Bunyi 'BIP' monitor memenuhi ruangan ketika Nathalie bangun di sekitar peralatan medis, dan tirai putih yang membatasi pandangannya.
Nathalie memerjapkan mata, ke arah kakinya yang tidak bisa digerakkan dan diperban. Badannya begitu ngilu.
Dia jadi teringat pada wajah James yang ketakutan disaat sebelum kecelakaan saat pria itu berusaha menginjak rem.
"James!!" teriaknya dengan lemah. Dia ingin tahu keadaan James. Nathalie mengacuhkan dokter dan perawat yang baru datang. Dia tidak bisa mencerna obrolan mereka saat mereka terus mengajukan pertanyaan padanya.
Setelah perawat dan dokter keluar dari ruang ICU, Atika masuk ke dalam kamar. Matanya langsung berseri-seri dengan hati lega melihat temannya siuman. Dia merangkul Nathalie yang masih lemah.
"Terimakasih Tuhan, terimakasih telah membawanya kembali." Atika terus meracau tidak karuan. Tuhan telah melindungi sahabatnya.
"Di James, aku mau melihat James! Lalu dimana mommy, aku mau melihatnya!" gumam Nathalie.
Atika tak kuat menahan untuk tidak menangis sehingga dia melepas rangkulan.
"Apa yang harus ku katakan!" batin Atika di tengah hatinya yang terasa bergetar. Dia mengelus tangan Nathalie lalu menjauh. "Sebentar, aku terima telepon dulu.
"Mom, Dad!" lirih Nathalie. Kepala terasa berat. Dia mencoba memejamkan mata untuk mengurangi nyeri yang tidak tertahankan.
*
Di ruang pribadi milik Ricky, di rumah sakit, perdebatan belum berakhir semenjak 30 menit lalu.
Atika menggigit bibir bawah dalam kebingungan. "Aku ludah bilang ke kamu loh, Rick? Dia keras kepala! Jika ingin melihat mamanya, ya harus melihat sendiri." Atika bergidik, bulu kuduknya merinding.
"Tapi pasien baru saja melewati masa kritis, ini 20 hari loh. Kabar seperti itu pasti mengguncang jiwanya," kata Ricky dengan tenang pada dua orang yang tengah duduk di sofa empuk, sementara dia masih berdiri menyembunyikan tangan di saku celana.
"Aku mau yang terbaik untuknya," kata Edward seraya mengatubkan kedua tangan di depan mulut. Tatapan itu makin dingin. "Apapun itu asal jangan membahayakan Nath."
"Atau sebaiknya kita pikirkan cara yang lain," imbuh Edward sambil berpikir. Ujung sepatunya terus mengetuk-ngetuk lantai.
"Tapi apa? Kepalaku udah mau pecah! Malangnya nasib Nathalieku!" Atika sesenggukan dan merangkul bahu Edward.
Betapa berat situasi yang dihadapi Nathalie membuat orang-orang disekelilingnya dilanda kebingungan.
"Aku ada ide," celetuk Dr. Ricky.
"Ide apa?" Atika dan Edward menjawab bersamaan.
*
*
Tiga bulan berlalu. Pagi itu, Nathalie berdiri di kamarnya, dengan tongkat di lengan kanan. Dia mengamati ke luar jendela meratapi dunianya yang berubah 180 derajat.
Matanya berkaca-kaca. Dia sakit, tetapi bukan tubuhnya , melainkan hatinya yang hancur. "Mengapa semua orang yang kucintai menjadi sulit kujangkau!"
Dia meremas tongkat penyangga karena merindukan Atika yang sudah dua minggu di Australia, sedangkan Edward juga tidak menghubungi. Sekarang tulang keringnya mulai menyambung. "Dr. Rick yang bukan siapa-siapaku, selalu menyempatkan waktunya untuk menemaniku latihan berjalan."
Suara pintu berderit di belakang nya, membuat Nathalie terdiam.
Ricky tertegun, tampak sebagian wajah Nathalie yang terlihat saat wanita itu mengusap pipi dan hidung dengan tangan kiri. Lelaki itu melangkah dan kembali merapatkan pintu di belakangnya. "Selamat pagi, Tuan Putri."
Nathalie memutar tumit 180 derajat. Ia berusaha tersenyum seperti tidak ada apa-apa. "Dr. Rick." Wanita itu merasakan hatinya kembali bergetar.
Ricky mendekat dan mengayunkan sebuket bunga tulip berwarna merah dan orange. "Lihatlah, bunga tulip ini baru saja dipetik!"
Pria itu menunggu dan Nathalie mengamati bunga tanpa menyentuh. Sorot kesedihan dari netra zamrud lagi. Kemudian dia membantu Nathalie duduk di sofa, di dekat jendela dan menyerahkan buketnya.
Wanita itu melamun dengan jari-jari lentik membelai kelopak bunga. "Mengapa selalu membawakan aku bunga tulip? Untuk apa nggak ada gunanya!"
Dr Rick bersimpuh di lantai. Kedua tangannya mengelus tangan wanita yang menggenggam pangkal buket. "Tidak apa sekarang kamu marah, dan tidak apa-apa kamu sekarang merasa sedih ... ini normal."
Ricky dengan perasaan trenyuh menatap lebih dalam ke netra zamrud yang berkaca-kaca. Hati Ricky terasa mengkerut. Dia sering menemui pasien menangis atau marah, tetapi saat sahabat dari Atika ini baru terisak, itu sudah mulai mengganggu konsentrasinya. "Aku ada di sini bersamamu, kamu tidak sendirian."
"Kemalangan gadis ini, membuatku bersimpati, dan lebih jauh hanya empati. Cukup sampai di sini," batin Ricky ragu.
"Atika dan Edward, mereka juga sangat menyayangimu. Mereka selalu mendukungmu. Walaupun, mereka sekarang jauh," kata Ricky getir saat Nathalie mulai menangis. Dia menjadi bertanya-tanya apa yang dikatakannya salah?
Ricky menunduk lalu mencium jemari Nathalie yang mencengkeram tulip. Wajahnya mendekat ke wajah sendu itu dan kening mereka bersentuhan. "Coba amati tulip ini. Mengapa Tuhan menciptakan bunga-bunga cantik yang berwarna orange. Apa kamu tahu alasannya?"
Nathalie menggelengkan kepala dengan lemah dan bibir gemetar. Dia bertanya-tanya untuk apa pria di depan mempedulikannya?
"Karena orange itu terlihat menyala-nyala seperti api. Semangat kita harus juga membara seperti api."
"Daddy, Mommy," teriak Nathalie di dalam hati. Tiga bulan yang sangat menyakitkan tanpa keberadaan orang tua.
"Dengarkan aku, Nath. Tuhan memberi kehidupan kepada bunga-bunga cantik ini. Bila kita mau meresapi, tandanya kita harus yakin jika suatu saat kehidupan kita akan bersinar seperti bunga-bunga ini yang bermekaran."
Nathalie mulai histeris memanggil daddy dan mommy yang entah di mana. Perkataan pria itu menyentuh dan menembus hatinya terdalam saat ia sendiri membutuhkan dukungan dan kekuatan untuk bisa bertahan.
Dia merengkuh kepala Ricky. Beban yang sangat berat ini terasa seperti menenggelamkannya. Sesak dihati membuat dia sulit bernafas. Dia memukul-mukul punggung Dr. Ricky. Tulang-tulang penyangga di tubuhnya seperti ambruk, lalu tidak bisa menopang beban tubuhnya. Ia jatuh dari sofa ke dalam pelukan Dr. Ricky.
Tangisan dan racauan gadis dalam rengkuhannya begitu memilukan. Dr Ricky makin mengeratkan dekapan sambil mengelus bahu Nathalie. Suaranya gemetar, " Tuan putri, kita bisa memilih untuk optimis. Aku yakin kamu mampu melawan ini semua."
Nathalie ingin bersembunyi dalam pelukan Dr. Ricky dari semua beban. Semangat telah sirna bersama harapan yang telah mati.
Satu jam kemudian, Ricky menggendong Nathalie dan dibaringkan di ranjang pasien. Meski wanita itu tidur, tetap saja kegelapan seperti menyelimuti wajah gadis itu.
"Beristirahatlah, hari masih pagi, tetapi bebanmu sudah seperti menguburmu hidup-hidup." Ricky merapikan rambut kusut yang menutupi wajah sembab Nathalie.
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 47 Episodes
Comments
Wira Renaulty
lanjut donk.. jgn kelamaan...
penasaran tauuuu
2022-12-19
2
Wira Renaulty
daddy mommy and james kemane?
ap mereka sdh tiada?
aku blm dpt niii,,, bingung dan penasaran... hummm😏
2022-12-16
2