NovelToon NovelToon

Sentuhan Cinta Aura

Bab 1 - Aura

"Aku tidak tahu kenapa istriku selalu saja merendahkan aku, padahal aku sudah bekerja keras sampai sekarang. Perusahaan ku sudah berkembang pesat, investor pun sudah banyak. Produk yang aku keluarkan pun laku banyak di pasaran. Seharusnya istriku bangga padaku, kan?" curhat laki-laki itu sambil menangis di hadapan Aura.

Aura membelikan sebuah pelukan pada laki-laki itu dan memberi dukungan padanya.

"Iya, kau sudah bekerja sangat keras. Mungkin saja istrimu belum bisa melihat apa yang kau lakukan selama ini. Jadi, tetaplah berjuang. Aku yakin suatu hari nanti, dia akan melihat semua usahamu. Semangat!"

Pelukan itu diakhiri dengan Aura menepuk pundak laki-laki itu dua kali.

"Terima kasih Au, kau sudah bersedia mendengarkan ceritaku. Aku tidak tahu lagi harus menceritakan ini pada siapa. Hanya kau yang bisa aku andalkan."

Aura pun mengangguk. Ia tahu, laki-laki dihadapannya ini hanya butuh tempat yang nyaman untuk menceritakan keluh kesahnya. Dan hal itu, tidak didapatkan di rumahnya karena istrinya tidak mengerti dirinya dan justru malah merendahkannya dan membuat laki-laki ini tertekan.

"Sama-sama. Itu memang tugasku untuk memberikan cinta dan perhatian pada orang lain," jawab Aura.

"Andai saja kau bukan wanita bayaran seperti ini. Mungkin saja aku akan menikahi mu, Au. Aku rela berpisah dengan istriku itu."

Aura tersenyum kecut mendengar ucapan laki-laki di hadapannya itu.

"Ya, aku memang wanita bayaran yang tidak akan dimiliki siapapun. Jadi, jangan dibawa perasaan Juno."

"Aku tahu. Tapi kelembutan dan pesonamu sulit untuk dihindari Au."

"Maka dari itu, karena kau sudah lebih baik daripada tadi. Aku pamit. Masih ada pekerjaan lain yang harus aku kerjakan," ucap Aura.

"Bertemu laki-laki lain lagi?" Aura mengangguk.

"Baiklah, kau boleh pergi. Uangnya sudah aku transfer pada Mami Lena. Tapi, aku akan menambahnya 10 juta pada rekeningmu."

"Terima kasih. Semoga rumah tanggamu akan segera membaik."

Juno mengangguk.

*

*

Aura pun pergi meninggalkan hotel itu lalu pergi ke club untuk bertemu Mami Lena.

Sesampainya di club, Aura langsung pergi ke ruangan Mami Lena.

"Wah, kesayanganku sudah datang rupanya. Bagaimana dengan Juno? Apa kau memberlakukannya dengan baik? Apa sekarang dia sudah tidak galau lagi?"

"Sudah mami. Kalau dia masih terpuruk, tentu aku tidak akan berada disini sekarang," jawab Aura.

"Baguslah, kau memang kesayanganku. Kau yang paling bisa diandalkan. Bahkan aku bisa sekaya ini karena dirimu. Lalu ada apa kau datang kemari? Bukankah sebentar lagi kau harus menemui klien baru?"

"Aku hanya ingin meminta libur Mami. Aku ingin berlibur bersama adikku selama seminggu."

Mendengar hal itu, membuat Mami Lena terkejut. Seminggu tidak ada Aura, tentunya akan banyak klien yang mencarinya. Apalagi wanita bayaran yang lain tidak seperti Aura.

"Tidak, aku tidak mengizinkanmu berlibur selama itu. Aku hanya akan mengizinkanmu untuk libur dua hari saja. Jika tidak mau, aku tidak akan mengizinkanmu," tolak Mami Lena.

Aura sedih. Tapi ia tidak bisa menolak. Daripada tidak ada waktu libur ia pun menerima keputusan Mami Lena.

"Baik, aku akan libur dua hari. Terima kasih Mami."

"Sama-sama sayang. Nanti uangnya aku transfer. Seperti biasa pembagiannya 60 banding 40. Untukmu 60 persen untukku 40 persen."

Aura mengangguk. Ia sudah tak bisa lagi tawar menawar akan hal itu. Karena perjanjian awalnya memang seperti itu.

"Aku pergi Mami."

"Iya sayang, hati-hati. Jangan kecewakan klienku ya."

Aura keluar dari ruangan Mami Lena dengan perasaan campur aduk. Ia berjalan seperti tidak ada gairah sama sekali. Ditambah dengan beberapa percakapan yang ia dengar dari sesama wanita bayaran sepertinya.

"Cih, si Aura itu sok suci sekali! Mana pakai syarat tidak mau berciuman dan berhubungan badan segala! Memangnya apa yang bisa ia banggakan dari statusnya sebagai wanita bayaran alian p*lacur seperti kita ini. Sok jual mahal!"

"Mulutmu itu sembarang sekali kalau bicara! Justru bagus dia punya prinsip seperti itu. Tidak sepertimu yang dengan mudahnya memberikan tubuhmu pada setiap klien mu. Murahan sekali!"

"Diam kau Sena! Kau pun sama saja sepertiku!"

"Cih!"

Sena mendecih dan tak menjawab lagi ucapan Karin, wanita yang menjelek-jelekkan Aura.

Tiba-tiba mata Sena tertuju pada Aura yang berada tak jauh dari tempat ia dan Karin duduk.

"Eh, Aura. Kapan kau datang?" tanya Sena. Ia berharap Aura tidak mendengar ucapan pedas Karin tadi.

"Beberapa menit yang lalu. Dan aku juga akan langsung pergi bertemu klien. Semoga hari kalian menyenangkan. Dah," ucap Aura lalu menghilang dari hadapan Sena dan Karin.

"Sombong sekali dia! Mentang-mentang disini dia paling banyak kliennya. Lihat saja pasti suatu hari nanti dia juga akan goyah dengan prinsipnya. Jadi p*lacur kok banyak maunya!"

"Hih! Mulutmu itu! Kalau iri bilang saja Karin. Kau tidak perlu terus-menerus membicarakannya di belakang!" ucap Sena.

"Hah? Iri katamu? Aku iri pada si Aura yang sok jual mahal dan sok suci itu? Sorry. Meski aku tidak memiliki banyak klien, setidaknya aku masih punya beberapa yang masih setia datang padaku. Tidak sepertimu yang hanya satu."

Karin pun pergi meninggalkan Sena sendirian disana.

*

*

Aura bertemu dengan kliennya di sebuah restoran. Klien tersebut hanya meminta Aura untuk menemaninya disana karena laki-laki tersebut baru saja putus cinta.

"Dasar wanita matre! Seenaknya saja dia pergi meninggalkanku setelah mendapatkan uang 15 juta dariku!" teriak klien laki-laki barunya.

"Sabar, mungkin saja wanita itu memang bukan jodohmu," jawab Aura menanggapi.

"Tapi, tetap saja, uangku melayang begitu saja dengan mudahnya."

Laki-laki itu pun menangis dan menaruh kepalanya di meja makan. Aura memberikan usapan pada punggung laki-laki itu.

"Wanita di dunia ini masih banyak. Tidak semuanya matre seperti mantanmu itu. Aku yakin suatu saat kau akan bertemu dengan wanita yang mencintaimu dengan tulus. Jadi, mulai sekarang, jangan terlalu memanjakan wanita dengan uangmu, manjakan dia dengan perhatian dan kasih sayangmu."

Mendengar ucapan Aura, laki-laki itu mendongak.

"Benarkah? Adakah wanita yang seperti itu?"

"Ada. Tapi memang susah menemukannya."

Laki-laki itu kembali menaruh kepalanya di meja. Kemudian tiba-tiba mendongak lagi.

"Lalu kau wanita seperti apa?" tanya si laki-laki.

"Aku? Seperti yang kau tahu. Aku wanita yang gila akan uang," jawab Aura dengan santainya.

"Tapi, aku tidak melihatmu seperti itu. Kau memiliki perhatian yang bahkan mantan pacarku saja tidak pernah melakukannya."

Aura tersenyum.

"Itu adalah tugasku untuk membuat nyaman semua klien ku dan memberinya perhatian. Termasuk dirimu, Arnold."

Seketika Arnold sadar, Aura memang ia bayar untuk mendengarkan cerita dan menemaninya agar tidak galau sendirian.

Setelah beberapa jam menemani Arnold dengan masa galaunya, Aura pun pulang ke rumahnya dan menyandarkan tubuhnya di sofa rumahnya.

*

*

TBC

Bab 2 - Berlibur

"Kapan kakak pulang? Kenapa aku tidak mendengar apapun dari dapur?" tanya Alin yang keheranan kakaknya sudah berada di dalam rumah dengan posisi bersandar di sofa.

"Baru beberapa menit lalu," jawab Aura.

"Kakak sudah makan?" tanya Alin lagi.

"Sudah, tadi saat bertemu dengan klien," jawab Aura.

Tiba-tiba Alin duduk di samping Aura dan mulai memperhatikan kakaknya dalam-dalam.

"Kak, apa kakak tidak bisa berhenti dari pekerjaan kakak itu?" tanya Alin.

Mendengar ucapan itu, membuat Aura langsung menatap Alin dengan seksama.

"Apa kau malu dengan pekerjaan kakak?" Alin pun spontan menggeleng.

"Aku tidak malu, karena aku tahu kakak tidak seperti apa yang dibicarakan orang. Kakak juga bisa menjaga diri dengan baik. Aku hanya tidak ingin kakak terus-terusan dihina dan direndahkan orang serta difitnah menjadi seorang pelakor. Padahal kakak tidak seperti itu," jawab Alin.

Aura tersenyum mendengar jawaban adiknya. Ia tahu adiknya sangat khawatir padanya. Namun apa mau dikata, hanya menjadi wanita bayaran lah, ia bisa mendapatkan uang hingga bisa menyekolahkan adiknya hingga masuk perguruan tinggi sekarang.

"Kakak tidak peduli dengan apa yang dipikirkan oleh orang tentang kakak. Yang terpenting dalam hidup kakak adalah kau. Kau harus hidup lebih baik dari kakak. Jadi, cukup berada di sisi kakak saja dan belajar yang rajin. Biar kakak yang mengurus semua biayanya."

Seketika Alin meneteskan air matanya dan langsung berhambur ke pelukan Aura. Hidup keduanya sudah keras sejak meninggalnya sang ibu.

"Maaf, karena aku jadi beban kakak selama ini. Aku janji akan lulus dengan nilai dan kemampuan yang baik. Aku akan mencari kerja setelah lulus, supaya kakak tidak perlu lagi kerja seperti itu. Biar aku yang gantian mencari uang," ucap Alin.

Aura mengusap rambut adiknya dengan sayang. Hidupnya sekarang memang untuk Alin, satu-satunya keluarga yang ia punya.

"Iya, kakak doakan apa yang kau inginkan tercapai supaya kakak bisa gantian menghabiskan uangmu, hehe," ucap Aura sambil terkekeh.

"Kalau ada masalah apapun kakak harus janji ya, akan selalu cerita padaku"

Aura mengangguk.

"Memangnya kakak punya orang lain yang menjadi tempat kakak berkeluh kesah selain kau? Tidak kan?"

"Aku menyayangimu, kak."

"Kakak juga."

Pelukan pun terhenti saat Aura ingat, dirinya mengambil libur 2 hari untuk menghabiskan waktu bersama adiknya.

"Lin, kakak punya waktu 2 hari besok untuk berlibur, ayo kita pergi camping seperti yang sering kita lakukan sama ibu."

"Benarkah? Ayo, ayo. Aku mau kak."

*

*

Esok harinya, kedua wanita itu sudah sampai di danau, tempat biasanya mereka camping dulu. Mereka ingin mengenang masa-masa bersama ibunya dulu.

"Sudah lama sekali kita tidak kesini kak. Suasananya sudah berubah sekali. Danaunya jadi semakin cantik."

"Kau benar."

Mereka berdua pun bahu membahu mendirikan tenda. Setelah itu, mereka menyusun area depan tenda sebagai tempat untuk memasak. Tak lupa, mereka pun mencari kayu bakar untuk menyempurnakan camping mereka selama dua hari.

"Semuanya sudah selesai. Sekarang waktunya memancing," ucap Aura.

"Lin, ayo memancing, kakak sudah siapkan alat pancing dan kalinya."

"Sebentar kak, aku masih menaruh tas di dalam tenda."

"Oke."

Keduanya memancing di tepian danau dengan saling bercanda. Momen-momen seperti ini selalu mereka rindukan. Momen ketika mereka meluangkan waktu untuk bersama. Bercerita tentang hari mereka masing-masing.

Setelah mendapatkan beberapa ikan untuk dibakar, mereka pun menyadari acara memancing dan membersihkan ikan tersebut di tepian danau juga.

"Kak, apa kakak belum punya pacar lagi sekarang?" tanya Alin.

"Kakak tidak ada waktu untuk melakukan hal tidak penting seperti itu Lin. Lagian kakak juga sadar diri. Tidak akan ada laki-laki yang mau dengan kakak. Seorang wanita bayaran yang selalu jalan dengan laki-laki lain. Kakak juga takut orang tua dari pasangan kakak nantinya akan malu dengan pekerjaan kakak. Kakak tidak punya keberanian untuk itu. Jadi, biarlah seperti ini saja."

Alin bersedih mendengar ucapan kakaknya itu. Padahal kakaknya adalah orang yang sangat perhatian dan memiliki hati yang tulus. Keadaan lah yang membuat kakaknya harus menjalani hidup sebagai wanita bayaran. Tekad Alin semakin kuat untuk segera menyelesaikan kuliahnya dan membuat kakaknya tidak lagi menjadi wanita bayaran.

"Orang yang memandang kakak dari pekerjaan kakak akan rugi. Padahal kakakku ini adalah tipe wanita dengan sejuta pesona," puji Alin.

"Apaan sih dek. Kakak tidak begitu."

"Yang bisa melihat itu semua bukan diri kakak tapi orang lain. Tetap seperti ini ya kak. Aku selalu bersyukur memiliki kakak seperti kakak," ucap Alin lalu memeluk Aura.

"Ih, lepasin dek! Tanganmu itu kotor habis pegang ikan. Nanti baju kakak bau amis."

"Bodo amat!"

Alin terus usil dengan memeluk kakaknya hingga baju yang dipakai aura pun dipenuhi dengan bau amis dari ikan yang mereka bersihkan.

*

*

Malam harinya, keduanya membakar ikan sambil melihat langit yang bertaburan bintang. Susana malam di danau tersebut begitu sunyi dengan angin yang berhembus agak sedikit kencang.

"Kapan lagi kan aku bisa melihat kakak dengan pakaian biasa seperti ini. Cuma pakai kaos dan celana kedombrongan. Biasanya aku selalu melihat kakak pakai baju atau dress yang mewah dan sedikit seksi. Aku jadi seperti melihat orang lain dalam diri kakak."

"Hii, padahal kalau di rumah pun kakak biasa baju seperti ini," ucap Aura membantah.

"Iya memang, tapi tidak kalau di luar."

"Sudah, jangan bahas itu terus. Lebih baik kita nikmati ikan bakar yang sudah matang ini. Kakak jamin rasanya pasti enak."

"Kalau tidak enak, aku minta dibelikan tablet untuk menggambar lagi ya kak," ucap Alin.

"Iya."

Alin pun menculik sedikit daging ikan bakar tersebut memasukannya ke dalam mulutnya. Rasanya enak dan gurih. Persis seperti buatan ibu mereka.

"Bagaimana rasanya? Enak?" tanya Aura.

"Perfect!"

Aura tersenyum senang. Apalagi melihat adiknya yang makan dengan lahap, membuat dirinya kenyang seketika.

Terima kasih, sudah jadi penguat kakak selama ini, batin Aura.

*

*

Hari telah berganti, mereka duduk di depan tenda sambil melihat sunrise.

"Andai saja di rumah, aku bisa melihat pemandangan seperti ini dan menghirup udara sesegar ini," ucap Alin.

"Apa kau mau tinggal di tempat seperti ini?" tanya Aura tiba-tiba.

"Iya, tapi tentunya tidak bisa. Jika aku tinggal di pedesaan begini. Tidak ada tempat untuk aku bekerja nantinya."

Aura pun mengangguk-angguk.

Sinar matahari semakin menaik dan cuaca sudah berubah menjadi hangat. Alin tiba-tiba mendapatkan telepon dari temannya.

"Iya ada apa?" tanya Alin.

"Hari ini ada rapat penting, katanya mau bahas tentang seminar."

"Jam berapa?"

"Jam 12.30, jangan telat ya, Lin."

"Baiklah."

Sambungan telepon pun terhenti.

"Kak, maaf. Sepertinya kita harus pulang. Aku ada rapat 4 jam lagi."

"Oh, begitu. Ayo kita bereskan dulu semuanya," ucap Aura.

"Maaf, aku tidak tahu kalau bakalan ada acara dadakan begini. Padahal seharusnya kita pulang besok," ujar Alin sambil menundukkan kepalanya.

"Tidak apa-apa Lin, satu hari berlibur saja sudah cukup. Lebih baik kita segera bereskan ini dan pulang ke kota."

*

*

TBC

Bab 3 - Bertemu Rendra

Kav Corp, 10.30

"Kau bisa kerja tidak sih!? Kenapa semua laporannya berantakan! Haish!" marah Rendra pada karyawannya.

"Ma-af Tuan. Saya akan berusaha lebih keras lagi untuk memperbaikinya," ucap si karyawan dengan sedikit gemetar.

"Tidak perlu! Hari ini juga kau menghadap ke HRD untuk mengambil uang pesangon mu!" ucap Rendra lalu berlalu pergi.

"Tu-tuan ... Tuan ..." panggil si karyawan itu untuk menghentikan langkah Rendra.

Rendra tidak memperdulikan panggilan itu. Ia benar-benar pusing dengan tingkah karyawannya yang setiap harinya ada saja kesalahan yang membuatnya selalu kesal dan marah. Untuk mengatasi itu, Rendra pergi ke rooftop perusahaannya.

"Haaah ..."

Rendra menghela napas kasar.

"Kenapa selalu ada yang membuatku kesal tiap harinya? Lama-lama aku bisa mati muda jika begini terus?" gerutu Rendra.

Pemandangan gedung-gedung tinggi dan jalanan yang ramai bisa Rendra lihat dari atas gedungnya. Setidaknya melihat semua itu bisa meredakan amarahnya walaupun sedikit.

Drt drt drt

Ponsel Rendra berdering.

"Apa!?" Rendra langsung mengeluarkan taringnya saat mengangkat telepon tersebut.

"Santai dong!" ucap Ansel.

"Tidak bisa. Aku sedang marah sekarang."

"Ish! Tapi kan bukan aku yang membuatmu marah! Kenapa jadi aku yang kena?"

"Berisik!!!"

"Astaga! Manusia satu ini! Aku menelpon mu cuma ingin mengajakmu pergi ke club nanti malam," ajak Ansel.

"Tidak mau. Kau pasti akan menyewa wanita untuk duduk bersama kita. Aku malas," tolak Rendra.

"Ayolah, temani aku. Aku tidak mau sendirian kesana," rayu Ansel agar Rendra mau pergi bersamanya.

"Tidak mau!" kekeh Rendra.

"His! Aku tidak mau tahu, pokoknya nanti kau harus datang ke klub yang biasanya. Kalau tidak, aku akan meminta Ela untuk menemaniku saja!" ucap Ansel dengan mudahnya lalu mematikan sambungan telepon tersebut.

"Haish! Jangan sampai dia mengajak Ela kesana. Bisa-bisa geger satu rumah jika Ela pulang dalam keadaan mabuk."

Kebiasaan Ela ketika mabuk sangatlah buruk, ia bisa membuat rumah seperti diterjang oleh gempa dengan tingkah aneh dan suara teriakan melengkingnya.

"Ansel memang paling pintar membuatku untuk menurutinya."

Ansel dan Rendra tumbuh bersama sejak kecil. Karena itulah, Rendra dan Ansel pun jadi sahabat sampai sekarang. Bisa dibilang, hanya Ansel lah satu-satunya sahabat yang Rendra punya.

*

*

Club L, 20.00

Disana digemparkan dengan kedatangan dua tamu yang terkenal tampan dan kaya. Membuat para wanita bayaran ingin duduk menemani kedua laki-laki itu. Pastinya mereka akan mendapatkan uang yang sangat banyak.

Aura yang baru datang langsung bingung dengan berkumpulnya teman-temannya.

"Ini ada apa? Siapa yang kalian lihat?" tanya Aura yang penasaran.

"Mereka melihat dua laki-laki tampan disana Au. Mereka berdua adalah para pemimpin dari perusahaan besar di kota ini. Yang satu adalah pemimpin dari Kav Corp dan yang satunya adalah pemimpin NC Entertainment," jawab Sena yang sudah tahu.

"Oh, begitu. Pantas saja, kalian semua berkumpul disini. Tidak heran sih! Aku kira siapa, ternyata ada Ansel juga," balas Aura.

"Aku kesana dulu ya, Au. Ansel sepertinya memanggilku."

Aura mengangguk.

Sena duduk di samping Ansel dengan menyajikan satu gelas wine untuk pria tampan itu.

"Semakin hari, kau semakin cantik saja! Padahal aku baru seminggu tidak bertemu denganmu," rayu Ansel pada Sena. Sena tersipu. Sementara Rendra tersenyum kecut.

"Terima kasih Ansel. Kau juga semakin tampan," ucap Sena membalas pujian Ansel.

"Uh, makasih sayang," ucap Ansel kemudian mencium pipi Sena.

Pelanggan Sena yang hanya satu itu adalah Ansel. Meski begitu, Sena tidak iri pada yang lain.

"Cih!"

"Apa kau! Mau begini juga?" tanya Ansel.

"Tidak minat!" jawab Rendra dengan entengnya.

Rendra pun meneguk wine nya lalu fokus pada ponselnya, menghiraukan Ansel bersama wanita bayarannya.

"Sayang, kau panggil Aura sana! Aku ingin mengenalkan Aura pada pria batu ini," pinta Ansel dengan berbisik.

"Baik, tunggu sebentar ya."

Tak lama kemudian, Sena datang bersama Aura.

"Hai Au, lama tidak bertemu. Kau pasti sangat sibuk ya?" sapa Ansel pada Aura. Aura mengangguk kemudian duduk di samping Rendra.

Rendra yang masih sibuk dengan ponselnya menghiraukan percakapan Ansel.

"Ren, kenalkan dia adalah Aura, temannya Sena."

Rendra kemudian menatap wanita itu dengan tatapan tak bersahabat. Menolak untuk berkenalan dengan wanita itu. Jika wanita ini adalah temannya Sena, tentunya Rendra tahu bahwa wanita ini juga adalah wanita bayaran seperti Sena yang membutuhkan uang, dan menghalalkan segala cara untuk mendapatkan uang termasuk dengan menjual tubuhnya dan Rendra tidak suka itu. Ia benci pada wanita matre.

"Maaf atas sikapnya ya. Dia memang seperti itu. Namanya Rendra," ujar Ansel. Aura pun mengangguk.

"Kau sedang melihat apa? Sepertinya sibuk sekali," tanya Aura.

"Kita tidak saling mengenal! Tolong jangan menggangguku!" tolak Rendra.

Ansel yang melihat itu merasa kasihan pada Aura. Rendra, sahabatnya itu memang anti sekali pada wanita setelah menjalani percintaan yang menyedihkan. Selalu ditinggal pas lagi sayang-sayangnya. Satu kenyataan pahit yang harus Rendra terima, ternyata semua mantannya ternyata tidak pernah mencintai Rendra dengan tulus. Mereka hanya mencintai Rendra karena uangnya. Hal tersebutlah yang membuat Rendra menjadi anti wanita dan tidak percaya cinta lagi.

"Bukankah tadi Ansel sudah mengenalkan kita berdua? Aku Aura, dan namamu Rendra," ujar Aura.

Rendra tampak tak acuh dengan ucapan Aura. Aura justru dibuat penasaran oleh laki-laki di sampingnya ini. Hingga ia duduk semakin mendekat pada laki-laki ini.

"Ish! Apaan sih dekat-dekat! Jauh-jauh sana!" usir Rendra.

"Pepet terus Au, hahaha." Ansel malah dibuat tertawa oleh tingkah Rendra yang seperti bertemu dengan kuman.

"Dasar wanita genit!"

Ansel semakin tertawa karena melihat Rendra yang terus-terusan menjauh.

"Sudah Au. Biarkan saja. Bisa-bisa nanti dia pergi. Aku kan jadi tidak punya teman laki-laki disini."

"Oke deh!"

Aura berhenti untuk mendekat pada Ansel. Kini keduanya duduk dengan jarak kurang lebih satu meter. Aura terus memperhatikan laki-laki di sampingnya ini. Ia bisa merasakan bahwa laki-laki ini tidak percaya akan cinta dan tidak ingin dekat dengan wanita.

"Apa kau punya pengalaman buruk tentang percintaan?" tanya Aura.

Rendra tidak menjawab.

"Aku bisa membantumu untuk melepaskan semua kenangan buruk itu. Aku akan membantumu untuk percaya pada cinta dan wanita lagi," tambah Aura.

Tiba-tiba Rendra menyahut.

"Apa yang kau tahu tentang cinta? Lihat! Kau saja hanya wanita bayaran yang pastinya hanya memikirkan uang! Bisa saja kau juga menjual kehormatanmu hanya demi uang! Jangan sok, dengan mau membantuku segala. Pikirkan saja dirimu sendiri!"

Ucapan Rendra begitu tajam hingga menusuk ke dalam hati Aura. Tapi, dari jawaban tersebut Aura tahu sesuatu.

"Apa selama ini wanita yang mendekatimu karena uangmu?" tanya Aura membuat Rendra mendongak dan menatap wajah Aura.

*

*

TBC

Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!

Download Novel PDF
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!