Run Away
Saat itu pukul 10 petang, dan tinggal aku sendiri yang masih berada di ruang kantor. Beberapa lampu sudah dimatikan, yang tersisa hanya lampu di departemenku dan lobi.
Tidak biasanya aku bekerja lembur hingga jam segini. Setiap ada pekerjaan yang belum selesai, aku pastikan untuk aku bawa pulang dan aku kerjakan di kos. Namun, entah kenapa aku enggan pulang cepat dan memilih untuk menyelesaikannya di kantor.
Drrrrt.... Drrrrt.
“Halo, dengan Saskia.” Sahutku sembari mengangkat panggilan telepon.
Hening.
“Halo?” Kataku sekali lagi pada panggilan telepon yang tidak bersuara itu
Aku menunggu sekitar lima detik dan kembali tidak ada sahutan. Orang iseng pikirku, karena nomor yang menelepon pun disembunyikan.
“Halo. Jangan main-main, ya! Kalau tidak niat berbicara tidak perlu menelepon!” Ujarku bingung dan segera kumatikan panggilan tersebut.
Bisa saja telepon iseng malam-malam begini di saat aku sedang sendiri di kantor. Selain menyebalkan, tampaknya agak menyeramkan juga.
Drrrrt.... Drrrrt.
“Siapa, sih? Tidak ada nomornya lagi,” keluhku bersuara. “Halo!” Angkatku ketus.
Hening.
Aku menghela napas panjang, “Halo! Halo! Haaaloooooo!”
Hening.
Seketika bulu kudukku berdiri dan aku matikan panggilan itu untuk yang kedua kalinya.
Segera aku masukkan laptop ke dalam tasku. Pekerjaanku belum sepenuhnya selesai, tapi aku harus segera pulang karena perasaan paranoid yang tiba-tiba menghantuiku. Seakan-akan ada yang sedang mengawasiku dan mencoba bermain-main denganku.
Aku mengambil langkah seribu dan bergegas keluar kantor sambil memesan driver online di aplikasi Grab. Tidak perlu menunggu lama, begitu aku sampai di depan lobi, mobil pesananku sudah tiba dengan cahaya lampu yang cukup menyilaukan.
“Kenapa ngos-ngosan mbak?” Tanya supir ojol yang kupesan sesaat aku memasuki mobilnya.
“Ah, tidak apa-apa, Pak!”
“Ok, tujuannya sesuai aplikasi, ya Mbak?”
Aku mengangguk mengiyakan pertanyaan Pak Supir.
Entah kenapa panggilan misterius tadi terasa menakutkan. Padahal bisa saja si Andre yang sengaja iseng meneleponku karena hanya dia seorang yang tahu kalau aku sedang lembur sendirian di kantor. Setidaknya aku sudah merasa lebih aman dengan adanya Pak Supir yang mengantarku.
***
“Saskia, lesu amat!” Sahut Tiwi yang baru meletakkan tasnya di meja sebelahku.
“Halo Tiwi. Gimana gak lesu? Semalam aku baru pulang jam 10 malam dari kantor dan sampai rumah jam setengah dua belas. Gimana pagi ini gak lesu?” Jawabku lemas.
“Tumben banget lembur, biasanya kerjaan selalu dibawa pulang ke rumah, lho. Ada apa, nih? Ngejar promosi? Hehehe.” Tiwi menyeringai menggodaku.
“Yaelah Wi! Nggak lah, kalo dipromosikan pun aku gak mau, apalagi kalo bosnya masih si Andre sontoloyo itu! Amit-amit pokoknya nggak mau!”
Tiwi cekikikan sendiri melihat pembelaanku yang terkesan gengsian dan nyinyir.
“Ada yang bawa-bawa nama saya?”
Aku terhenyak. Suara laki-laki yang sangat familiar berkumandang di belakangku. Aku memandang Tiwi yang tiba-tiba duduk manis dan menyibukkan dirinya dengan menyalakan laptop kantornya.
Benar saja, begitu aku menoleh ternyata si Andre sontoloyo itu mendengarkan pembicaraanku dengan Tiwi dari belakang.
“Ah, kamu Dre! Iya tadi aku bawa-bawa nama kamu. Kenapa? Gak suka?”
Andre memandangku kecut, menghembuskan napasnya yang berat, dan menyipitkan pandangannya ke arahku, ”Andre? Kebiasaan kamu, ya! Aku itu bos kamu, sopan sedikit dong! Tambahin Pak gitu, kan dengarnya enak.”
“Bla bla bla. Mau kamu bosku kek, mau kamu bapakku kek, kita itu sepantaran! Dasar gila hormat, weeeek!” Balasku sambil menjulurkan lidah seperti anak kecil.
“Baiklah Saskia, penilaianmu tahun ini ga akan aku kasih bagus, ya. Weeeek!” Andre membalas juluran lidahku. Lalu dia membalikkan badannya dan masuk ke ruangannya.
Ya, Andre memang bosku. Tapi sebenarnya aku sudah kenal dia sejak lama. Coba bayangkan dari SD sampai SMA kita selalu satu kelas. Kuliah pun mengambil jurusan yang sama di universitas yang sama. Bisa dibilang kami berdua adalah rival abadi. Dia beruntung saja bisa dipromosikan lebih cepat dari aku.
“Saskia, gak boleh begitu, lho. Aku tahu kalian teman sejak kecil dan juga...”
“Bukan teman! Kami itu musuh bebuyutan!” sanggahku memotong ucapan Tiwi.
“Belom selesai ngomong, Bu! Aku tahu kalian teman dan juga musuh sejak kecil, tapi kalo di kantor tetap profesional, dong. Kalo sampai pimpinan tau hal ini kamu bisa ditegur karena bersikap tidak sopan.”
Aku menatap Tiwi selama beberapa saat kemudian menjulurkan lidahku padanya,”Weeee!”
“Kamu itu, ya ga bisa dewasa sedikit. Malu sama umur woy!”
Aku cuma bisa tersenyum dan mengisyaratkan,”Bodo amat!”
***
Jam kantor menunjukkan pukul 6 malam. Tiwi terlihat sudah mulai merapikan tasnya dan bersiap pulang.
“Kamu lembur lagi hari ini?”
“Sedikit lagi, Wi. Mudah-mudahan 15 menit lagi selesai.”
“Ok, aku pulang dulu, ya! Pacarku sudah menunggu di bawah hehehehe. See you tomorrow!”
“Hati-hati di jalan, Wi,” jawabku sambil melihat Tiwi bergegas pulang. Asiknya kalau sudah punya pacar, pulang kantor selalu dijemput. Pasti enak, ya kalau juga ada yang jemput aku, jadi ‘kan bisa irit ga perlu order ojol lagi.
Ngomong-ngomong ojol, aku harus top-up e-wallet dulu, nih supaya dapat promo. Lumayan tanggal tua bisa lebih hemat.
Belum sempat aku membuka aplikasi ojolku, aku dikagetkan oleh Andre, “Sas! Nebeng aku aja yuk, sekalian mau mampir ke supermarket dekat kos kamu.”
“Dre, bisa ga kalo ngomong tuh jangan tiba-tiba terus! Bisa jantungan aku lama-lama kalau begini,” ucapku protes. “Emangnya gak ada supermarket lain? Harus yang dekat kosku banget?”
“Iya soalnya daging yang enak cuma ada di supermarket dekat kosmu. Ayo, mau ikut ga?! Kerjaannya lanjut di rumah aja.”
Andre langsung melangkah keluar kemudian menoleh sebentar. Dia melihatku seakan ingin memberitahu kalau aku begitu lamban.
“Iya, Andre! Sabar!” Sahutku sambil mengikutinya dari belakang.
Andre bisa dibilang memiliki penampilan yang sempurna. Rahangnya tegas dengan berhiaskan lesung di kedua sisi pipinya. Dadanya bidang, lengannya kokoh, badannya tegap dengan tinggi 180 cm. Tapi sayang kelakuannya minus, suka maksain kehendak orang dan narsis. Aku masih heran kenapa dia bisa dipromosikan?
Malam itu begitu gelap. Ditemani dengan tetesan gerimis air hujan, aku duduk di kursi penumpang sementara Andre berada di sebelahku mengendarai mobil kijang produksi tahun 1993 miliknya. Sudah jadi bos kenapa tidak ganti mobil saja, pikirku.
“Oh ya Andre, kamu kalau ngerjain orang kira-kira, dong! Sudah tau aku lembur sendirian kemarin malam, masih aja kamu telepon aku dengan nomor yang disembunyikan. Untung aku orangnya gak penakut!” Protesku sambil membuka pembicaraan.
Andre mengernyitkan alisnya sambil memfokuskan pandangannya ke depan, “Siapa yang ngerjain kamu, sih? Semalam itu aku sudah tidur jam 10. Sebagai bos kan kerjaanku lebih capek dari kamu.” Ujarnya menggoda.
“Ah, kamu pasti bohong! Ngaku, deh!”
“Dih, kepedean banget kamu jadi cewek. Hahahaha!” Jawabnya sambil tertawa geli.
Saat itu aku masih belum berpikir macam-macam terkait telepon iseng malam itu. Bisa saja memang ada orang yang salah sambung. Hal semacam ini ‘kan biasa terjadi. Namun, ada perasaan kurang enak yang menyelimutiku. Sebuah perasaan yang menjadi pertanda akan peristiwa besar di depanku.
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 28 Episodes
Comments
Ai
tinggalin jejak lagi.
kunjungin karyaku juga
2024-04-11
1
ian esco
Bab 1 nya lumayan bikin penasaran semangat thor! Roman2nya ad percintaan antara andre dan saskia 😝
2022-12-29
0