Balikan, Yuk!
"Taktik utama untuk balas dendam terhadap mantan ialah, mengajaknya untuk balikan, kemudian mencampakkan."
****
Cinta adalah suatu hal yang teramat begitu indah, apalagi ketika merasakannya disaat masa-masa SMA. Rasa sakit penuh luka bisa tiba-tiba sembuh oleh cinta. Apalagi kalau bisa lebih bermanja pada si dia.
Kata-kata itu seakan menjadi sebuah tamparan telak bagi Aldevaro yang baru merasakan indahnya cinta, namun diharuskan berhenti di tengah jalan akibat suatu kesalahan yang bahkan ia saja tidak tahu, di mana letaknya?
Peringatan satu bulan jadian sekitar dua tahun yang lalu masih teringat sangat jelas di kepala Aldevaro sampai detik ini. Aldevaro yang pada saat itu baru menginjak kelas sepuluh mencoba peruntungan berpacaran dengan gadis sebaya yang tak lain adalah anak dari tetangga baru di kompleksnya.
Namanya, Zeva. Dia cantik, pendiam, juga sedikit pemalu. Dia memiliki hobi yang sama dengan Aldevaro, di mana ia pun memiliki hobi bermain badminton. Pertemuan mereka waktu itu berawal ketika Aldevaro baru saja menginjak bangku kelas satu sekolah menengah pertama. Saat itu, Aldevaro yang baru aja pulang sekolah langsung disuguhkan dengan kedatangan tetangga baru yang rumahnya tepat berhadapan langsung dengan rumahnya.
Waktu itu, Aldevaro tidak sengaja menginjak sebuah barang yang tergeletak di tanah. Ia pikir itu sampah. Ketika Aldevaro hendak membuangnya, seorang gadis seumurannya datang seraya marah-marah, kemudian merebut barang yang Aldevaro lihat adalah sebuah boneka, atau semacam gantungan kunci.
"Iiiih! Ini tuh bukan sampah! Sembarangan aja mau dibuang,"
Kalimat itu. Kalimat pertama yang Zeva lontarkan pada Aldevaro di hari pertama pertemuan mereka. Saat itu, yang bisa Aldevaro lakukan hanyalah cengo dengan sesekali mengerjapkan mata.
"Sorry! Gak sengaja,"
Bukannya berniat kembali membalas, Zeva malah pergi begitu saja sambil menghentak-hentakkan kedua kakinya. Gadis itu kemudian masuk ke dalam rumahnya yang Aldevaro tebak masih belum selesai dibereskan.
Karena bingung, Aldevaro pun memilih lanjut pulang ke rumah dengan sesekali menggeleng-geleng kepala. Namun, tak sampai berhenti di sana, setelahnya di hari-hari berikutnya, Aldevaro mencoba mendekatkan dan mengakrabkan diri pada Zeva. Bukan hendak menggombal, atau hal-hal lain yang berada di luar pemikiran.
Aldevaro hanya ingin meminta maaf atas kesalahannya yang telah merusak barang milik gadis itu.
Em, memang tidak sampai rusak juga, sih. Hanya sedikit kotor, sepertinya masih bisa dicuci? Tapi tidak tahu kenapa, Aldevaro tetap merasa bersalah saat itu, sehingga ide konyol yang sebelumnya tidak pernah terlintas di kepala, langsung Aldevaro lakukan tanpa persiapan sedikit pun.
Dan, ya. Awalnya memang masih tetap tidak berhasil. Aldevaro bahkan sering sekali mendapat perlakuan dingin dan jutek dari Zeva.
Hingga tak berapa lama setelah kejadian di mana Aldevaro terus-menerus mengikutinya tanpa jeda, akhirnya Zeva mulai membuka hatinya untuk memaafkan Aldevaro dan berusaha melupakan kesan menyebalkan yang sebelumnya sempat tertanam.
Dan sejak saat itu, dua orang remaja tanggung itu menjadi semakin dekat. Mereka juga telah bertukar informasi nama dan sering keluar masuk dari rumah masing-masing untuk bermain bersama. Sayangnya, mereka tidak satu sekolah pada waktu itu. Zeva lebih memilih bersekolah di SMP khusus putri yang jaraknya lumayan cukup jauh dari letak sekolah Aldevaro.
Hari-hari terus Aldevaro lalui bersama Zeva. Sampai pada suatu ketika, Aldevaro menyadari satu hal bahwa dirinya menyukai Zeva.
Zeva yang pendiam, polos, dan jarang sekali tersenyum alias si muka jutek, sanggup membuat Aldevaro, si cowok datar nan kaku yang tidak pernah tersenyum dibuat tertawa oleh candaannya.
Iya. Zeva memang gadis pendiam dan bermuka jutek. Tapi jangan salah. Sekalinya kalau gadis itu sudah bercanda, kalian akan lupa bahwa orang yang berada di hadapan kalian saat ini adalah orang yang sama.
Hampir tiga tahun lebih memendam perasaan, Aldevaro akhirnya memutuskan untuk mulai berani menyatakan perasaannya pada Zeva. Waktu itu, Aldevaro baru saja diterima masuk SMA paling bergengsi yang sudah dari sejak lama ia idam-idamkan.
Aldevaro masih ingat betul, di mana pertama kali dirinya menembak Zeva. Kalau tidak salah ingat, di tengah alun-alun ibu kota.
Dengan bermodalkan nasihat dari teman ke teman, Aldevaro berusaha untuk tetap ber-positive thinking, dan mencoba mengenyahkan segala kemungkinan terbesar bahwa Zeva akan menolak cintanya.
"Va! Sebenernya, ada yang mau gue omongin ke lo!"
"Hm? Ngomong aja. Gue dengerin,"
Fyuh... "Gue suka sama lo! Lo mau gak jadi pacar gue?"
Detik itu juga, dunia seakan berhenti berputar pada forosnya selepas Aldevaro mengutarakan perasaannya pada Zeva. Reaksi Zeva yang terdiam kaku, semakin membuat Aldevaro pasrah jika pada akhirnya, Zeva benar-benar akan menolak cintanya.
"Gue mau!" Mendengar kalimat tak terduga itu, Aldevaro yang pada awalnya menunduk langsung mendongak, dengan sepasang bola mata yang membulat seolah siap keluar dari tempatnya.
"Hah?! Serius?" Demi apa pun, Aldevaro masih tidak percaya dengan apa yang baru saja ia dengar!
Zeva menerima cintanya? Ah, yang benar?
Bukan jawaban lisan yang terucap dari mulut Zeva, melainkan anggukan kepala mantap disertai kedua pipinya yang sedikit merona. Melihat hal itu, Aldevaro hanya bisa mengulum senyum bahagia sambil menahan diri untuk tidak bertingkah heboh saat itu juga. Apa pun yang terjadi, Aldevaro harus tetap jaga imej di depan Zeva.
Setelah hari di mana Aldevaro mengutarakan perasaannya, mereka berdua menjadi semakin sering bertemu satu sama lain. Sayangnya, mereka memilih merahasiakan hubungan dari kedua keluarga.
Sebenarnya, Aldevaro tidak ingin melakukan hal itu. Karena yang ia mau adalah, kedua orangtuanya tahu bahwa Zeva adalah pacarnya. Sayangnya, demi Zeva yang sifatnya pemalu, Aldevaro pun setuju untuk merahasiakan hubungan mereka.
Sampai pada suatu ketika, saat hubungan mereka berjalan satu bulan, cinta yang selama ini Aldevaro jaga sepenuh hati, pergi begitu saja tanpa kabar yang pasti.
"Please, Zeva, angkat telepon gue! Lo di mana, sih?"
Aldevaro masih tidak percaya dengan apa yang telah terjadi hari itu. Padahal, satu hari sebelumnya, mereka masih saling melempar canda sambil memikirkan hadiah apa yang akan mereka berikan pada masing-masing untuk memperingati satu bulan jadian.
Sayangnya, tepat ketika Aldevaro baru saja pulang dari sekolah, hal yang tidak terduga telah terjadi. Di mana halaman rumah Zeva yang biasanya selalu terlihat rapi dan bersih, mendadak kacau dengan beberapa barang perabotan rumah tangga yang rusak dan berceceran di halaman depan.
Detik itu juga, Aldevaro langsung berlari ke arah pintu masuk. Mencoba untuk mengetahui keadaan Zeva. Dan hal lain yang baru Aldevaro sadari adalah, pintu rumah itu terkunci. Mobil yang senantiasa terparkir di garasi pun mendadak hilang entah ke mana.
Panik! Aldevaro lantas menghubungi Zeva untuk menanyakan di mana keberadaan dia saat ini. Sialnya, nomornya tidak aktif. Dan itu semua sanggup membuat Aldevaro cemas setengah mati.
Cukup lama Aldevaro terus berusaha menghubungi Zeva, namun tetap berakhir sama, ia pun memutuskan mengalah dan pulang terlebih dahulu ke rumahnya.
Belum sempat tangannya menyentuh gagang pintu, seseorang dari dalam telah berhasil membukakan pintu tersebut, yang tak lain adalah sang mama sendiri. Tampak raut wajahnya yang begitu syok ketika mendapati Aldevaro berada tepat di hadapannya. Tatapan matanya kemudian berubah lesu yang diiiringi helaan napas berat setelahnya.
"Mama—"
"Ada titipan dari Zeva. Katanya buat kamu," sang mama, Regina, memberikan sebuah kotak berukuran sedang berwarna cokelat yang katanya dari Zeva.
Karena penasaran, dengan tergesa-gesa Aldevaro meraih kotak tersebut dan berjalan memasuki kamarnya, kemudian menguncinya dari dalam. Tas sekolah yang berada di kedua pundak langsung ia lempar sembarangan. Dasi abu-abu yang menggantung di kerah kemeja pun turut ia tarik tanpa aba-aba.
Ketika kotak tersebut telah Aldevaro buka sepenuhnya, tampak sebuah amplop disertai sebuah gantungan kunci yang terbuat dari kayu, terukir sebuah nama yang diambil dari gabungan nama mereka.
☆ZEVARO☆
Gantungan kunci itu seolah menyimbolkan satu hal bahwa Aldevaro dan juga Zeva, tidak akan pernah berpisah sampai kapan pun.
Sayangnya, apa yang Aldevaro simpulkan tak sama dengan isi dari surat yang Zeva tulis sendiri di dalam amplop putih itu.
Dear, Varo
Selamat hari jadi kita yang ke 1 bulan! Maaf, ya, aku ngucapinnya lewat surat. Dan maaf juga karena sepertinya, hubungan kita mungkin cuma bisa sampai di sini aja.
Maaf, aku pergi gak bilang-bilang. Sejujurnya, aku juga baru tahu hari ini.
Aku gak bisa jelasin keadaan aku ke kamu saat ini seperti apa!? Tapi yang jelas, Aku benar-benar minta maaf! Aku bukan bermaksud buat nyakitin kamu apalagi mainin perasaan kamu. Aku hanya bingung harus bilang dari mana.
Var...
Lebih baik kamu lupain aku. Tolong kamu ikhlasin aku. Aku gak mau hanya karena satu orang cewek kayak aku akan merusak masa depan kamu. Dan aku harap di masa depan, kita gak akan ketemu lagi.
Untuk:
Aldevaro Wirathama♡
Dari:
Zeva Anindira
Kesal? Jelas!
Surat macam apa ini, yang diawali dengan kata 'selamat', namun malah diakhiri dengan kata 'maaf'?
Sampai di sini aja? Maksudnya putus?! Tidak! Aldevaro tidak terima!
Dengan menahan berbagai amarah dan kekesalan, Aldevaro kembali mencoba menghubungi Zeva dengan segala cara. Nyatanya, nomornya masih tidak bisa dihubungi seperti sebelumnya.
Cinta yang selama ini Aldevaro jaga sepenuh hati, pada akhirnya kandas di tengah jalan. Sial! Apakah ini yang dinamakan di-ghosting?!
Rasanya sakit, sungguh! Apalagi ketika rasa cinta itu tengah berada puncaknya. Dan dengan pernyataan sepihak tentang hubungan mereka yang diharuskan berakhir begitu saja, tubuhnya seakan dijatuhkan ke jurang gelap nan berbatu.
Dan, ya. Sejak hari di mana Aldevaro dicampakkan, ia mulai mencoba untuk melupakan Zeva, walau pada dasarnya ia masih tidak rela. Pada akhirnya, 'cewek' kini menjadi makhluk yang paling Aldevaro benci di dunia ini.
Dua tahun lamanya semenjak kejadian di-ghosting, sosok yang hampir Aldevaro lupakan dari mulai rupa, tawa, serta senyumnya, kembali ke hadapan Aldevaro dengan status, MANTAN PACAR!
Zeva Anindira. Siswi pindahan di kelas XII IPA 2, alias kelas sebelah. Kini berdiri tepat di hadapan Aldevaro dengan penampilan yang jauh berbeda dari dua tahun yang lalu.
Rambutnya yang seingat Aldevaro dulu hanya sepundak, sekarang panjangnya menjadi sepunggung. Raut wajahnya yang pemalu juga sudah tidak ada lagi. Hanya ada Zeva si wajah jutek yang terlihat semakin dewasa.
Saat itu juga, amarah yang selama dua tahun ini Aldevaro pendam kembali meluap. Perasaan benci akibat ditinggal begitu saja lagi-lagi bersinggah tanpa berniat meminta izin terlebih dahulu.
"Varo?"
Varo? Zeva memanggil Aldevaro dengan nama panggilan yang bahkan hanya ia yang memanggil Aldevaro dengan panggilan itu.
Sial!
"Hai! Gi-gimana kabar kamu? Kamu baik-baik aja, 'kan?"
Haha. Kalimat basa-basi rupanya. Sayangnya, Aldevaro sudah terlanjur benci untuk sekadar disapa manis oleh mantan yang sudah mencampakkannya disaat ia lagi sayang-sayangnya.
Tanpa bicara sepatah kata untuk membalas sapaan dari sang mantan, Aldevaro lantas melenggang dari hadapan Zeva dengan memendam perasaan dendam yang tak bisa terelakkan. Sejak hari itu, Aldevaro berjanji satu hal pada dirinya sendiri.
Balas dendam!
Ya, Aldevaro harus membalaskan dendam atas apa yang sudah gadis itu lakukan kepadanya. Setidaknya, berusaha mengajaknya balikan kemudian balik mencampakkan seperti dulu, mungkin akan membuat dia sadar bahwa, seorang Aldevaro tidak bisa semudah itu ditinggalkan perempuan.
Dendam masa lalu itu pun, dimulai!
To be continue....
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 49 Episodes
Comments
daisyyfunn
jangan benci aku bang, aku setia kok😭
2023-02-01
0
daisyyfunn
woy kok nyesek
2023-02-01
0
DyanaR
nyimakkk
2023-01-23
1