Terbelenggu Dua Rasa
Hai, namaku Talita Dwi Putri aku adalah anak kedua dari 2 bersaudara sayangnya kakak lelakiku telah menghadap sang pencipta saat usianya tepat menginjak 18 tahun, kala itu aku masih duduk di bangku sekolah dasar.
Kakak adalah sosok yang ceria, saat kecil dia bagaikan tameng yang melindungi ku kapan dan dimana pun, kepergiannya sangat menggores luka yang tak kunjung sembuh, ayah dan ibuku sangat terpuruk ketika meratapi nasib kakakku yang harus pergi di usia muda, namun itulah jalan yang sudah digariskan Tuhan pada kakak, kami sebagai keluarganya hanya bisa berpura pura tegar dan mengikhlaskan kepergiannya meski berat itulah satu satunya jalan yang terbaik.
Jika mengingat sosok lelaki tangguh dan ceria seperti kakak, hatiku rasanya bergetar mengenang masa kecil yang begitu menyenangkan, kini seiring berjalannya waktu aku telah tumbuh menjadi sosok remaja yang harus berdiri sendiri tanpa sosok kakak.
Saat ini aku baru saja lulus SMP dan akan melanjutkan ke tingkat SMA, aku bingung harus memilih sekolah mana yang akan dijadikan tempat untukku menuntut ilmu selama 3 tahun ke depan, ayah merekomendasikan salah satu sekolah swasta yang terkenal, namun aku kurang tertarik sebab tempat nya dekat dari rumahku.
Jika kalian merasa aneh mengapa aku tidak suka masuk di sekolah yang dekat dengan rumah, alasannya aku hanya ingin mendapatkan teman baru, suasana baru dan lingkungan yang baru, aku berpikir jika aku sekolah di tempat yang dekat dengan lingkungan rumahku otomatis teman yang akan aku dapatkan pasti teman SMP yang dulu dan tidak aneh lagi selain itu kedua orangtuaku sudah mengenal banyak guru disekolah itu, aku ingin mendapatkan pengalaman baru, dan salah satu caranya adalah dengan bersekolah di tempat yang jauh dari rumah dengan begitu aku bisa mendapatkan berbagai hal baru yang menarik, aku suka tantangan, suka dengan hal baru dan suka sendirian, warna favorit ku adalah warna hitam, kenapa hitam?
sebab bagiku warna hitam adalah lambang ketenangan dan kedamaian, beberapa orang bilang bahwa warna putih lebih cocok dimaknai dengan ketenangan namun bagiku warna putih adalah simbol dari kesempurnaan dan kesucian sedangkan aku tidak mencerminkan hal tersebut itulah mengapa aku lebih menyukai warna hitam dibanding putih atau warna lainnya.
Aku masih belum bisa memutuskan apakah harus mengikuti saran dari ayah untuk meneruskan sekolah di sekolah swasta atau mengikuti keinginanku yang ingin melanjutkan di sekolah berbasis negeri, karena kebetulan aku bisa daftar ke sekolah berbasis negeri dengan mengandalkan prestasi selama aku di sekolah dasar sampai tingkat menengah, dengan begitu aku juga bisa meringankan sedikit beban biaya sekolah bagi kedua orangtuaku, entah mereka akan setuju dengan keinginanku atau tidak aku masih ragu untuk membicarakannya pada mereka.
Setiap malam aku termenung dalam keheningan, duduk bersandar di bangku taman seorang diri, ku tengadahkan kepala keatas menatap indahnya langit malam yang menentramkan jiwa serta pikiran, otak yang tadinya terus bergejolak dengan penuh tanya kini bisa rehat sejenak dan menghembuskan beban yang dikandungnya.
Sambil menatap langit malam yang cerah juga dihiasi banyak bintang berkelap kelip menambah keindahannya, tak terasa senyum di bibirku mulai merekah membentuk lengkungan yang panjang, rasanya menentramkan saat menatap langit malam seorang diri, itulah yang selalu aku lakukan ketika banyak hal berkecamuk dalam pikiran, mencari ketenangan lewat indahnya langit malam yang menentramkan mata setiap insan.
"Hoammmm, aaa ternyata masih pagi lebih baik aku lanjutkan tidur saja",
"tok....tok...tok..." bunyi pintu kamar yang diketuk ibu,
Aku tetap menutup mata meski mendengar ketukan pintu berkali kali, sudah ku duga pasti ibu yang mengetuknya untuk membangunkan ku dan menyuruhku sarapan, hari yang sangat membosankan setiap saat mengulangi kegiatan yang sama membuatku semakin malas beranjak dari tempat tidur, saat ingin melanjutkan tidur dan berniat mengabaikan ketukan pintu yang tak berhenti, tiba tiba suara ibuku menggelegar membuat gendang telinga rasanya hendak meledak.
"Litaaaaaa.....cepat bangun, dasar anak ini selalu saja bermalas malasan, bangun Talita, atau ibu tidak akan memberimu uang saku!!" teriak ibu dengan ancaman.
Seketika aku bangkit dan mulai membukakan pintu, benar saja ibu sudah berdiri sambil berkacak pinggang, menatapku dengan mata yang sudah melotot, mataku yang tadinya masih sayu dan mengantuk mendadak cerah karena takut melihat tatapan tajam yang menusuk dari ibu, aku pikir kenapa setiap pagi selalu saja mendapatkan tatapan maut dari ibu, sudah seperti anak tiri saja aku ini, namun mau bagaimana lagi begitulah cara ibu untuk membangunkan ku yang pemalas ini.
Meski aku dianggap anak yang rajin dan berperestasi di mata orang lain, sayangnya dimana ibuku aku tetaplah anak gadis pemalas yang menjengkelkan, tapi aku senang membuat ibu sedikit marah dengan begitu aku bisa tau bahwa ibu sangat perhatian dan memperdulikan ku, jika dibandingkan dengan ayah jelas ayah lebih baik dan selalu memanjakan ku, orang bilang aku adalah anak kesayangan ayah, aku sendiripun tidak mengelak nya sebab aku memang merasakan bahwa ayah menyayangiku secara berlebihan, apapun yang aku mau selalu ayah turuti bahkan ketika aku tidak meminta suatu apapun ayah selalu memberi, kadang hal itu juga yang membuat ibu merasa kesal sebab ayah selalu memberikanku uang saku yang lebih dibandingkan yang biasa ibu berikan, ibu bilang aku harus belajar untuk mandiri dan tidak terus mengandalkan kedua orang tua terutama mengandalkan ayah, meski ayah sangat royal dan perhatian padaku tapi ada sisi dimana ayah sangat protektif dan begitu keras dalam mendidik ku, terkadang aku merasa ayah adalah sosok yang bersahaja dan humoris, tempat untukku berbagi cerita namun di sisi lain terkadang aku juga merasa Ayah adalah sosok yang keras juga ketat dalam mendidik ku.
Bagiku mau bagaimanapun mereka mendidik aku, tetap saja tanpa mereka tidak akan pernah adanya aku yang saat ini.
Pagi ini ku kira ibu akan marah padaku karena lagi lagi aku bangun terlambat dengan sengaja, ternyata dugaanku salah meski wajah ibu menunjukkan seperti sedang menahan emosi dan hendak marah, tiba tiba saja ibu menarik lenganku dan membawaku ke ruang makan, nampak diatas meja sudah tersedia banyak menu masakan, tak lupa ayah juga sudah duduk di sana dan menatapku dengan melemparkan senyuman.
Aku merasa aneh dengan sikap yang tidak biasa dari mereka, ragu ragu aku duduk di depan meja makan lalu tak lama ibu memberikan piring berisi nasi juga lauk kesukaanku yang tidak lain adalah ayam goreng kremes, ya itulah menu kesukaanku sejak kecil dan tidak akan berubah hehe.
Selama di meja makan aku dan kedua orangtuaku menyantap makanan dengan suasana yang hening sehingga aku semakin takut dan curiga ada sesuatu yang mereka sembunyikan dariku, karena penasaran akupun memberanikan diri membuka obrolan dan bertanya pada mereka.
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 136 Episodes
Comments