"Kapan kakak pulang? Kenapa aku tidak mendengar apapun dari dapur?" tanya Alin yang keheranan kakaknya sudah berada di dalam rumah dengan posisi bersandar di sofa.
"Baru beberapa menit lalu," jawab Aura.
"Kakak sudah makan?" tanya Alin lagi.
"Sudah, tadi saat bertemu dengan klien," jawab Aura.
Tiba-tiba Alin duduk di samping Aura dan mulai memperhatikan kakaknya dalam-dalam.
"Kak, apa kakak tidak bisa berhenti dari pekerjaan kakak itu?" tanya Alin.
Mendengar ucapan itu, membuat Aura langsung menatap Alin dengan seksama.
"Apa kau malu dengan pekerjaan kakak?" Alin pun spontan menggeleng.
"Aku tidak malu, karena aku tahu kakak tidak seperti apa yang dibicarakan orang. Kakak juga bisa menjaga diri dengan baik. Aku hanya tidak ingin kakak terus-terusan dihina dan direndahkan orang serta difitnah menjadi seorang pelakor. Padahal kakak tidak seperti itu," jawab Alin.
Aura tersenyum mendengar jawaban adiknya. Ia tahu adiknya sangat khawatir padanya. Namun apa mau dikata, hanya menjadi wanita bayaran lah, ia bisa mendapatkan uang hingga bisa menyekolahkan adiknya hingga masuk perguruan tinggi sekarang.
"Kakak tidak peduli dengan apa yang dipikirkan oleh orang tentang kakak. Yang terpenting dalam hidup kakak adalah kau. Kau harus hidup lebih baik dari kakak. Jadi, cukup berada di sisi kakak saja dan belajar yang rajin. Biar kakak yang mengurus semua biayanya."
Seketika Alin meneteskan air matanya dan langsung berhambur ke pelukan Aura. Hidup keduanya sudah keras sejak meninggalnya sang ibu.
"Maaf, karena aku jadi beban kakak selama ini. Aku janji akan lulus dengan nilai dan kemampuan yang baik. Aku akan mencari kerja setelah lulus, supaya kakak tidak perlu lagi kerja seperti itu. Biar aku yang gantian mencari uang," ucap Alin.
Aura mengusap rambut adiknya dengan sayang. Hidupnya sekarang memang untuk Alin, satu-satunya keluarga yang ia punya.
"Iya, kakak doakan apa yang kau inginkan tercapai supaya kakak bisa gantian menghabiskan uangmu, hehe," ucap Aura sambil terkekeh.
"Kalau ada masalah apapun kakak harus janji ya, akan selalu cerita padaku"
Aura mengangguk.
"Memangnya kakak punya orang lain yang menjadi tempat kakak berkeluh kesah selain kau? Tidak kan?"
"Aku menyayangimu, kak."
"Kakak juga."
Pelukan pun terhenti saat Aura ingat, dirinya mengambil libur 2 hari untuk menghabiskan waktu bersama adiknya.
"Lin, kakak punya waktu 2 hari besok untuk berlibur, ayo kita pergi camping seperti yang sering kita lakukan sama ibu."
"Benarkah? Ayo, ayo. Aku mau kak."
*
*
Esok harinya, kedua wanita itu sudah sampai di danau, tempat biasanya mereka camping dulu. Mereka ingin mengenang masa-masa bersama ibunya dulu.
"Sudah lama sekali kita tidak kesini kak. Suasananya sudah berubah sekali. Danaunya jadi semakin cantik."
"Kau benar."
Mereka berdua pun bahu membahu mendirikan tenda. Setelah itu, mereka menyusun area depan tenda sebagai tempat untuk memasak. Tak lupa, mereka pun mencari kayu bakar untuk menyempurnakan camping mereka selama dua hari.
"Semuanya sudah selesai. Sekarang waktunya memancing," ucap Aura.
"Lin, ayo memancing, kakak sudah siapkan alat pancing dan kalinya."
"Sebentar kak, aku masih menaruh tas di dalam tenda."
"Oke."
Keduanya memancing di tepian danau dengan saling bercanda. Momen-momen seperti ini selalu mereka rindukan. Momen ketika mereka meluangkan waktu untuk bersama. Bercerita tentang hari mereka masing-masing.
Setelah mendapatkan beberapa ikan untuk dibakar, mereka pun menyadari acara memancing dan membersihkan ikan tersebut di tepian danau juga.
"Kak, apa kakak belum punya pacar lagi sekarang?" tanya Alin.
"Kakak tidak ada waktu untuk melakukan hal tidak penting seperti itu Lin. Lagian kakak juga sadar diri. Tidak akan ada laki-laki yang mau dengan kakak. Seorang wanita bayaran yang selalu jalan dengan laki-laki lain. Kakak juga takut orang tua dari pasangan kakak nantinya akan malu dengan pekerjaan kakak. Kakak tidak punya keberanian untuk itu. Jadi, biarlah seperti ini saja."
Alin bersedih mendengar ucapan kakaknya itu. Padahal kakaknya adalah orang yang sangat perhatian dan memiliki hati yang tulus. Keadaan lah yang membuat kakaknya harus menjalani hidup sebagai wanita bayaran. Tekad Alin semakin kuat untuk segera menyelesaikan kuliahnya dan membuat kakaknya tidak lagi menjadi wanita bayaran.
"Orang yang memandang kakak dari pekerjaan kakak akan rugi. Padahal kakakku ini adalah tipe wanita dengan sejuta pesona," puji Alin.
"Apaan sih dek. Kakak tidak begitu."
"Yang bisa melihat itu semua bukan diri kakak tapi orang lain. Tetap seperti ini ya kak. Aku selalu bersyukur memiliki kakak seperti kakak," ucap Alin lalu memeluk Aura.
"Ih, lepasin dek! Tanganmu itu kotor habis pegang ikan. Nanti baju kakak bau amis."
"Bodo amat!"
Alin terus usil dengan memeluk kakaknya hingga baju yang dipakai aura pun dipenuhi dengan bau amis dari ikan yang mereka bersihkan.
*
*
Malam harinya, keduanya membakar ikan sambil melihat langit yang bertaburan bintang. Susana malam di danau tersebut begitu sunyi dengan angin yang berhembus agak sedikit kencang.
"Kapan lagi kan aku bisa melihat kakak dengan pakaian biasa seperti ini. Cuma pakai kaos dan celana kedombrongan. Biasanya aku selalu melihat kakak pakai baju atau dress yang mewah dan sedikit seksi. Aku jadi seperti melihat orang lain dalam diri kakak."
"Hii, padahal kalau di rumah pun kakak biasa baju seperti ini," ucap Aura membantah.
"Iya memang, tapi tidak kalau di luar."
"Sudah, jangan bahas itu terus. Lebih baik kita nikmati ikan bakar yang sudah matang ini. Kakak jamin rasanya pasti enak."
"Kalau tidak enak, aku minta dibelikan tablet untuk menggambar lagi ya kak," ucap Alin.
"Iya."
Alin pun menculik sedikit daging ikan bakar tersebut memasukannya ke dalam mulutnya. Rasanya enak dan gurih. Persis seperti buatan ibu mereka.
"Bagaimana rasanya? Enak?" tanya Aura.
"Perfect!"
Aura tersenyum senang. Apalagi melihat adiknya yang makan dengan lahap, membuat dirinya kenyang seketika.
Terima kasih, sudah jadi penguat kakak selama ini, batin Aura.
*
*
Hari telah berganti, mereka duduk di depan tenda sambil melihat sunrise.
"Andai saja di rumah, aku bisa melihat pemandangan seperti ini dan menghirup udara sesegar ini," ucap Alin.
"Apa kau mau tinggal di tempat seperti ini?" tanya Aura tiba-tiba.
"Iya, tapi tentunya tidak bisa. Jika aku tinggal di pedesaan begini. Tidak ada tempat untuk aku bekerja nantinya."
Aura pun mengangguk-angguk.
Sinar matahari semakin menaik dan cuaca sudah berubah menjadi hangat. Alin tiba-tiba mendapatkan telepon dari temannya.
"Iya ada apa?" tanya Alin.
"Hari ini ada rapat penting, katanya mau bahas tentang seminar."
"Jam berapa?"
"Jam 12.30, jangan telat ya, Lin."
"Baiklah."
Sambungan telepon pun terhenti.
"Kak, maaf. Sepertinya kita harus pulang. Aku ada rapat 4 jam lagi."
"Oh, begitu. Ayo kita bereskan dulu semuanya," ucap Aura.
"Maaf, aku tidak tahu kalau bakalan ada acara dadakan begini. Padahal seharusnya kita pulang besok," ujar Alin sambil menundukkan kepalanya.
"Tidak apa-apa Lin, satu hari berlibur saja sudah cukup. Lebih baik kita segera bereskan ini dan pulang ke kota."
*
*
TBC
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 106 Episodes
Comments
T A K D E
wawww keren ceritanya
2023-09-23
1
Retno Anggiri Milagros Excellent
wah Keren liburan di danau.. 👍😍
2023-08-05
0
Lina Susilo
aura adalah kakak yg paling baik
2023-03-26
0