GRTD 4 : INI EDWARD BUKAN JAMES

Dinding bergaya eropa dengan bata merah di depannya , Nathalie melihat banyak penjaga dan pelayan yang menyambutnya di teras. "Rick, apa kamu tinggal sendiri?"

"Hm." Ricky membenarkan ucapan gadis izu6. Dia lantas menggendongnya bersama tongkat yang kini dipeluk Nathalie.

"Turunin! Rick! sembarangan!"

"Diam."

"Kenapa nggak pulangin aku ke rumah saja, sih!"

"Ini lorongnya jauh! Tidak baik untuk tulang keringmu."

Nathalie terus menggerutu sampai di depan pintu kayu berukir, baru merasakan pria itu menurunkannya dari.

Ricky telah melarang pelayan memasuki arena rumah utama malam ini. Pria itu membuka pintu ruang makan dan terlihat meja makan dengan didekor dengan nuansa putih. Ada lima keranjang rotan mini dengan hiasan boneka kelinci mini yang dilingkari berisi macam-macam kue. Lalu ada lebih dari dua set piring. "Rick?"

Nathalie mengernyitkan dahi dengan penuh tanda tanya pada pria yang tersenyum lebar. "Apa kita mau kedatangan seseorang?"

"Surprise!"

"KEJUTAN!"

"KEJUTAN, KAK NATH!"

Tiga tone suara yang dikenalnya menyentak dan menghangatkan jiwa. Nathalie berbalik dan terlihat tiga sosok di tengah pintu. Mata birunya membulat dengan sempurna. "Ahhhhh!" Tangan kiri Nathalie menutup mulut dengan tak percaya.

"Kalian!" Wanita itu berteriak histeris, mengucek matanya. Nathalie ambruk ke lantai bersamaan tongkatnya. "Kalian, kok nggak ngabarin, kenapa nggak bilang-bilang si!"

Pelukan datang dari segala arah. Pertemuan ini menjadi hadiah luar biasa bagi Nathalie setelah keluar dari rumah sakit.

"Inilah, hadiah untuk mu, Angsa kecil," batin Ricky dengan senyuman disembunyikan dan masih berdiri mengamati mereka.

*

Pantulan sinar matahari dari lantai marmer begitu menyilaukan. Namun, langit biru begitu cerah dan tanpa awan begitu dinikmati Nathalie yang kini duduk di depan kolam renang. Panas tidak terlalu berarti karena sapuan angin menyejukkan, sehingga betah berlama-lama di serambi rumah.

Edward pun duduk di sofa outdoor itu, ikutmemandangi kolam renang. Rasanya jadi ingin menceburkan diri menikmati matahari karena di London tengah musim dingin. "Nath?"

"Iya .... "

"Sekarang gimana perasaan kamu?"

"Jelas, senang banged, bisa bebas setelah tiga bulan di kamar terus." Mata Nathalie kian berbinar terus memandang air mancur dan menikmati gemericik air di susi kiri. Siapapun pasti akan betah tinggal di Manson Ricky.

Edward memperhatikan Nathalie tengah menyibak rambut panjangnya yang terbawa angin. "Lusa aku harus balik. Kalau kamu mau aku akan mengajakmu."

"Pergilah, aku tidak apa-apa," suara Nathalie mengecil pertanda dia sendiri tidak jujur dengan ucapannya. Memang apa yang diharapkan dari sahabatnya itu untuk tinggal lebih lama?

"Kamu akan kesepian kalau .... "

"Edward, terlalu banyak hal berkaitan aku tak mau meninggalkan kota ini." Dagu Nathalie berpangku pada kedua lutut yang dipeluknya. Dia tahu kemana arah pembicaraan ini.

"Aku akan menunggumu."

"Untuk apa?" Nathalie memiringkan kepala dan menoleh ke kanan.

"Dunia pasti berubah."

"Tidak dengan James!" Nathalie setengah berteriak dengan kepala terangkat.

"Tapi, Nath. Haaaaah!" Edward mengepalkan tangan. Dia menarik nafas dalam-dalam mencoba menenangkan emosi. Oto-otot wajahnya yang telah menegang dan dia membuang napas dengan kasar.

"Apa terlalu berat untukmu melupakan 'dia'. Pasti pria itu sudah mati, " batin Edward.

"Cukup, Edward."

Nathalie menghadap Edward, memegangi tangan Edward yang terkepal. Dia memejamkan mata sebentar untuk berpikir. Matanya terbuka saat mendwngar suara langkah kaki mulai mendekat daei dalam rumah. "Ku mohon jangan pernah bahas ini lagi, ya? Aku benar-benar memohon padamu - Sahabatku."

"Kak Nath, aku sudah siap!" Perkataan Isania terpotong saat berdiri di tengah pintu, menyadari ada sesuatu terjadi di antara Nathalie dan kakaknya.

"Iyaa, Isa, kamu sudah siap, ya?" Nathalie mencoba tersenyum dengan wajar saat menoleh ke kanan.

"Kamu napa, Ka Ed, kelilipan, kah?" celetuk Isania berusaha mencairkan suasana.

"Hah ... anginnya ini bikin mata pedes."

"Coba minta tolong Kak Nath. Aku gak bisa niup sih, habis makan rujak pedes." Isania terkikik.

"Ya Kak Nath, tolong tiupin kakakku, ya, kasian!" Isania mendorong punggung Nathalie.

"Eh, eh, iya, iya .... " Nathalie dengan terpaksa menuruti untuk meniup mata Edward karena sudah terlanjur berpura-pura tidak terjadi apa-apa.

Padahal Nathalie tahu mata Edward merah karena sedang menahan marah padanya. Dia menghadap Edward. "Mana .... " Dipegangi wajah cool itu dengan canggung saat Edward memandang ke atas. "Fuuuuh." Ia meniup pelan.

Edward mematung merasakan kehangatan tangan mungil di wajahnya. Hati ini semakin kalut saat mencuri pandang ke bibir yang meniupnya dan nafas Nathalie yang mengenai wajah.

"Udah, kan?" Nathalie menarik kepalanya mengamati dua mata deep-blue yang memandangnya dengan tajam.

"Belum." Edward mengambil kesempatan lagi dan berkedip pelan. "Ini yang kiri masih belum."

"Fuuuuhhhh. Fuuuhhh. Udahh?"

"Kayanya yang kanan, belum."

"Fuuuhhhh. Hm .... ?" Nathalie menup mata kanan.

"Eh, sekarang rasanya mata kiri yang kelilipan." .

Nathalie menarik kepala dan mengamati sahabatnya. "Kamu ngerjain aku, kan?"

"Benar ini yang kanan juga panas."

"Barusan katanya kiri?"

"Dua-duanya!" seru Edward saat Nathalie berusaha mencari jawaban.

Isania tertawa membuat kedua orang menjadi canggung.

"Ya, cukup. Terimakasih." Edward membuang muka.

Nathalie menjauhkan tangan dari pipi Edward dan langsung menunduk. Perempuan menggaruk tengkuk yang tidak gatal.

Suara langkah kaki makin mendekat mengembalikan kecanggungan mereka. Begitu juga Edward yang merentangkan tangan ke atas mengulet dengan memunggungi Nathaalie.

"Aku sudah siap ni." Atika menghampiri tiga orang dan merasakan ada sesuatu aneh, tetapi Isania justru senyum-senyum sendiri.

*

Langit biru keabu-abuan ketika lampu taman mulai menyala dan angin tidak sekencang tadi siang. Rumah dengan nuansa warna kuning itu bak Istana. Setapak taman itu berlantai marmer coklat kekuningan seperti warna belerang.

"Masih sakit, ta?" tanya Edward sambil berjalan mundur. Dihadapannya ada Nathalie yang mencoba melangkah tanpa tongkat.

"Iya, lumayan ngilu."

"Baru juga tiga minggu, dan gipsnya belum lama dilepas."

"Sudah nggak apa-apa," kata Nathalie yang hampir jatuh dan untung Edward menangkapnya lalu membantu berdiri.

Edward melirik jam. "Sudah istirahat dulu, sudah setengah jam."

"Edward, kapan ke Indo lagi?" Nathalie memandang tiap langkah kakinya yang mulai tidak terasa sakit untuk melangkah.

"James," Batin Nathalie. Setiap melihat dan teringat tulang keringnya yang retak, dia jadi teringat James. "Di mana kamu, James?" batinnya lagi sata merasakan kesakitan di dalam hatinya gara-gara belum melihat pacarnya sejak siuman.

"Hei!" Berulang kali Edward memanggil Nathalie yang diam dan hanya memandangi kaki. Jemari tangan wanita itu terlihat gemetar.

"Bagaimana aku bisa meninggalkan kamu dalam kondisi seperti ini, Nath. Kau masih sering melamun, itu tidak bagus untukmu" batin Edward.

"Ini semua karena ulahmu, Roman! Lihat saja sampai kau terbukti bersalah! Aku sendiri yang pasti menghabisi mu," batin Edward lagi.

"James," panggil Nathalie yang melihat bayangan James di depannya.

Mata edward membulat dan tidak mau mempercayai apa yang dilihat mata kepala sendiri. "Aku Edward, lelucon mu itu sungguh tidak lucu!" Edward memegangi wajah Nathaalie yang memucat.

"Nathaalie Sanwa, jangan bercanda!" Edward mengguncangkan tubuh Nathalie yang kaku Gadis itu mulai menangis sesenggukan.

"Tatap aku dan katakan ada apa?" Edward berteriak bingung

"James?"

Edward menggeram marah dengan panggilan lirih itu.

"Huuuuu ... huuuu ... huuu .... "

"Its me EDWARD .... sadarlah, jangan begini terus, berhentilah!" bisiknya dengan penuh penekanan di telinga Nathalie, hingga suaranya terbata-bata. "Ini aku, dimana kamu, My Bunny."

"Where are you? kemarilah aku menunggu mu, Nath! Disini!" Edward meremas rambut Nathalie di dalam pelukan. "Seberat apa bebanmu, katakanlah?"

"Tolong ceritakan apa yang sedang kamu rasakan?"Edward mengelus punggung Nathalie san meremas pinggang kecil yang bergetar.

"Jangan pergi dari aku,James," isaknya dan makin tenggelam dalam pelukan yang dia kira pacarnya karena tidak mau ditinggalkan lagi.

"Aku bukan James," kata Edward tercekat, mengapa Nathalie harus memanggil dirinya dengan pria yang paling dibencinya. "Ini Edward Stuart ...."

Terpopuler

Comments

Thata Chan

Thata Chan

dia Edward Stuart bukan Patrick Star😂

next kakak

2022-12-26

1

lihat semua
Episodes
Episodes

Updated 47 Episodes

Download

Suka karya ini? Unduh App, riwayat baca tak akan hilang
Download

Bonus

Pengguna baru dapat mengunduh App untuk membuka 10 bab secara gratis

Ambil
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!