Namaku Natasya, umurku 24 tahun. Aku berambut hitam pekat, panjang dan sedikit bergelombang. Mataku sipit seperti orang cina, tapi aku bukan keturunan Cina. Aku asli dari Indonesia.
Kehidupan ku menuntut aku besar tanpa orang tua. Tumbuh dengan kaki beralaskan jalan dan kepala beratapkan langit. Seorang anak yang seharusnya tumbuh dari kasih sayang orang tua. Aku tidak melihat hal itu, hal yang aku lihat dari hidupku hanya keringat yang mengucur deras membasahi tubuhku.
Ting!
Sebuah pesan masuk ke ponselku. Menyadari hal itu, ku hentikan tangan ku yang saat itu menulis di selembar kertas. Ku ambil ponselku dan ku lihat orang yang mengirimkan pesan kepadaku.
"Kamu dimana Sayang?" Sebuah pesan tertulis di ponselku. Ku lihat ternyata pesan itu berasal dari laki laki yang aku cintai yang tak lain adalah suamiku.
Ting!
Pesan kembali masuk ke dalam ponselku, ku lihat ternyata dia kembali mengirimi aku sebuah pesan yang menanyakan di mana keberadaan ku.
Ting!
"Kenapa kamu tidak menjawab aku? Kamu dimana?" Ku baca pesan itu dengan tersenyum kecil di bibir, aku sangat bahagia melihat laki laki yang aku cintai khawatir dengan diriku.
Setelah itu, ku tekan pesan suara untuk membalas pesan dari laki laki itu.
"Sayang, kamu jangan khawatir ya. Aku di rumah baik baik saja, " jawabku dengan senyum bahagia.
"Maafkan aku, aku terlalu khawatir dengan kamu. Kamu adalah hatiku, dan kamu adalah jiwaku, wajar dong aku khawatir dengan istri ku," jawab nya melalui pesan dan di ikuti oleh emoji yang terlihat malu malu kucing.
Ketika ku baca pesan itu, senyum kecil aku lontarkan. Setelah itu, ku ambil tas kecil berwarna hitam yang berada di atas meja yang tidak jauh dari selembar kertas tersebut.
Ku masukkan ponselku ke dalam tas dan ku pergi meninggalkan kertas itu.
*
*
Di sebuah kantor, seorang laki laki bertubuh gagah, berambut hitam rapi dan memakai jas hitam terlihat tersenyum dengan memandang pesan yang berasal dari orang yang paling dia cintai.
Dia adalah Zakaria. Laki laki yang aku cintai, laki laki yang menjadi belahan jiwa ku.
Aku sangat menyayangi dia, bukan karena dia banyak uang ataupun dia seorang anak dari pengusaha kaya. Tapi, aku menyayangi dia karena dia menerima aku apa adanya. Selain itu, ia juga menyayangi aku.
"Pak, Bapak tidak papa?" Tanya salah satu karyawan.
Melihat hal itu, dia langsung memalingkan matanya dan melihat ke arah karyawan yang berdiri di belakangnya.
"Maafkan saya, saya tidak fokus." Zakaria pun terlihat tidak enak, ia malu karena karyawannya melihat dirinya senyum senyum sendiri.
*
*
Di dalam mobil, ku rasa mobil berjalan dengan lambat. Menyadari hal itu, aku membuka kaca di samping kiriku. Ku rasakan angin sepoi-sepoi, mengelus kulit pipiku. Ku merasa sebuah kedamaian menyelimuti diriku, ku pejamkan mata perlahan dan ku rasakan dalam dalam hawa semilir angin yang menyejukkan hati ku.
"Nyonya, apa kita jadi ke kantornya Pak Zakaria?" Tanya supir yang tengah mengemudikan mobil dengan sesekali melihat ke arah ku.
Mendengar hal itu, aku membuka mata dengan perlahan dan ku tersenyum kepada supir itu. Melihat hal itu, supir itu tampak mengerti apa yang aku inginkan dan ia kembali fokus ke jalan untuk mengemudikan mobil.
Keluarga ku memang sangat bahagia, namun adakalanya aku sedih. Sedihku karena selama aku menikah dengan Mas Zakaria. Aku tidak pernah merasakan tanda tanda kehamilan. Padahal, sudah hampir 3 tahun aku menikah dengan Mas Zakaria.
Terkadang, aku bertanya kepada diri ku sendiri. Apakah ini salah suamiku? Ataukah ada yang salah di dalam diriku?
Aku selalu merasa bingung, mengapa Tuhan memberi aku suami yang setia, yang menyayangi aku tanpa pamrih, namun Dia tidak memberi aku seorang keturunan?
Aku selalu berharap, di suatu hari nanti. Aku bisa memiliki anak yang sangat menyayangi aku, walaupun dia tidak terlahir dari rahim ku.
"Pak kita pergi ke restoran dulu ya, saya mau belikan makan siang untuk Mas Zaka!" Ucapku kepada supir yang sudah bertahun tahun bekerja dengan Mas Zakaria.
"Baik Bu."
*
*
Di bawah panas teriknya matahari pagi, terlihat seorang gadis kecil berusia sekitar 5tahun bersiap untuk bekerja. Ia terlihat membawa setumpuk koran yang harus ia jual. Gadis itu bernama Vira. Berwajah cantik, mata yang hitam, rambut yang di gerai panjang dan berkulit coklat muda, harus menjalani kehidupan yang penuh dengan duka.
Dia harus hidup dengan banting tulang dari kecil. Hal itu ia lakukan karena dari dia kecil, dia tinggal dengan orang tua yang sama sekali tidak mempedulikan dirinya. Ia harus mau menjadi tulang punggung bagi keluarganya, walaupun tidak selayaknya dia mencari uang.
Hari itu, tiba tiba hujan turun dengan sangat deras. Ku lihat seorang gadis kecil dengan duduk di pinggir jalan memangku sebuah box yang penuh dengan kue. Melihat hal itu, diriku meneteskan air mata. Ku ingat kembali kenangan pahit yang pernah aku rasakan.
Ku hapus air mataku, lalu ku minta supir menghentikan mobilnya dihadapan gadis itu. Ketika mobil sudah berhenti di hadapan gadis itu.
Ku ambil payung hitam yang ada di kursi belakang, ku turun dari mobil dan menghampiri gadis cantik itu.
"Dek, kamu ngapain disini? Kenapa tidak berteduh?" Tanyaku sambil ku payungi gadis cantik itu.
"Tidak Tante, saya sedang jualan. Jika hari ini dagang saya tidak habis, maka ibu akan marah dengan saya!" Jawab gadis kecil itu.
Mendengar ucapan itu, hatiku merasa teriris. Dalam hati berkata, sungguh tega. Orang tua macam apa mereka, menelantarkan anak dan menjadikan anak tulang punggung. Sungguh sangat miris aku melihat kejadian itu.
Aku mengajak anak itu masuk ke dalam mobil ku, namun anak itu menolak dan memilih untuk kembali berjualan.
"Tunggu, dari pada kamu berjualan. Gimana kalau semua kue kamu Tante beli?" Tawarku kepada gadis kecil itu.
"Sungguh Tante ... Tante akan membeli semua kue saya," jawab anak itu dengan terlihat bahagia.
Melihat hal itu, ku lempar senyuman kecil kepada gadis itu dan ku ajak gadis itu masuk ke dalam mobil.
Ketika anak itu sudah masuk ke dalam mobil, aku pun juga masuk dan aku duduk di samping anak itu. Ku ambil handuk putih di bak paling belakang dan ku selimut kan handuk itu ke tubuh anak kecil itu yang terlihat kedinginan.
"Kamu pakai handuk ini ya, Tante lihat kamu kedinginan," ucapku dengan merapatkan ujung handuk satu dengan yang lain. Ku minta supir mematikan AC mobil dan mengajak anak itu pulang.
"Kamu ikut Tante ya, nanti Tante akan antar kamu pulang ke rumah kamu."
Kulihat anak itu menggelengkan kepala kepada ku, ia hanya meminta uang kue yang katanya akan di beli semua oleh Natasya.
"Tidak Tante, saya ingin segera pulang. Saya tidak mau kalau nanti ibu saya marah karen saya telat pulang. Tante, mana uang kuenya?" Tanya anak itu dengan mengulurkan tangan.
Melihat hal itu, aku terdiam. Mataku seakan melihat masa laluku. Aku merasa, ada hubungan antara aku dengan anak ini, namun tidak ada ikatan di antara kita.
Aku berpikir sejenak, dalam hati ku berkata, apakah ini yang di namakan terikat tanpa hubungan?
Apakah pertemuan ini akan mengikat aku dengan hubungan yang kuat?
Apakah anak ini adalah takdirku yang selanjutnya? Sebuah pertanyaan besar di dalam hatiku. Namun, kulihat tidak ada jawaban yang tepat dari setiap pertanyaan yang ku tanyakan.
Waktu terus berlalu, anak itu meminta diriku menghentikan mobil di depan sebuah gang kecil. Ku lihat mobil pun tidak bisa masuk ke dalam gang tersebut.
Ketika mobil sudah di depan gang, anak itu tersenyum kepadaku. Ia senyum dengan wajah yang sangat manis, dan mata yang berseri seri. Dia mengucapakan terimakasih kepada ku dengan sangat tulus. Melihat hal itu, hatiku semakin tersentuh dengan sikap sopan anak itu. Ku raih perlahan tangan anak itu dan ku cium tangan anak itu.
Ketika ku mencium anak itu, matanya tiba tiba mengalirkan air mata.
"Ada apa? Kenapa kamu bersedih? " Tanyaku kepada anak itu setelah kulihat matanya di penuhi oleh air mata. Melihat anak itu menangis, aku menyeka air matanya, ke pegang lembut kedua pipi anak itu dan ku ulang kembali pertanyaan yang sama.
"Tante ini siapa? Mengapa sangat peduli dan sayang dengan aku?" Jawabnya dengan polos.
"Tante bukan siapa siapa di dalam diri kamu, tapi ..." jawabku kepada anak itu lalu ku diam beberapa dengan menundukkan kepalaku. "Tante dapat merasakan apa yang kamu rasakan, Tante pernah ada di posisi kamu."
Anak itu diam. Matanya masih terlihat di penuhi oleh air mata, ku minta anak itu menghapus air matanya dan ku minta anak itu mengajak aku ke rumahnya. Namun anak itu menolak, ia tidak ingin jika diriku di marahi oleh ibunya.
*
Hujan yang saat itu turun dengan deras, sudah mereda. Kulihat anak itu ingin bergegas pulang untuk memberikan hasil jualannya kepada ibunya. Ia melakukan itu karena ia tidak ingin ibunya marah dengan dirinya dan menghukum dirinya.
Ketika sudah berada di luar mobil hujan rintik rintik masih jatuh, saat itu ku ambil payung yang aku taruh di belakang kursi dan ku payungi anak itu agar tidak kehujanan.
"Kamu yakin, Tante tidak boleh mengantarkan kamu ke rumah?" Tanyaku kepada anak itu.
"Iya Tante." Anak itu tersenyum kepadaku. Melihat senyumnya aku sangat terpanah dan berharap esok hari memiliki anak seperti dirinya.
"Tapi lihatlah, hujan masih jatuh dengan deras."
"Tidak papa Tante, makasih sudah mau membeli semua kue ku. Terimakasih, Tante sudah menyelamatkan aku dari hukuman ibu!" Ucap anak itu dengan bahagia bertemu dengan Natasya.
"Sama sama, kamu hati hati ya di jalan."
Anak itu tersenyum kepada ku, dan ia pergi meninggalkan diriku sendiri. Ia berlari menerjang rintik hujan yang saat itu masih lebat. Ia tampak tidak mempedulikan Natasya lagi setelah ia pergi.
"Nama kamu siapa? " Teriakku kepada anak kecil itu. Namun anak itu sudah jauh dari diriku.
*
*
Di dalam ruangan yang seperti sebuah kantor, dengan buku berkas yang tertata rapi di rak dan di atas meja. Zakaria terlihat khawatir, ia berjalan kesana kemari dengan sesekali melihat ke arah ponselnya. Ia terus menghubungi seseorang di ponselnya, namun orang yang di hubungi oleh Zakaria tidak menjawab panggilan Zakaria.
Saat itu, Zakaria menghubungi wanita yang paling ia cintai, yaitu Natasya. Namun, karena saat itu Natasya sedang berada di luar mobil ia tidak mendengar suara panggilan dari ponselnya.
Menyadari hal itu, supir yang berada di dalam mobil membuka kaca yang dekat dengan Natasya. Ia memberi tahu Natasya kalau ponselnya menerima panggilan dari seseorang beberapa kali. Natasya yang saat itu terus memandang ke arah jalan. Ia pun akhirnya kembali ke dalam mobil dan mengambil ponselnya.
"Astaga, Panggilan dari Mas Zaka banyak sekali. Pasti Mas Zaka marah," ucapku setelah melihat puluhan pesan dan panggilan masuk ke dalam ponsel ku.
Menyadari hal itu, aku menelepon ulang suamiku. Namun, saat itu dia tidak menjawab panggilan ku. Aku merasa sangat bersalah karena aku tidak menjawab panggilan dari Mas Zaka.
Ku telepon ulang Mas Zakaria dengan berharap dia mengangkatnya. Tapi ia masih saja tidak mengangkat panggilanku.
Menyadari hal itu, aku minta supir mengantarkan aku ke kantor Mas Zaka. Saat itu, pandangan mata ku masih terasa berat untuk pergi. Aku masih ingin menunggu anak itu kembali menemui ku. Tapi, aku tidak bisa melakukan hal itu, karena Mas Zaka sudah menunggu diriku di kantornya.
*
Di sebuah rumah di pertengahan kampung, anak itu berjalan dengan sangat bahagia. Ia bersyukur karena ia bertemu dengan Natasya.
Sesampainya di depan rumah, anak itu mengetuk pintu dengan perlahan.
Tok... Tok.... Tok....
"Ibu, Bapak, buka pintunya. Ini aku Vira," ucap anak itu dengan sedikit lantang.
Beberapa saat kemudian, seorang wanita dengan usia sekitar kepala tiga keluar dengan pakaian sederhana. Ia terlihat marah, raut mukanya sangat judes dan garang.
"Masuk!" Perintah wanita itu kepada Vira.
Vira yang melihat hal itu, tampak hanya menundukkan kepalanya. Ia terlihat takut dengan tindakan yang akan di lakukan oleh wanita itu. Ia hanya menuruti apa yang di inginkan oleh wanita itu.
Ketika berada di dalam rumah, Vira melihat ayahnya, dan saudaranya sudah berada di rumah makan. Mereka sudah menghadap piring yang sudah di penuhi oleh lauk pauk yang sangat enak. Saat itu, Vira melihat di atas meja terdapat ayam, ikan, telur dan lain lainnya sudah di masak dan siap untuk di makan.
Saat Vira akan pergi ke meja makan, namun wanita judes itu menarik tangan Vira hingga Vira tertarik beberapa langkah, bahkan ia sampai jatuh ke lantai akibat dari tarikan tangan wanita itu.
"Kamu mau apa, hah? Mau makan?" Ucap wanita itu dengan nada tinggi dan terlihat sangat marah. Ia kemudian membangunkan Vira dan menarik Vira menuju ke kamar mandi.
Ketika Vira sudah berada di dalam kamar mandi, wanita itu mendorong Vira hingga Vira jatuh tersungkur di antara tumpukan menggunung pakaian kotor.
"Kalau kamu mau makan, cuci semua pakaian ini. Kalau semua sudah bersih dan rapi, kamu baru bisa makan."
"Tapi Bu, Vira laper. Dari pagi Vira belum makan," ucap Vira dengan air mata yang terus mengalir.
"Tidak ada tapi tapian, lakukan atau kamu tidak makan satu hari satu malam. Kamu paham!" Jawab wanita itu, lalu ia memberi dorongan kepada Vira hingga Vira kembali jatuh di antara tumpukan baju.
Merasakan kekejaman itu, Vira hanya diam dan dia hanya mengeluh di dalam hatinya. Dia yang tidak berdaya, akhirnya menuruti apa yang di inginkan oleh ibunya. Dengan kaki yang lelah, perut yang terus berteriak meminta makan ia mencuci pakaian yang bergunung-gunung tersebut.
Di sisi lain, wanita itu terlihat sangat menikmati makanan yang berada di atas meja. Tidak hanya wanita itu, suami dan anaknya yang lain pun juga terlihat sangat menikmati. Mereka terlihat tidak memikirkan keadaan Vira yang terus bekerja tanpa henti.
Ketika semua lauk sudah habis hanya tersisa bumbu, wanita itu itu meminta Vira untuk makan. Vira mengira kalau masih ada ayam dan yang lain lain di atas meja. Ia terlihat sangat bahagia ketika ibunya meminta dirinya untuk makan dan menghabiskan semuanya. Namun, ketika ia berada di ruang makan, apa yang di harapkan nya tidak sesuai dengan apa yang diinginkan oleh Vira.
Ting!
Sebuah pesan kembali masuk ke dalam ponselku. Ku kira pesan itu dari Mas Zaka, namun setelah kulihat ternyata pesan itu berasa dari nomor yang tidak di kenal.
"Gimana kabar kamu?" Aku terdiam beberapa saat setalah membaca pesan itu. Aku berpikir sejenak tentang nomor baru itu. Aku pikir nomor itu adalah milik Mas Zaka yang baru.
Saat itu, aku tidak menjawab pesan itu. Aku ingin memastikan bahwa nomor itu punya Mas Zaka atau bukan. Ketika aku sudah sampai di kantor milik Mas Zaka, aku bergegas keluar dari mobil dan menuju ke ruangan Mas Zaka.
Ketika aku ingin masuk ke dalam ruangan Mas Zaka, seorang wanita datang menghampiri ku. Ia menghentikan langkahku yang menuju ke ruangan Mas Zaka. Ia meminta aku untuk menunggu, ia mengatakan kalau Mas Zaka sedang ada rapat penting dan tidak bisa di ganggu oleh tamu.
Di saat itu, aku berpikir bahwa wanita ini adalah orang baru. Karena ia tidak mengetahui siapa diriku dan apa hubunganku dengan bos besarnya.
Setelah beberapa saat menunggu, akhirnya Mas Zaka keluar dari ruangannya dengan beberapa orang hebat di dunia bisnis. Melihat itu, aku langsung berdiri dari dudukku dan tersenyum kepada Mas zaka.
Menyadari kalau sekertaris barunya melarang Natasya masuk ke dalam ruang kerja, Zaka menghampiri sekertaris baru itu.
"Apa apaan ini Sarah?" Tanya suamiku dengan tegas kepada sekertaris baru itu.
"Maaf Pak, ada apa ya? Apa saya melakukan kesalahan?" Jawab Sarah dengan terlihat menundukkan kepalanya.
"Oh kamu Sarah, pantas kamu tidak mengetahui saya. Kamu pasti orang baru?" Sahutku kepada Sarah dengan baik.
"Iya Bu, saya orang baru. Maaf kalau saya kasar sama ibu."
Mendengar hal itu, ku pegang perlahan salah satu bahu Sarah dan ku lempar senyuman kecil di bibirku. Setalah itu, ku gandeng Mas Zaka di hadapan Sarah dengan penuh mesra.
Melihat hal itu, Sarah hanya diam dan ia tidak bisa berkata kata.
Ketika aku dan suamiku berada di dalam ruangannya. Kulepas tangan ku yang mengandeng tangan Mas Zaka. Ku duduk di kursi yang berada di depan meja kerja Mas Zaka.
"Pak Zakaria, saya ingin melamar pekerjaan. Adakah pekerjaan yang cocok untuk saya?" Tanyaku untuk bercanda dengan suamiku tercinta.
Mendengar hal itu, Mas Zaka yang saat itu berdiri di belakang ku berjalan perlahan mendekati kursi yang berada di hadapanku. Setalah itu ia duduk di kursi itu dengan menatap tajam mataku.
"Ya, tentu. Saya akan memberikan pekerja yang cocok untuk Anda. Bagaimana jika Anda bekerja menjadi sekertaris saya? Anda bekerja di malam hari," ucap Zakaria dengan menggodaku. Aku yang mendengar hal itu tersipu malu.
Aku menghampiri Mas Zaka dan ku peluk erat suamiku.
"Apakah Anda sanggup Nona Natasya?" Ucap Zaka semakin membuat aku malu.
"Ih, kamu apa apaan sih. Jangan gitu dong," jawabku dengan melepaskan pelukan erat.
Menyadari hal itu, Zaka meminta maaf kepadaku. Ia bangun dari duduknya dan kemudian menghampiriku. Ia memegangi kedua tangan ku dengan lembut dan penuh kasih sayang. Setelah itu, ia menarik tangan ku perlahan dan mendudukkan tubuhku di kursi yang ia tempat beberapa saat lalu.
Melihat hal itu, aku terdiam dengan pandangan mata yang terus melihat ke arah Zaka. Ia membalas tatapan mataku dengan tatapan mata yang penuh kasih.
"Maafkan aku, kamu adalah wanita yang paling aku cintai. Kamu adalah pemilik dari semua ini. Kamu memiliki aku, harta ini dan semua yang aku punya adalah milik kamu," ucap Zakaria. Ia meraih tangan ku dan memeganginya dengan sangat lembut.
Mendengar ucapan itu, mataku berkaca kaca. Ku balas pegangan tangan dari laki laki yang duduk bersujud di hadapanku.
"Kamu tidak perlu mengatakan hal itu. Aku tidak membutuhkan harta kamu atau apapun semua yang kamu punya, yang aku minta ... Kamu selalu ada di sisiku." Jawabku kepada Zakaria, lalu ku bangunkan Zakaria yang duduk bertekuk lutut. Ku ajak dia berdiri sejajar dengan ku, lalu ku pegang kedua pipi laki laki itu dengan mata yang di penuhi oleh air mata.
"Aku mencintaimu, bukan berarti aku menginginkan hartamu. Aku mencintaimu, karena hal itu adalah perasaan tulus yang aku rasakan."
Mendengar ucapanku, Zakaria tersenyum kecil di bibirnya. Ia membalas dengan mata yang berkaca kaca dan tangan yang mendekat ke arah tanganku yang memegang pipinya.
"Terimakasih kamu sudah mencintai aku dengan tulus, tapi maafkan aku. Maaf karena aku masih belum bisa menjadi suami yang terbaik untuk kamu," jawab Zakaria.
Mendengar ucapan itu keluar dari mulut Zakaria, aku terdiam dengan mata yang berderai air mata. Ku peluk laki laki yang aku cintai dengan erat. Ku dengarkan suara detak jantung yang terus berdetak seperti irama penyejuk hati. Mataku terus mengalirkan air mata, aku merasa ada sebuah perasaan takut kehilangan yang kurasakan.
Di kala itu, pelukan erat di lakukan oleh Zakaria. Laki laki yang terlihat gagah dan berkarisma itu tiba tiba melunak, dia menjadi laki laki yang berjiwa malaikat. Matanya yang besar dan bulat, terlihat berkaca kaca menahan sebuah kesedihan. Ia seakan tidak ingin kehilangan Natasya, wanita yang paling dia cintai.
Beberapa saat kemudian, aku melepaskan pelukan erat ku kepada Zakaria. Setelah itu aku duduk di kursi yang aku duduki beberapa saat lalu dengan menyeka air mata yang saat itu masih mengalir.
Ketika air mata sudah ku seka, aku terdiam beberapa saat. Aku melamun. Ku ingat kembali anak yang aku temui dijalan raya. Menyadari hal itu, Zakaria memegangi salah satu bahuku untuk menyadarkan diriku dari lamunan.
"Ada apa?" Tanya Zakaria dengan memegangi bahuku.
Melihat hal itu, aku terdiam dan aku menatap Zakaria dengan sedikit tertunduk. Hatiku kembali bersedih dan air mataku kembali jatuh.
Saat itu, ku ceritakan setiap momen di saat aku bertemu dengan anak itu. Ketika aku bercerita kepada Zaka, air mataku terus mengalir.
Zakaria yang mendengarkan ceritaku, sesekali ia menghapus air mataku. Ia berusaha untuk menenangkan diriku. Ketika aku sudah menceritakan pertemuan ku dengan anak itu, Zakaria memeluk erat diriku. Ia tidak ingin melihat aku menangis. Ia berjanji kepadaku kalau dia akan mencari tahu tentang anak itu.
Mendengar hal tersebut, aku sangat bahagia. Hal itu terjadi karena masih ada secercah harapan untuk aku bertemu dengan anak itu. Tak ingin melihat Natasya terus terus bersedih, akhirnya Zakaria mengajak Natasya untuk makan siang bersama.
"Kita makan siang ya?" Tawar Zakaria kepada Natasya.
Natasya yang mendengar tawaran itu langsung tersenyum dan menyeka air matanya yang mengalir. Ia mengiyakan ajakan dari Zakaria untuk makan siang.
Saat itu, mereka pergi dengan raut muka bahagia dan memperlihatkan kemesraannya kepada karyawan yang saat itu sedang bekerja. Bahkan, sampai ada beberapa karyawan yang iri dengan kemesraan mereka dan berharap bisa mendapatkan pasangan seperti Natasya atau Zakaria yang saling melengkapi.
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!