Terikat Tanpa Hubungan
Namaku Natasya, umurku 24 tahun. Aku berambut hitam pekat, panjang dan sedikit bergelombang. Mataku sipit seperti orang cina, tapi aku bukan keturunan Cina. Aku asli dari Indonesia.
Kehidupan ku menuntut aku besar tanpa orang tua. Tumbuh dengan kaki beralaskan jalan dan kepala beratapkan langit. Seorang anak yang seharusnya tumbuh dari kasih sayang orang tua. Aku tidak melihat hal itu, hal yang aku lihat dari hidupku hanya keringat yang mengucur deras membasahi tubuhku.
Ting!
Sebuah pesan masuk ke ponselku. Menyadari hal itu, ku hentikan tangan ku yang saat itu menulis di selembar kertas. Ku ambil ponselku dan ku lihat orang yang mengirimkan pesan kepadaku.
"Kamu dimana Sayang?" Sebuah pesan tertulis di ponselku. Ku lihat ternyata pesan itu berasal dari laki laki yang aku cintai yang tak lain adalah suamiku.
Ting!
Pesan kembali masuk ke dalam ponselku, ku lihat ternyata dia kembali mengirimi aku sebuah pesan yang menanyakan di mana keberadaan ku.
Ting!
"Kenapa kamu tidak menjawab aku? Kamu dimana?" Ku baca pesan itu dengan tersenyum kecil di bibir, aku sangat bahagia melihat laki laki yang aku cintai khawatir dengan diriku.
Setelah itu, ku tekan pesan suara untuk membalas pesan dari laki laki itu.
"Sayang, kamu jangan khawatir ya. Aku di rumah baik baik saja, " jawabku dengan senyum bahagia.
"Maafkan aku, aku terlalu khawatir dengan kamu. Kamu adalah hatiku, dan kamu adalah jiwaku, wajar dong aku khawatir dengan istri ku," jawab nya melalui pesan dan di ikuti oleh emoji yang terlihat malu malu kucing.
Ketika ku baca pesan itu, senyum kecil aku lontarkan. Setelah itu, ku ambil tas kecil berwarna hitam yang berada di atas meja yang tidak jauh dari selembar kertas tersebut.
Ku masukkan ponselku ke dalam tas dan ku pergi meninggalkan kertas itu.
*
*
Di sebuah kantor, seorang laki laki bertubuh gagah, berambut hitam rapi dan memakai jas hitam terlihat tersenyum dengan memandang pesan yang berasal dari orang yang paling dia cintai.
Dia adalah Zakaria. Laki laki yang aku cintai, laki laki yang menjadi belahan jiwa ku.
Aku sangat menyayangi dia, bukan karena dia banyak uang ataupun dia seorang anak dari pengusaha kaya. Tapi, aku menyayangi dia karena dia menerima aku apa adanya. Selain itu, ia juga menyayangi aku.
"Pak, Bapak tidak papa?" Tanya salah satu karyawan.
Melihat hal itu, dia langsung memalingkan matanya dan melihat ke arah karyawan yang berdiri di belakangnya.
"Maafkan saya, saya tidak fokus." Zakaria pun terlihat tidak enak, ia malu karena karyawannya melihat dirinya senyum senyum sendiri.
*
*
Di dalam mobil, ku rasa mobil berjalan dengan lambat. Menyadari hal itu, aku membuka kaca di samping kiriku. Ku rasakan angin sepoi-sepoi, mengelus kulit pipiku. Ku merasa sebuah kedamaian menyelimuti diriku, ku pejamkan mata perlahan dan ku rasakan dalam dalam hawa semilir angin yang menyejukkan hati ku.
"Nyonya, apa kita jadi ke kantornya Pak Zakaria?" Tanya supir yang tengah mengemudikan mobil dengan sesekali melihat ke arah ku.
Mendengar hal itu, aku membuka mata dengan perlahan dan ku tersenyum kepada supir itu. Melihat hal itu, supir itu tampak mengerti apa yang aku inginkan dan ia kembali fokus ke jalan untuk mengemudikan mobil.
Keluarga ku memang sangat bahagia, namun adakalanya aku sedih. Sedihku karena selama aku menikah dengan Mas Zakaria. Aku tidak pernah merasakan tanda tanda kehamilan. Padahal, sudah hampir 3 tahun aku menikah dengan Mas Zakaria.
Terkadang, aku bertanya kepada diri ku sendiri. Apakah ini salah suamiku? Ataukah ada yang salah di dalam diriku?
Aku selalu merasa bingung, mengapa Tuhan memberi aku suami yang setia, yang menyayangi aku tanpa pamrih, namun Dia tidak memberi aku seorang keturunan?
Aku selalu berharap, di suatu hari nanti. Aku bisa memiliki anak yang sangat menyayangi aku, walaupun dia tidak terlahir dari rahim ku.
"Pak kita pergi ke restoran dulu ya, saya mau belikan makan siang untuk Mas Zaka!" Ucapku kepada supir yang sudah bertahun tahun bekerja dengan Mas Zakaria.
"Baik Bu."
*
*
Di bawah panas teriknya matahari pagi, terlihat seorang gadis kecil berusia sekitar 5tahun bersiap untuk bekerja. Ia terlihat membawa setumpuk koran yang harus ia jual. Gadis itu bernama Vira. Berwajah cantik, mata yang hitam, rambut yang di gerai panjang dan berkulit coklat muda, harus menjalani kehidupan yang penuh dengan duka.
Dia harus hidup dengan banting tulang dari kecil. Hal itu ia lakukan karena dari dia kecil, dia tinggal dengan orang tua yang sama sekali tidak mempedulikan dirinya. Ia harus mau menjadi tulang punggung bagi keluarganya, walaupun tidak selayaknya dia mencari uang.
Hari itu, tiba tiba hujan turun dengan sangat deras. Ku lihat seorang gadis kecil dengan duduk di pinggir jalan memangku sebuah box yang penuh dengan kue. Melihat hal itu, diriku meneteskan air mata. Ku ingat kembali kenangan pahit yang pernah aku rasakan.
Ku hapus air mataku, lalu ku minta supir menghentikan mobilnya dihadapan gadis itu. Ketika mobil sudah berhenti di hadapan gadis itu.
Ku ambil payung hitam yang ada di kursi belakang, ku turun dari mobil dan menghampiri gadis cantik itu.
"Dek, kamu ngapain disini? Kenapa tidak berteduh?" Tanyaku sambil ku payungi gadis cantik itu.
"Tidak Tante, saya sedang jualan. Jika hari ini dagang saya tidak habis, maka ibu akan marah dengan saya!" Jawab gadis kecil itu.
Mendengar ucapan itu, hatiku merasa teriris. Dalam hati berkata, sungguh tega. Orang tua macam apa mereka, menelantarkan anak dan menjadikan anak tulang punggung. Sungguh sangat miris aku melihat kejadian itu.
Aku mengajak anak itu masuk ke dalam mobil ku, namun anak itu menolak dan memilih untuk kembali berjualan.
"Tunggu, dari pada kamu berjualan. Gimana kalau semua kue kamu Tante beli?" Tawarku kepada gadis kecil itu.
"Sungguh Tante ... Tante akan membeli semua kue saya," jawab anak itu dengan terlihat bahagia.
Melihat hal itu, ku lempar senyuman kecil kepada gadis itu dan ku ajak gadis itu masuk ke dalam mobil.
Ketika anak itu sudah masuk ke dalam mobil, aku pun juga masuk dan aku duduk di samping anak itu. Ku ambil handuk putih di bak paling belakang dan ku selimut kan handuk itu ke tubuh anak kecil itu yang terlihat kedinginan.
"Kamu pakai handuk ini ya, Tante lihat kamu kedinginan," ucapku dengan merapatkan ujung handuk satu dengan yang lain. Ku minta supir mematikan AC mobil dan mengajak anak itu pulang.
"Kamu ikut Tante ya, nanti Tante akan antar kamu pulang ke rumah kamu."
Kulihat anak itu menggelengkan kepala kepada ku, ia hanya meminta uang kue yang katanya akan di beli semua oleh Natasya.
"Tidak Tante, saya ingin segera pulang. Saya tidak mau kalau nanti ibu saya marah karen saya telat pulang. Tante, mana uang kuenya?" Tanya anak itu dengan mengulurkan tangan.
Melihat hal itu, aku terdiam. Mataku seakan melihat masa laluku. Aku merasa, ada hubungan antara aku dengan anak ini, namun tidak ada ikatan di antara kita.
Aku berpikir sejenak, dalam hati ku berkata, apakah ini yang di namakan terikat tanpa hubungan?
Apakah pertemuan ini akan mengikat aku dengan hubungan yang kuat?
Apakah anak ini adalah takdirku yang selanjutnya? Sebuah pertanyaan besar di dalam hatiku. Namun, kulihat tidak ada jawaban yang tepat dari setiap pertanyaan yang ku tanyakan.
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 79 Episodes
Comments
Beti Sunarti
ļg5iuìòi
2023-01-17
1