Sentuhan Cinta Aura
"Aku tidak tahu kenapa istriku selalu saja merendahkan aku, padahal aku sudah bekerja keras sampai sekarang. Perusahaan ku sudah berkembang pesat, investor pun sudah banyak. Produk yang aku keluarkan pun laku banyak di pasaran. Seharusnya istriku bangga padaku, kan?" curhat laki-laki itu sambil menangis di hadapan Aura.
Aura membelikan sebuah pelukan pada laki-laki itu dan memberi dukungan padanya.
"Iya, kau sudah bekerja sangat keras. Mungkin saja istrimu belum bisa melihat apa yang kau lakukan selama ini. Jadi, tetaplah berjuang. Aku yakin suatu hari nanti, dia akan melihat semua usahamu. Semangat!"
Pelukan itu diakhiri dengan Aura menepuk pundak laki-laki itu dua kali.
"Terima kasih Au, kau sudah bersedia mendengarkan ceritaku. Aku tidak tahu lagi harus menceritakan ini pada siapa. Hanya kau yang bisa aku andalkan."
Aura pun mengangguk. Ia tahu, laki-laki dihadapannya ini hanya butuh tempat yang nyaman untuk menceritakan keluh kesahnya. Dan hal itu, tidak didapatkan di rumahnya karena istrinya tidak mengerti dirinya dan justru malah merendahkannya dan membuat laki-laki ini tertekan.
"Sama-sama. Itu memang tugasku untuk memberikan cinta dan perhatian pada orang lain," jawab Aura.
"Andai saja kau bukan wanita bayaran seperti ini. Mungkin saja aku akan menikahi mu, Au. Aku rela berpisah dengan istriku itu."
Aura tersenyum kecut mendengar ucapan laki-laki di hadapannya itu.
"Ya, aku memang wanita bayaran yang tidak akan dimiliki siapapun. Jadi, jangan dibawa perasaan Juno."
"Aku tahu. Tapi kelembutan dan pesonamu sulit untuk dihindari Au."
"Maka dari itu, karena kau sudah lebih baik daripada tadi. Aku pamit. Masih ada pekerjaan lain yang harus aku kerjakan," ucap Aura.
"Bertemu laki-laki lain lagi?" Aura mengangguk.
"Baiklah, kau boleh pergi. Uangnya sudah aku transfer pada Mami Lena. Tapi, aku akan menambahnya 10 juta pada rekeningmu."
"Terima kasih. Semoga rumah tanggamu akan segera membaik."
Juno mengangguk.
*
*
Aura pun pergi meninggalkan hotel itu lalu pergi ke club untuk bertemu Mami Lena.
Sesampainya di club, Aura langsung pergi ke ruangan Mami Lena.
"Wah, kesayanganku sudah datang rupanya. Bagaimana dengan Juno? Apa kau memberlakukannya dengan baik? Apa sekarang dia sudah tidak galau lagi?"
"Sudah mami. Kalau dia masih terpuruk, tentu aku tidak akan berada disini sekarang," jawab Aura.
"Baguslah, kau memang kesayanganku. Kau yang paling bisa diandalkan. Bahkan aku bisa sekaya ini karena dirimu. Lalu ada apa kau datang kemari? Bukankah sebentar lagi kau harus menemui klien baru?"
"Aku hanya ingin meminta libur Mami. Aku ingin berlibur bersama adikku selama seminggu."
Mendengar hal itu, membuat Mami Lena terkejut. Seminggu tidak ada Aura, tentunya akan banyak klien yang mencarinya. Apalagi wanita bayaran yang lain tidak seperti Aura.
"Tidak, aku tidak mengizinkanmu berlibur selama itu. Aku hanya akan mengizinkanmu untuk libur dua hari saja. Jika tidak mau, aku tidak akan mengizinkanmu," tolak Mami Lena.
Aura sedih. Tapi ia tidak bisa menolak. Daripada tidak ada waktu libur ia pun menerima keputusan Mami Lena.
"Baik, aku akan libur dua hari. Terima kasih Mami."
"Sama-sama sayang. Nanti uangnya aku transfer. Seperti biasa pembagiannya 60 banding 40. Untukmu 60 persen untukku 40 persen."
Aura mengangguk. Ia sudah tak bisa lagi tawar menawar akan hal itu. Karena perjanjian awalnya memang seperti itu.
"Aku pergi Mami."
"Iya sayang, hati-hati. Jangan kecewakan klienku ya."
Aura keluar dari ruangan Mami Lena dengan perasaan campur aduk. Ia berjalan seperti tidak ada gairah sama sekali. Ditambah dengan beberapa percakapan yang ia dengar dari sesama wanita bayaran sepertinya.
"Cih, si Aura itu sok suci sekali! Mana pakai syarat tidak mau berciuman dan berhubungan badan segala! Memangnya apa yang bisa ia banggakan dari statusnya sebagai wanita bayaran alian p*lacur seperti kita ini. Sok jual mahal!"
"Mulutmu itu sembarang sekali kalau bicara! Justru bagus dia punya prinsip seperti itu. Tidak sepertimu yang dengan mudahnya memberikan tubuhmu pada setiap klien mu. Murahan sekali!"
"Diam kau Sena! Kau pun sama saja sepertiku!"
"Cih!"
Sena mendecih dan tak menjawab lagi ucapan Karin, wanita yang menjelek-jelekkan Aura.
Tiba-tiba mata Sena tertuju pada Aura yang berada tak jauh dari tempat ia dan Karin duduk.
"Eh, Aura. Kapan kau datang?" tanya Sena. Ia berharap Aura tidak mendengar ucapan pedas Karin tadi.
"Beberapa menit yang lalu. Dan aku juga akan langsung pergi bertemu klien. Semoga hari kalian menyenangkan. Dah," ucap Aura lalu menghilang dari hadapan Sena dan Karin.
"Sombong sekali dia! Mentang-mentang disini dia paling banyak kliennya. Lihat saja pasti suatu hari nanti dia juga akan goyah dengan prinsipnya. Jadi p*lacur kok banyak maunya!"
"Hih! Mulutmu itu! Kalau iri bilang saja Karin. Kau tidak perlu terus-menerus membicarakannya di belakang!" ucap Sena.
"Hah? Iri katamu? Aku iri pada si Aura yang sok jual mahal dan sok suci itu? Sorry. Meski aku tidak memiliki banyak klien, setidaknya aku masih punya beberapa yang masih setia datang padaku. Tidak sepertimu yang hanya satu."
Karin pun pergi meninggalkan Sena sendirian disana.
*
*
Aura bertemu dengan kliennya di sebuah restoran. Klien tersebut hanya meminta Aura untuk menemaninya disana karena laki-laki tersebut baru saja putus cinta.
"Dasar wanita matre! Seenaknya saja dia pergi meninggalkanku setelah mendapatkan uang 15 juta dariku!" teriak klien laki-laki barunya.
"Sabar, mungkin saja wanita itu memang bukan jodohmu," jawab Aura menanggapi.
"Tapi, tetap saja, uangku melayang begitu saja dengan mudahnya."
Laki-laki itu pun menangis dan menaruh kepalanya di meja makan. Aura memberikan usapan pada punggung laki-laki itu.
"Wanita di dunia ini masih banyak. Tidak semuanya matre seperti mantanmu itu. Aku yakin suatu saat kau akan bertemu dengan wanita yang mencintaimu dengan tulus. Jadi, mulai sekarang, jangan terlalu memanjakan wanita dengan uangmu, manjakan dia dengan perhatian dan kasih sayangmu."
Mendengar ucapan Aura, laki-laki itu mendongak.
"Benarkah? Adakah wanita yang seperti itu?"
"Ada. Tapi memang susah menemukannya."
Laki-laki itu kembali menaruh kepalanya di meja. Kemudian tiba-tiba mendongak lagi.
"Lalu kau wanita seperti apa?" tanya si laki-laki.
"Aku? Seperti yang kau tahu. Aku wanita yang gila akan uang," jawab Aura dengan santainya.
"Tapi, aku tidak melihatmu seperti itu. Kau memiliki perhatian yang bahkan mantan pacarku saja tidak pernah melakukannya."
Aura tersenyum.
"Itu adalah tugasku untuk membuat nyaman semua klien ku dan memberinya perhatian. Termasuk dirimu, Arnold."
Seketika Arnold sadar, Aura memang ia bayar untuk mendengarkan cerita dan menemaninya agar tidak galau sendirian.
Setelah beberapa jam menemani Arnold dengan masa galaunya, Aura pun pulang ke rumahnya dan menyandarkan tubuhnya di sofa rumahnya.
*
*
TBC
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 106 Episodes
Comments
T A K D E
Hay saya mampir
2023-09-23
0
Lina Susilo
iri bilang bos 😂😂😂
2023-03-26
0
Ny.vachirawit97
kenapa Lena coba🙄 serasa nama gue kepangil🤣🤣🤣
2023-01-24
0