Yes! I Love You, Sir!
"Huuffft ...!"
Di dalam ruangan kecil apartemen studio, lagi-lagi Olivia menghembuskan kekecewaan bersama-sama dengan kekesalannya.
Satu persatu pakaian dari dalam lemarinya sudah dia coba di depan cermin, namun tidak ada satupun yang rasanya layak untuk dikenakan ke pesta kantor malam ini.
Hampir semua baju-baju miliknya sudah berpindah posisi ke atas tempat tidurnya, Olivia pun berbaring dengan kasar di atasnya.
Kartu kredit di dalam dompet, dilirik dengan ujung matanya, sambil berpikir keras.
Apakah setimpal jika harus menambah pengeluaran untuk tagihan bulanan, hanya demi membeli selembar kain?
"Aaarrrghh ...!" Frustrasi, Olivia berteriak dengan suara tertahan.
Tapi ... Tunggu! Olivia teringat sesuatu.
Kotak-kotak kardus yang masih tersusun rapi di sudut kamar, dipandangi Olivia dengan penuh dugaan.
Sudah lebih dari setahun waktu yang berlalu, semenjak mendiang mommy dari Olivia meninggal dunia, tapi barang-barang peninggalannya yang cukup berarti bagi Olivia, masih tersimpan di dalam kardus-kardus.
Kamar apartemen studio yang sempit, membuat Olivia tidak bisa mengeluarkan isi dari dalam kotak-kotak kardus itu, dan mau tidak mau, hanya bisa menggeletakkannya di sudut ruangan.
Kalau tidak salah, di antara kardus itu, ada yang berisikan beberapa gaun lama yang menjadi kesayangan mendiang mommy-nya, ketika beliau masih hidup.
"Mom! Kau tidak akan marah kalau aku memakainya, kan?" Olivia bicara sendiri, seolah-olah sedang meminta izin pada mommy-nya di situ.
Olivia melompat turun dari atas tempat tidur, dan segera membongkar kardus-kardus, untuk mencari di mana keberadaan gaun yang mungkin bisa dia pakai.
"Found it!" Sambil membentangkan salah satu gaun ke atas tempat tidurnya, Olivia tersenyum lebar. "It's perfect!"
"Mom! Aku pinjam baju mommy yang satu ini, ya?!" ujar Olivia, lalu bergegas ke kamar mandi.
***
Andersen's Construction, di perusahaan konstruksi terbesar di negeri itulah, Olivia menjadi salah satu karyawan di divisi hubungan masyarakat, selama lima tahun belakangan, semenjak dia lulus dari universitas.
Namun, selama Olivia bekerja di kantor utama perusahaan itu, baru kali ini perusahaan raksasa itu bisa mengadakan pesta gabungan dari beberapa kantor cabang, yang berada di seluruh penjuru negeri.
Pesta yang dianggap spesial bagi semua karyawannya, hingga sebagian besar rekan kerja Olivia sibuk berbelanja pakaian baru, agar bisa tampil maksimal di sana.
Tapi, tidak bagi Olivia. Seistimewa apapun pesta itu, Olivia tetap harus berhati-hati menggunakan uangnya.
Gaun lama mommy-nya masih terlihat indah dan pas di badan Olivia, hingga membuatnya terlihat cantik dan mirip dengan mommy-nya semasa beliau masih muda dulu, dan itu sudah lebih dari cukup bagi Olivia.
Di depan cermin di kamarnya, Olivia melengkapi penampilan vintage-nya dengan menggerai rambut coklat panjangnya yang bergelombang.
"Mom! Lihatlah!" Olivia melirik beberapa foto yang ditempelkannya di dinding kamar.
Foto-foto favorit Olivia saat bersama mommy-nya, dan beberapa foto lama yang menjadi peninggalan terakhir, yang menunjukkan kenangan manis akan kebersamaan daddy dan mommy-nya, semasa mereka masih hidup.
"Aku mirip sepertimu, kan?! ... Okay, okay! Mommy masih lebih cantik dariku. Tapi, itu kesalahan mommy karena memilih daddy yang tidak tampan ... Sorry, dad! Tapi memang begitu kenyataannya."
Lagi-lagi, Olivia berbicara seolah-olah dia sedang berbincang-bincang dengan mendiang kedua orang tuanya, di dalam kamar itu.
Untuk beberapa saat kemudian, rasanya air mata Olivia akan menetes saat itu juga, padahal dia tidak mau merusak riasan tipis yang sudah terpakai di wajahnya.
"Okay, mom! ... Dad! ... Aku pergi dulu! Kalau aku masih di sini, maka riasanku akan rusak, dan mommy pasti akan memarahiku," ujar Olivia, sambil menyambar tas kecil dari atas meja rias, dan menggantung tali panjangnya di salah satu sisi pundaknya.
"Bye! ... Muaach!" Olivia kemudian beranjak keluar dari kamar apartemennya, setelah memberi kecupan perpisahan kepada foto kedua orang tuanya.
***
Padatnya jumlah kendaraan yang berada di halaman gedung itu, membuat taksi yang menjadi tumpangan Olivia, tidak bisa mengantarkan Olivia sampai ke dalam, dan hanya bisa menurunkan Olivia di depan pintu gerbang pagar.
Mau tidak mau, Olivia harus berjalan kaki ekstra untuk mencapai gedung yang menjadi tempat pesta berlangsung, yang letaknya cukup jauh dari gerbang depan.
Sambil melirik ke kakinya, Olivia tersenyum kecut.
Karena walaupun hak sepatunya tidak terlalu tinggi, namun tetap terasa sangat melelahkan saat harus berjalan kaki sejauh itu, sambil mengenakan sepatu seperti itu.
Kalau Olivia tahu akan begitu keadaannya, maka dia hanya akan memakai sepatu kerjanya yang datar saja.
Tapi, mau bagaimana lagi?
Penyesalan memang datangnya pasti belakangan, dan tidak mungkin Olivia melepaskan sepatunya sekarang ini, lalu berjalan hanya dengan bertelanjang kaki.
Sudahlah!
Asalkan Olivia berjalan santai, maka mungkin kakinya tidak akan lecet.
Olivia juga tidak perlu terlalu memikirkan kedatangannya ke pesta itu, yang waktunya sudah sangat terlambat.
Karena dengan banyaknya orang yang hadir di pesta itu, belum tentu ada dari mereka yang akan menyadari keterlambatannya.
Diterangi lampu taman yang dipasang di sepanjang jalan mengarah ke gedung, Olivia berjalan pelan sendirian, sambil melihat-lihat kendaraan yang terparkir di sepanjang jalannya itu.
Benar-benar tidak main-main jumlah, dan beragamnya jenis kendaraan yang ada di sana.
Mulai dari kendaraan yang berkelas menengah ke bawah, hingga yang kelasnya paling atas dengan harga ratusan ribu sampai jutaan dolar, tampak terparkir di sana.
Olivia menggeleng-gelengkan kepalanya.
Jika saja Olivia sampai memiliki uang sebanyak itu, maka rumah lama keluarganya akan dengan mudahnya terbeli kembali.
"Sorry, mom! ... Dad! Aku masih berusaha. Please don't be mad at me ...! Tetaplah kalian do'akan, agar aku bisa berhasil suatu saat nanti!" ujar Olivia berbicara sendiri.
Sekilas, ingatan akan bayangan wajah kedua orang tuanya, terlintas di pikiran Olivia.
Daddy-nya yang berprofesi sebagai seorang pemadam kebakaran, meninggal dunia dalam kecelakaan kerja, ketika Olivia masih berusia dua belas tahun.
Santunan dari pemerintah akan tindakan kepahlawanan dari daddy Olivia, tidak bisa membantu banyak untuk kebutuhan hidup Olivia dan mommy-nya.
Walaupun mommy-nya pernah bekerja di perusahaan tempat Olivia bekerja sekarang ini, tapi karena faktor usianya yang sudah tidak lagi muda di saat itu, mommy-nya akhirnya hanya bisa bekerja paruh waktu di sebuah coffee shop.
Namun, demi harapan Olivia dan mendiang daddy Olivia semasa hidupnya, yang ingin agar Olivia bisa berkuliah di universitas swasta ternama di kota itu, membuat mommy-nya tetap berusaha keras, agar keinginan kedua orang penting dalam hidupnya itu bisa tercapai.
Sampai-sampai, mommy-nya nekat menjual rumah peninggalan daddy-nya, dengan alasan bahwa mommy Olivia tidak mau mengecewakan impian dari mendiang suaminya itu.
Walaupun mommy-nya tidak pernah mengungkit tentang rumah lama mereka yang terjual karena sekolahnya, namun Olivia tetap bertekad agar rumah itu nanti menjadi milik mereka lagi.
***
Ketika Olivia tiba di gedung, keringat yang membasahi keningnya membuatnya menunda untuk segera masuk ke dalam gedung itu, dan memilih untuk berdiri di bagian samping gedung untuk menurunkan suhu tubuhnya.
"Miss! ... Please, help! ... Grandpa sakit!"
Seorang anak kecil, tiba-tiba menghampiri Olivia dan berbicara sambil menarik bagian rok dari gaun Olivia, seakan-akan sedang mengajak Olivia agar segera ikut dengannya.
Olivia melihat ke sana kemari, namun di luar itu tidak terlihat siapa-siapa, sedangkan anak kecil itu tampak panik, dan terburu-buru agar bisa membawa Olivia bersamanya.
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 97 Episodes
Comments
Wiwik Saidatur Rolianah
sungguh kenangan indah
2023-03-22
0
Erni Fitriana
mampir thor..setuju pisan..klo mau komen pelajari dulu isi suatu cerita
2023-01-26
0
$uRa
wahh..baru lagiii. ini sepertinya juga menarikkk...baca ahhh
2022-12-17
0