"Ekhmmm....ayah ada apa?, kenapa sangat hening, rasanya ada yang disembunyikan dariku" ucapku dengan tatapan menyelidik dan mengerutkan kedua alis.
Ibu dan ayah saling tatap satu sama lain barulah mereka kembali melanjutkan menyantap makanan tanpa menjawab ucapanku, aku semakin penasaran ditambah kesal karena seakan ucapanku tak digubris oleh keduanya, saking kesalnya aku pun menyudahi makanku lalu langsung pergi begitu saja dari hadapan mereka, namun belum sempat aku pergi jauh ayah sudah memanggilku, membuat langkahku terhenti dan berbalik menatapnya.
"Talita kembali ke meja makan" Ucap ayah dengan nada suara yang tegas,
akupun kembali dengan perasaan yang sangat kesal lalu ku coba tanyakan lagi apa yang sebenarnya tengah mereka sembunyikan dariku.
" Ayah ap....." ucapku tertahan,
belum sempat aku menyelesaikan ucapanku ayah sudah memotong begitu saja.
"Diam Talita cepat habiskan sarapanmu setelah itu baru ayah akan memberitahumu sebuah kabar yang penting" ucap ayah memberi perintah,
karena yang bicara adalah ayah, aku tidak bisa protes dan melakukan apapun lagi selain menuruti ucapannya, kembali ku kunyah makanan yang tadi sempat ingin ku tinggalkan, dengan perasaan yang tak karuan aku memaksakan untuk menyantap makanan tanpa banyak bicara lagi.
Selang beberapa saat setelah selesai makan, ayah menatapku dengan lekat, tatapan yang tidak pernah aku lihat sebelumnya.
"Tatapan apa itu ayah?, kenapa ayah menatapku setajam itu, apa aku melakukan kesalahan, sehingga membuat Ayah kesal padaku?" ucapku spontan,
entah muncul darimana keberanian itu sehingga aku bisa bicara lantang tanpa ragu di depan kedua orang tuaku, mungkin karena aku merasa sangat penasaran, sehingga kalimat itu keluar begitu saja dari mulutku.
Ayah menatap ibu sejenak lalu kembali menatapku.
"Talita dengarkan ucapan ayah dengan baik dan jangan protes sebelum ayah menyelesaikan pembicaraan, apa kamu mengerti?" ucap ayah dengan tatapan serius padaku.
Hatiku semakin tak karuan saja setelah Ayah mulai berbicara seperti itu, ini bukan ayah yang biasa aku kenal, aku sungguh merasa was was dengan kabar yang hendak ayah bicarakan, ditambah tiba tiba ibu menunduk seperti tengah menyimpan kesedihan, wajahnya yang terlihat galak tadi saat membangunkan ku tidur kini sudah berganti dengannya wajah semu yang menahan kesedihan, pagi itu aku benar benar dibuat ketakutan.
"Talita ayah akan menyekolahkan mu dikampung halaman ibumu" ucap ayah serius sambil menggenggam tangan kananku.
Aku termenung sejenak meresap ucapan yang ayahku maksudkan.
"Ayah apa kau bercanda?, bagaimana mungkin aku sekolah di sana, bukankah nenek dan kakek sudah lama meninggalkan kita?, kita juga sudah lama tidak ke sana, tidak ada siapapun yang Lita kenal disana, jangankan saudara temanpun tidak ada ayah" ucapku dengan rasa tidak percaya.
Saat itu aku masih berpikir mungkin ayah hanya menakut nakutiku agar aku mau mengikuti keinginannya agar meneruskan pendidikan di salah satu sekolah swasta yang ayah remondasikan waktu lalu, tapi ternyata aku salah, wajah ayah semakin serius dan ibu menggenggam tanganku dengan wajah yang sayu.
Awalnya hatiku menolak keras dengan keputusan sepihak dari kedua orangtuaku itu, namun saat aku tatap wajah mereka dengan lekat bahkan aku tak tega dan tidak mampu menolaknya, ku tarik nafas panjang dan ku genggam tangan ibuku, ku lemparkan senyum semanis yang aku bisa.
"Ibu ini memang berat untuk Lita, tapi Lita juga tidak mau menjadi beban bagi ayah dan ibu, jika memang itu pilihan yang terbaik, Lita ikhlas dan akan mengikuti keinginan ayah juga ibu" ucapku dengan menahan kepedihan.
Walau sakit dan masih merasa tidak menyangka tapi aku terus berusaha ikhlas di depan kedua orangtuaku, aku bingung di sisi lain aku tidak ingin mengecewakan ataupun menyakiti mereka namun aku juga tidak bisa melakukan atau memutuskan hal yang tidak aku inginkan seperti ini, mau bagaimana lagi sekarang aku hanya bisa menerima sudah tidak ada pilihan lain, lagi pula aku sudah menyetujui semua itu pada kedua orangtuaku, setelah mendengar jawaban dariku kedua orangtuaku tersenyum dan ibu memelukku sambil mengelus pucuk kepalaku dengan lembut.
"Terimakasih Lita, ibu sangat menyayangimu, dan maaf karena tidak bisa mengikuti apa yang kamu mau" ucap ibu sambil mengusap pucuk kepalaku dengan lembut.
"Tak apa ibu, Lita tidak masalah, kalau begitu kapan kita akan pindah ke desa?" tanyaku penasaran,
"rencananya kami akan mengantarmu ke desa sore nanti, karena besok adalah waktu pendaftaran sekolahmu" ucap ibu dengan wajah yang antusias,
"ibu apa itu tidak terlalu mendadak, dan kenapa kalian baru memberitahuku saat ini?" ucapku yang merasa belum siap,
"Lita jika tidak hari ini, lalu kapan mulai besok ibu harus bekerja kembali, karena ayah sudah tidak bekerja, dan kamu juga harus kembali ke sekolah bukan?" ucap ibu menjelaskan.
Aku menunduk tanda pasrah dengan semuanya lalu aku pergi ke kamar tanpa sepatah katapun, ku duduk di samping ranjang yang sudah ku gunakan sebagai tempat tidur bertahun tahun lamanya, kini aku harus pergi ke tempat yang jauh dari rumah, tempat yang bahkan sudah lama tidak aku kunjungi, tidak ada keluarga, saudara ataupun orang yang aku kenal disana, ku baringkan badanku dan menatap langit langit kamar dengan tatapan kosong, yang harus aku lakukan hanyalah menjalani, aku tidak bisa berontak dalam situasi seperti ini, aku juga tidak bisa menyalahkan takdir semuanya sudah digariskan, aku hanya bisa pasrah.
Lelah memikirkan apa yang akan terjadi padaku di sana nanti, aku sampai tertidur pulas hingga ibu kembali membangunkan ku dan menyuruhku untuk mandi, aku mengikutinya dan segera bersiap siap untuk keberangkatan menuju desa, sekilas masih bisa aku lihat wajah ibu yang nampak menahan kesedihan, entah itu sedih karena akan pidah atau hal lainnya aku tidak tahu.
Saat semuanya sudah siap tiba tiba, aku baru terpikir kenapa hanya ada satu koper milikku saja di depan teras rumah yang siap dimasukkan kedalam taxi.
"Ayah ibu, kenapa hanya ada koperku, koper dan barang kalian dimana?" ucapku terheran,
"Talita yang mau pindah itu kamu bukan ayah ataupun ibu, jadi tentu saja hanya ada kopermu" ucap ayah sambil memegang bahuku.
"Ayah apa kalian sengaja mengirimku ke desa karena aku melakukan kesalahan, apa kalian menghukum ku?" tanyaku menyelidik,
"tidak ada yang menghukummu Talita, bukankah ibu sudah menjelaskannya padamu tadi pagi, tidak ada alasan lain selain itu" ucap ayah dengan wajah yang serius,
"jadi apakah aku akan sendirian di desa yang entah berantah?, mendaftar sekolah sendiri, hidup sendiri, seperti itu?" ucapku dengan menahan tangis.
"iya Talita ayah minta maaf karena tidak bisa mengantarmu kesana, ayah harus mencari pekerjaan lain agar kamu juga tidak berlama lama tinggal di sana, ibumu juga ada wawancara kerja jadi tidak bisa mengantarmu" ucap ayah dengan wajah yang murung.
Lagi lagi aku hanya bisa menarik nafas panjang dan membuangnya perlahan, menahan emosi entah aku harus marah atau sedih saat ini, sebelumnya aku pikir mereka hanya bercanda, aku pikir kita akan pergi bersama alhasil mengantarkan ku pun tidak.
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 136 Episodes
Comments