Godaan Ranjang Tuan Dingin

Godaan Ranjang Tuan Dingin

GRTD 1 : MALAM TEMARAM

~ Malam ini, James! Jangan terlambat~

Nathalie berdiri dengan lutut bagian kanan tertekuk, dimana jempol kakinya memutar-memutar di lantai, seolah siap menari Balet. "Yeahhh!!! Yeahh!!! Jamess!!!

Jantung Nathalie berdebar kuat, kencan malam ini semoga lancar, semoga lancar, ekspetasinya sudah sangat tinggi. Malam ini adalah malam terindah, "Yahhh, ayang James."

Nathalie berputar-putar dengan tangan terentang. "Kita sambut, bidadari yang turun dari kayangan, terete ... teng ... teng ... "

Nathalie lalu berlagak seperti Bidadari yang mengepakkan sayap beberapa ayunan dan menekuk kaki ke bawah memamerkan kelenturan kakinya.

Dia menghirup bau harum vanila dari tubuhnya setelah seharian sudah perawatan tubuh, spa, masker dari ujung kuku kaki, sampai ujung rambut.

Ponsel bergetar yang adalah pesan masuk dari James-pacarnya:

~Meeting sudah mau selesai. Aku merindukanmu😍. Uch.~

Nathalie meregangkan tubuh, mengotak-ngatik ponselnya sambil menunggu masakan sapi lada hitam itu matang.

"Uuuuh gak sia-sia aku masak!" Nathalie membungkuk sambil membuka penutup panci dan uap beraroma manis menari-nari, merangsang reseptor penciuman pada aroma manis gurih dan liurnya semakin mengumpul banyak. "Harummmmmmm Ah."

"Semoga kamu menyukainya!" batin Nathalie dengan sorot mata haru dan penuh cinta.

Pintu kaca bergeser dengan berderit, seorang wanita berusia 44 tahun masuk dengan anggun, lalu jari-jarinya mendarat di pinggang sang putri. "Mommy mau berangkat. Vitamin jantung Daddy di laci, nanti disiapkan setelah Daddy makan, ya."

Mirabela lantas mencium pipi Nathalie dari samping dengan gemas. CUP. "Anak ini tidak biasanya masak. Anak jaman sekarang rajinnya pas ada maunya," batinnya.

"Pulang jam berapa? Jangan kemalaman. Mommy kan sudah janji akan menemui James. Huh!"

Mendengar gerutuan sang putri, Mirabela memeluk dan mengelus rambut anak semata wayangnya. "Iya, hanya sebentar, jika peresmian butiknya selesai. Mommy akan langsung pulang, sayang."

"Daddy yang menemani mu dulu, ya. Jangan cemberut dong? nanti cantiknya bisa hilang." Mirabella memegang dagu lancip putrinya sambil menatap mata hijau zamrud yang sudah berkaca-kaca, "mulai deh nona cengeng."

"Mommy begitu! selalu gagal bertemu dengan James." Nathalie mendorong Mirabela yang baru menempelkan hidung mancung pada hidungnya. "Cicipin, ini kurang apa?"

"Uch, uch!" Mirabella mendorong kepala sampai satu sendokan kuah dari tangan sang putri, masuk dalam mulutnya. Dia mengecap berulang kali pada aroma lada yang kuat. "Tambahkan satu sendok makan kecap inggris, dan saos tiram. Kenapa tidak menyuruh Chef Zana, sih?"

Mirabela terkekeh seraya mengamati jari lentik sang putri yang begitu menggemaskan dengan cat kuku warna biru. "Spesial buat 'ayang', ya?!

"Ah, Mommy, sana pergi, godain mulu!"

"Iya, iya, seh. Jangan lupa obat Daddy." Mirabela tersenyum getir, ada perasaan tak rela meninggalkan sendirian putri yang masih kekanakan begitu.

"Yup, Mam."

"Jaga dirimu baik-baik, Nak," batin Mirabela terasa ngilu dan geleng-geleng kepala lalu menyeka air matanya yang lolos ke pipi.

"Jaga putriku, Tuhan," ujar Mirabela. dia melihat putrinya dari ujung kaki sampai ujung kepala dan menggeser pintu, meninggalkannya dengan tidak rela.

Jam dinding menunjukkan pukul setengah enam sore. Nathalie menepis keresahan di depan cermin, dia sudah mematut diri dengan sedemikian rupiah dengan gaun casual putih.

Satu jam sudah sejak kepergian sang mommy, rumahnya langsung diguyur hujan disertai kilat putih di jendela dan suara petir terus menggelegar. Nathalie duduk tak tenang dan semakin memeluk lengan menyembunyikan kegelisahan saat hawa dingin merambat di sekujur tubuhnya. Padahal, semua pintu tertutup dari angin luar.

Ting-Tong!

"James," pekik Nathalie seraya berlari melewati ruang keluarga, ruang tamu dan begitu pintu kayu tinggi itu terbuka.

Srrrrr

Tubuhnya menggigil anginnya kencang, tetapi begitu terlihat sosok pacarnya yang seperti dewa turun dari langit sedang mengibaskan mantel dan rambutnya yang basah. Dia lantas lupa pada angin dingin dan berlari. "Jameeeees!!!"

"Maaf ya, terlambat." James menatap penuh cinta Nathalie, lalu melepas sepasang sepatu pantofel dan menaruh di dekat pintu dengan dimiringkan.

Kaus kakinya basah. James mengecek jendela pintu sedan Mercedes Bens hitam yang terlihat sudah rapat. "Hujannya begitu lebat."

Nathalie berdebar dan tersenyum malu-malu saat menerima genggaman tangan dingin James. Dia membusungkan dada karena listrik kasat mata dari genggaman itu. "Iya tidak apa-apa, yuk, cepat masuk. Dingin di luar."

Pintu tertutup. Desisan angin tak lagi masuk, tapi lantai lobby telah basah "Mommy sedang ada peresmian. Semoga nanti tetap bisa ketemu, ya James."

"Iya, itu memang tanggung jawab Mommy mu yang tak bisa ditinggalkan. Dan aku sungguh memakluminya. Lagi pula, masih banyak waktu ke depan, kan."

James masuk ke sebuah ruangan berdinding kaca dengan pemandangan luar taman. Cahaya temaram tanpa lampu yang mengandalkan lilin, serta peralatan dinner sudah diatur sedemikian rupa. "Wah, calon istri idaman!"

Nathalie tertunduk malu, dia gugup dalam menarik kursi untuk duduk James. Istri?" Dia merasakan wajahnya menghangat, tangannya menyalakan dua lilin merah setinggi 30 cm. "Istri?"

"Istri, apa ada yang kau mau selain itu?" seulas senyuman tak pernah lepas dari bibir James.

Nathalie menutup mulutnya dan tertawa malu. "Proyek di luar pulau yang harus kamu tangani sendiri, akan berlanjut hingga akhir tahun kah?" tanyanya untuk mengalihkan kegugupan.

"Hm, Wah apa ini kamu sendiri yang menyiapkan?" James ternganga sekaligus mengalihkan pertanyaan Nathalie.

"Iya, ini aku menyiapkan dengan tanganku sendiri." Nathalie menatap James dengan penuh kerinduan, ditariknya tangan James ke pangkuannya. Duduk di sebelah pacarnya membuat tubuhnya jadi panas dingin, apalagi hangat dari tangan James seolah tersalurkan padanya. "Ini bagiku sangat SPESIAL."

Nathalie menggenggam erat-erat tangan kekasihnya. "Demi merayakan hubungan kita yang genap 3 tahun."

James menyentuh pipi semu-semu merah Nathalie. "Terimakasih, Sayang." Sentuhan itu perlahan menjalar ke pipi dan akan mencapai mulut mungil dengan lipstik tipis yang glossy.

"Sebentar, aku bikinin jahe hangat." Nathalie kikuk karena sentuhan hangat tangan James, sehingga dia hanya berani beralasan dan kabur.

Nathalie berjalan ke pantry yang tidak jauh dari James, kira-kira empat meter. "Gimana rencana mutasi kerjaan kamu di pertengahan tahun ini? batal, kan, seperti dugaan ku. Sama seperti yang sudah-sudah."

James menghela nafas berat mendengar nada putus asa pacarnya. "Sepertinya batal. Bisakah kita fokus pada pertemuan kita? Aku itu sedang tidak mau membicarakan soal kantor sama sekali. Huft, maaf ya, sayang."

James meraih sebuah kartu mini di atas meja, terlipat rapih tulisan tangan ini. Dia melirik sesaat. "Apalagi, ini hari spesial bersama dengan kekasih yang paling aku rindukan ini."

"Rindu?" suara Nathalie terdengar malu dan menyindir.

James gemetar membaca setiap kalimat tulisan Nathalie dibawah cahaya lilin. Dia mendengar tawa Nathalie yang sarat akan kegetiran.

Sebuah cangkir muncul di dekat surat yang masih dibacanya. Aatu tetes air mata jatuh membasahi suratnya. Nathalie begitu tulus pada hubungan ini.

"Minum dulu." Nathalie duduk lagi.

Sebuah sentuhan hangat mungil itu terasa mendarat di bahu James yang bergetar. Pria itu mendongak sambil memegang tangan pacarnya, di pundaknya , lalu tersenyum penuh arti. "Terimakasih banyak ya, untuk semua ini, sayangku. Terimakasih."

James begitu merasakan kegetiran ini, terlebih mendapati Nathalie yang salah tingkah dengan wajah itu. Benar-benar gadis yang polos.

Kepala James condong ke samping. Pacarnya itu langsung melepaskan tangannya. Sungguh sangat pemalu- masih sama. Selama tiga tahun setiap kali akan mencium pipi Nathalie pasti wanita itu selalu punya alasan untuk menghindar.

"Kesukaan kamu ini sapi lada hitam." Nathalie terkikik saat mendapati James meminum jahe, melihat ini saja jantungnya seperti mau copot.

Hangat membasahi tenggorokan, entah dari temperatur atau jahenya. "Baunya sampai kesini loh, aku jamin rasanya pasti tak kalah enak. Apalagi kalau makannya disuapin pacar." James menjadi kikuk setelah senyuman Nathalie yang mengembang tapi malu-malu.

"Sungguh melihatmu bahagia seperti ini aku menjadi tidak rela melepasmu," batin James saat pacarnya itu mengambilkan makanan ke piring dan mulai menyuapinya.

Dua anak manusia saling memandang llau setiap dua detik pasti menurunkan pandangan. Begitu terus menerus selama suap-suapan. James oun sendiri bingung, menghadapi gadis tak biasa ini. Jadi ikut terbawa dan malu-malu kucing.

"Daddy pulang malam kah?" James berusaha mengatur detak jantung yang terus berdebar tak karuan.

"Biasanya satu jam lagi. Besok sore kita jadi ke Jogja, kan sayang?"

"Jadi." James mengedipkan satu mata dengan gemas dan disambut Nathalie yan menunduk. Bisa ditebak pasti wanita itu menyembunyikan senyuman malunya. Tingkah wanita ini benar-benar membuat detak jantungnya over speed.

"Si Lina kebetulan lusa ada meeting di Jogja. Jadi, kita bisa menemuinya meski hanya sebentar," kata James saat Nathalie kembali menatapnya. Ya, ampun rasanya ingin kugigit saja!

"Wah, seru! Akhirnya aku bisa menemui adik kamu. Aku makin nggak sabar!"

Setelah sekian lama pada akhirnya dia akan dikenalkan pada keluar James. Ternyata, pacarnya berniat serius dan tulus, dia tidak perlu menebak-nebak lagi dalam kegalauan hatinya,pikir wanita itu.

Nathalie makan malam dengan James dengan hati berbunga-bunga. Walau malam itu sangatlah dingin hingga terus membuat menggigil, tak menyurutkan kebahagiaan mereka dalam melepas kerinduan setelah enam bulan tidak bertemu.

Menonton film, bermain catur, ular tangga dan keseruan lainnya. Kemudian seakan baru tersadar, Nathalie melirik jam dinding. "Daddy belum pulang, sudah jam setengah sepuluh!"

James membaca kegelisaha dari raut wajah pacarnya. "Kenapa, Nath?"

"Daddy sudah malam belum sampai rumah. Hujannya lebat, kenapa dari sore juga belum reda." Nathalie menjauhkan diri dari sofa dan kembali menempelkan ponsel di telinga. "Aku coba hubungi Daddy."

Lima menit berlalu. Nathalie melirik dengan tak sabar ke ponselnya. "Nggak diangkat." Tiga menit berlalu "Aku telepon Sekertaris Bai, coba." Nathalie mencoba beberapa kali. "Nggak diangkat juga."

James mengerutkan kening pada sikap tak biasa pacarnya saat ketemu, mondar-mandir dan terus memandangi layar ponsel. Sampai nada dering panggilan membuat pacarnya itu mematung.

"Siapa, Nath? kenapa nggak di angkat?" James menyipitkan mata curiga.

"Gak tahu. Nomer baru."

"Coba diangkat siapa tahu penting." James mulai berdebar dengan sesuatu aneh yang kasat mata menyelimuti hatinya saat Nathalie mengangkat telepon.

"Halo, Malam." Nathalie mendengarkan dengan seksama pada suara seorang pria yang berbicara di telepon.

"Mommy, mom!" Nathalie tercekat, dunia terasa padam bagai terhempas ke jurang.

Pria yang sudah berdiri sejak perubahan wajah Nathalie itu langsung berlari saat benturan keras ponsel menghantam lantai.

Pada saat yang sama disusul tubuh Nathalie limbung dan masih sempat ditangkap oleh tangan James.

Nathalie menggelengkan kepala di tengah penglihatannya mulai kembali. "Telepon Daddy, cepat!"

"Ada apa, tenang .... Pelan-pelan, iya sebentar." James mendudukkan Nathalie di lantai. Pria itu mengecek ponsel Nathalie yang sudah padam entah terbentur tadi atau apa, yang jelas tidak menyala.

James meraih ponsel milik sendiri dari atas meja. Dia berusaha menghubungi orang tua Nathalie.

Dengan tergesa-gesa, Nathalie mengambil tas dari kamar dan ikut bergabung dengan sedan Mercedes Bens hitam milik James. Mobil itu menerobos hujan angin dam keluar dari halaman rumah besar.

Angin menggerakkan pohon besar sampai dahan-dahan berbunyi kretek-kretek membuat siapa pun yang mendengarnya ikut merinding.

"Gimana? belum diangkat juga?" James fokus mengendara, tak biasanya cuaca seburuk ini. Dia berharap tidak ada pohon tumbang. Semua kendaraan menepi, tetapi dia tak mungkin, pacarnya begitu kalut, dan di jalanan hampir tidak ada mobil lewat.

"Belum James, belum diangkat."

"Mungkin Daddy, di sana menunggu Mommy." James berusaha menenangkan pacarnya yang terus mengguncang ponsel dengan tidak sabar.

"James, bisa kan kamu lebih cepat! Aku takut Mommy ada apa-apa."

"Ini sudah pada kecepatan 90 kilometer, loh. Secepat apa lagi? Kau mau kita mai konyol? Lebih baik kita berdoa untuk mommy.

Waktu berjalan lambat, tangisan Nathalie semakin histeris. Dia menunggu dengan harapan telepon bisa tersambung menggunakan ponsel James, dan pandangannya kian nanar ke luar jendela.

Sejak sore gerimis mengguyur seluruh kota, belum ada pertanda akan mereda. Tumpahan air dari langit terus menumbuk kaca mobil dan mengaburkan pemandangan di depan. Persis seperti ramalan cuaca.

Desember seharusnya ceria. Mengapa sebaliknya?

CIIIIIIIIIIIIIIT !

Terdengar suara keras rem berdecit dari luar mobil mengalahkan suara hujan.

Bersamaan dengan James berteriak dan memandang bergantian ke depan dan ke rem yang tidak berfungsi.

Nathalie berteriak tepat di depannya mobil baru berhenti di lampu perempatan!

BRAKKKKKKK!!!

Sementara pria bermantel plastik tengah berdiri, satu sudut bibir membentuk seringai. Dia membetulkan kacamata yang mengembun. Dengan kegirangan menghentikan rekaman video, setelah sebelumnya berbicara: "-terseret sejauh lima meter. MISI BERHASIL WAKTU 11.20 PM."

Terpopuler

Comments

S. M yanie

S. M yanie

semangat kak...

2024-05-28

0

LatifahEr

LatifahEr

Fu... fu... fu... novel baru. Hebat, Kak. Salut aku. Semangat terus. Aku yang satu ngga selesai2. haha..

2022-12-22

1

UQies (IG: bulqies_uqies)

UQies (IG: bulqies_uqies)

Aku mampir kak, semangat yah 🥰

2022-12-16

1

lihat semua
Episodes
Episodes

Updated 47 Episodes

Download

Suka karya ini? Unduh App, riwayat baca tak akan hilang
Download

Bonus

Pengguna baru dapat mengunduh App untuk membuka 10 bab secara gratis

Ambil
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!