihat buku yang tersusun rapi disana. Tak terasa kakinya terus melangkah mengikuti setiap lorong di perpustakaan. Jari-jarinya tidak lepas dari jejeran buku-buku yang tersusun di rak berwarna putih itu. Tapi, karena terlalu fokus untuk mencari buku, tanpa sengaja Wafa menabrak sesuatu yang membuat dia hilang keseimbangan dan jatuh ke lantai.
"Aduh...." Wafa sambil meringis memegang pinggangnya.
Tanpa niatan untuk membantu Wafa yang terjatuh, orang itu justru melontarkan kalimat yang membuat Wafa menatapnya tak percaya.
"Punya mata nggak sih lo?" tanya laki-laki tersebut dengan suara datarnya.
"Harusnya saya yang nanya sama kamu. Kamu nggak liat kalau saya lagi sibuk nyari buku. Kenapa pakai ditabrak segala sih."
"Minggir!" ucap orang tersebut kemudian pergi meninggalkan Wafa yang masih saja menatapnya dengan heran. Bahkan kata maaf tidak dilontarkan laki-laki itu. Padahal jelas-jelas dia yang salah karena menabrak Wafa.
Kesal. Itulah yang dirasakan Wafa saat ini. Yang awalnya berniat untuk membaca buku dengan suasana tenang, tapi justru ia harus menghadapi kenyataan yang berbanding terbalik dengan apa yang di alaminya. Karena tak ingin menambah beban hidupnya, Wafa kemudian melangkah keluar dari perpustakaan dengan kekesalannya.
"Eh ada cewek penjual kripik nih. Mau dong keripik singkongnya, hhhhhh" ucap seorang perempuan dengan nada mengejek sambil menatap Wafa yang baru saja keluar dari perpustakaan.
Inilah kehidupan Wafa yang sesungguhnya. Ia selalu saja mendapatkan julukan-julukan baru dari teman sekampusnya. Namun, hari ini Wafa tak ingin terpancing dengan hinaan perempuan di depannya. Wafa pun melanjutkan langkahnya yang tertunda itu.
"Baru jual kripik singkong aja udah bangga. Sampai-sampai dia udah ngerasa pantas buat jadi mahasiswa di kampus kita ini."
Wafa yang mendengar itu seketika berbalik menghadap ke arah perempuan yang tengah melemparkan tatapan mengejeknya.
"Kenapa harus merasa nggak pantas? Paling tidak saya tahu cara lain supaya nggak minta uang sama orang tua." Balas Wafa yang berdiri di depan perempuan yang tengah menyindirnya.
"Eh si tukang keripik marah nih." ucap salah satu dari mereka. Setelah mengucapkan kalimat tersebut merekapun pergi meninggalkan Wafa yang masih setia di tempatnya.
Beberapa mahasiswa berlalu lalang di sekitar Wafa dan melemparkan tatapan yang sulit diartikan.
"Lah kenapa lo cewek kripik?" Tanya salah mahasiswa perempuan dengan nada tak bersahabat.
"Mungkin lagi mikirin apa nanti kripiknya laku habis atau nggak." ucap salah satu temannya. Mereka pun menertawakan kehidupan Wafa yang seolah-olah hanya menjadi sebuah lelucon belaka bagi mereka.
"Lo mau kuliah atau mau dagang sih?" Setelah mengucapkan kalimat itu merekapun kembali melanjutkan tawanya tanpa rasa bersalah sama sekali. Sedangkan Wafa yang mendengar itu menampilkan wajah seolah tak terjadi apa-apa. Rasanya Wafa sudah kebal dengan segala hinaan yang selalu saja dia dapatkan dari teman-teman kampusnya. Dia sudah hapal betul bagaimana cara membentengi diri agar tidak terpengaruh dengan ucapan orang lain. Fokusnya saat ini adalah pada pendidikannya. Apapun yang orang katakan perihal hidupnya itu hanya dia anggap sebagai salah satu rintangannya dalam meraih impian dimasa yang akan datang kelak.
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 62 Episodes
Comments
Lilis N Andini
Aku mampir kak....novel ke 3 karya kak Awan mendung yg ku baca👍🥰
2024-06-19
1
Ksatria_90
mampir Thor 👍👍 semangat ya 🤗
2023-12-07
0
Hasanah Ana
mampir dlu kyax seru
2023-11-07
0