Akupun hendak pergi bertanya pada sopir bus namun belum sempat aku turun dari bus ada suara yang tidak aneh memanggilku.
"Gadis idiot, ini tasmu" ucap pria menyebalkan itu.
Saat membalikan badan aku sudah menduga dia pasti pria menyebalkan itu, siapa lagi yang berani memanggilku seperti itu selain dia, dengan wajah masam aku ambil tas ku dan berterimakasih dengan tidak ikhlas padanya.
"Terimakasih" ucapku sambil merampas tas itu dengan kasar.
Karena merasa lemas aku memutuskan untuk tidak turun lagi dari bus dan kembali duduk di samping pria menyebalkan itu, aku pikir pria itu akan turun sama seperti penumpang yang lainnya tapi ternyata sampai penumpang lain mulai menaiki bus lagi dia sama sekali tidak terlihat hendak beranjak dari kursinya.
Aku benar benar lemas dan rasanya tidak sanggup lagi melanjutkan perjalanan melelahkan ini, tadi direstoran aku juga lupa untuk membeli obat dan cemilan, lagipula rasa lapar sudah terlewatkan perutku benar benar tidak bisa diajak kompromi, mau tidak mau aku harus meminta obat dari pria itu karena hanya dia yang aku tau membawa obat mag yang biasa aku makan, mungkin dengan memakan obat itu aku akan merasa lebih baik.
Tapi aku merasa ragu saat hendak meminta kembali obat itu, mengingat perkataan yang sudah aku lontarkan pada dia sebelumnya, tapi aku sangat membutuhkan obat tersebut kalau tidak bagaimana dengan nasibku, belum lagi perjalanannya masih cukup jauh, mungkin aku tidak bisa menahannya,
terpaksa aku memberanikan diri.
"Ekhmmm....hey, aku mau minta obat tadi" ucapku dengan perasaan khawatir,
"obat apa?, bukankah kau bilang tidak bisa menerima apapun dari orang asing?" ucapnya membalikan perkataanku sebelumnya,
"ti..tidak...ahh..bukan...itu...anu...aku benar benar tidak bisa menahannya lagi, kalau aku nanti muntah di sampingmu kau juga tidak akan merasa nyaman bukan?, jadi mana berikan obatnya agar aku tidak muntah" ucapku beralasan.
Tanpa berkata kata pria itu memberikan obatnya padaku dan memberiku sebotol air mineral, aku langsung mengambilnya dan meminum obat itu segera, beberapa saat setelah meminum obat rasanya perutku jauh lebih baik, aku menarik nafas lega dan menyandarkan tubuhku ke sandaran kursi, tak terasa aku tertidur dengan lelap sampai tidak menyadari bahwa aku hampir sampai di tempat tujuan.
Seseorang membangunkan ku dan meminta ongkos bus padaku juga mengingatkan bahwa tujuanku sudah hampir sampai, aku segera menyeka wajah dan memberikan uang pada orang tersebut, saat menengok ke samping aku baru sadar pria menyebalkan itu rupanya sudah turun lebih dulu dan bus sudah berhenti di terminal akupun langsung turun, mengambil koper dan segera pergi ke rumah nenek, samar samar aku masih mengingat daerah itu karena dulu aku pernah datang ke sana sebelum nenek meninggal dunia, untungnya ingatanku ini masih berpungsi dengan baik, sehingga aku tidak terlalu kesulitan mencari alamat rumah nenek.
Setelah turun dari bus aku mulai menelusuri jalanan dan mencari kendaraan umum untuk menuju ke desa, namun karena saat ini pukul setengah sebelas malam jadi agak sulit untukku mencari kendaraan umum, nampak jalanan lumayan sepi hanya ada beberapa kendaraan saja yang terlihat lalu lalang sesekali, aku mulai merasa takut, apalagi aku seorang diri yang berjalan menelusuri jalanan ini, ku pegang tas dan koper dengan erat dan mulai berjalan semakin cepat, entah kenapa aku merasa seperti ada seseorang yang tengah mengikutiku dari belakang, aku jelas bisa merasakannya walau begitu aku tidak berani untuk menoleh dan memeriksanya aku justru terus berjalan semakin cepat hingga akhirnya sampailah di gerbang desa dan nampak ada beberapa warga yang tengah duduk bermain kartu di pos ronda, aku segera menghampiri mereka dan tak lupa menanyakan alamat tujuanku.
"Permisi, mau numpang tanya apa benar ini desa Simorangkir?" tanyaku sambil menyerahkan secarik kertas yang berisi alamat rinci,
"oh iya betul neng, memang ini desa Simorangkir, enengnya dari kota yah?" ucap salah satu bapak bapak yang tengah memakai sarung.
Aku mengangguk dan tersenyum tipis, bapak itupun menawarkan jasa untuk mengantarku ke tempat tujuan, aku sudah menolak dengan lembut karena tidak mau merepotkan tapi bapak itu memaksa dengan alasan untuk keselamatan.
"Neng mari bapak antar sekalian keliling, gak baik anak gadis jalan sendirian tengah malam" ucap bapak itu,
"ahh tidak perlu repot repot pak, biar saya pergi sendiri saja terimakasih sudah memberitahu jalannya" ucapku berusaha menolak,
"ehh si enengmah udah saya anter aja yah, nanti takut ada orang jahat di jalan, dari sini tempatnya lumayan jauh neng udah gitu jalanan sepi" ucap bapak itu serius.
Mendengar perkataan itu nyaliku seketika ciut entah lenyap kemana, apalagi tadi saat diperjalanan aku merasakan ada orang yang mengikutiku akupun terpaksa mengiyakan tawaran bapak tadi untuk mengantarku sampai ke rumah, awalnya aku juga merasa takut dengan bapak itu namun ternyata dia orang baik dan hanya sedang jaga ronda saja, aku diantarkan olehnya sampai ke depan pintu rumah dan nampak di teras sudah ada paman Seto dan bi Ade yang sudah menunggu kedatanganku.
Paman Seto dan bi Ade adalah tetangga sekaligus sahabat nenek sejak kecil, aku tau itu dari ibu dan ayah, sebelumnya mereka juga sudah memberitahuku bahwa aku akan di titipkan pada bi Ade dan paman Seto, setidaknya aku tidak benar benar sendirian di tempat yang jauh dari rumah, saat aku baru sampai bi Ade dan paman Seto menyambutku dan segera mengambil alih koperku mereka mempersilahkan ku untuk masuk ke dalam rumah dan tak lupa berterimakasih pada bapak bapak yang sudah mengantarku tadi, saat masuk ke dalam rumah aku kira akan berantakan dan berdebu karena sudah lama sekali setelah kepergian nenek tidak ada yang mengurus rumah itu, melihat aku yang clingukan menatap seisi rumah paman Seto mempersilahkan ku untuk duduk dan bi Ade menyajikan teh hangat untukku.
"Ayo duduk dulu neng, pasti cape yah" ucap paman Seto,
"iya perjalanannya cukup melelahkan" ucapku sambil tersenyum tipis.
"Neng ini diminum dulu teh angetnya biar gak masuk angin" ucap bi Ade sambil menyerahkan segelas teh hangat.
"Terimakasih bi" jawabku dan meraihnya.
Ku minum teh hangat itu hingga tersisa setengah gelas lalu aku mulai bertanya pada paman Seto dan bi Ade tentang sekolah yang akan aku tempati nanti.
"Oh iya paman bibi, nanti aku akan sekolah dimana, tadi saat berjalan kesini aku tidak melihat ada sekolahan?" ucapku bertanya,
"di desa ini memang tidak ada sekolah neng, nanti eneng sekolahnya di kampung sebelah, lumayan dekat kok neng, biasanya bibi pergi ke sana pake sepeda sama paman, karena kalo jalan kaki bibi sudah gak kuat maklum sudah tua" ucap bi Ade dengan ramah,
"oh begitu ya bi, sayangnya Lita gak bisa pake sepeda bi, jadi mungkin nanti akan selalu jalan kaki kalo kesekolah" jawabku sedikit sedih,
"tidak papa neng, lagian banyak kok dari desa ini, malah hampir semuanya jalan kaki, nanti lama kelamaan eneng juga pasti akan terbiasa dengan lingkungan di sini" ucap bi Ade sambil mengelus kepalaku.
Akupun mengangguk sambil tersenyum pada bi Ade, sikap ramah dan hangatnya membuatku sedikit terobati dan merasa nyaman berada di sana.
Setelah membantuku membereskan pakaian dan beberapa barang paman Seto dan bi Adepun berpamitan pulang dan aku segera bersiap untuk tidur, seperti biasa sebelum tidur aku selalu mencuci wajah, tangan juga kakiku terlebih dahulu, setelah itu barulah aku menggosok gigi dan bisa untuk mulai tidur dengan nyaman.
Saat membaringkan tubuh di ranjang aku malah merasa rindu dengan kamarku, aku rindu suasana di sana, mungkin nanti aku juga akan rindu mendengar teriakan ibu, sekarang aku harus mulai menyiapkan alarm di pagi hari agar tidak bangun kesiangan, di sini aku tinggal seorang diri dan dipaksa untuk mandiri, meski ada paman Seto dan bi Ade tapi mereka juga bukan siapa siapa, hanya sahabat nenek dan tetanggaku saat ini, aku jelas tidak mau merepotkan orang lain yang baru aku kenal
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 136 Episodes
Comments