Seperti Minggu pagi biasanya, aku menyempatkan diri untuk jogging di taman kota dekat kosku. Selain demi kesehatan dan tubuh yang indah nan menggoda, lari pagi juga salah satu caraku untuk me-refresh kepenatan sehingga siap untuk menghadapi hari kerja esok hari. Oiya, sebenarnya salah satu alasanku rajin lari pagi adalah untuk cuci mata, karena banyak sekali pria tampan yang berolahraga di sini.
Aku tak sabar ingin berpas-pasan dengan salah satu laki-laki sporty seperti yang sering kulihat di film-film romantis. Bagaimana pun juga kutukan jomblo selama 8 tahun harus diakhiri secepat mungkin.
“ Satu! Dua! Tiga!” Terdengar suara beberapa pria yang penuh dengan hormon testosteron mengganggu konsentrasiku.
Wow! Komunitas calisthenic sedang latihan rupanya. Ini yang paling aku suka, sekumpulan pria macho yang senang memamerkan tubuh atletisnya yang bermandikan keringat. Ah, apa aku harus berlari di dekat mereka, ya?
Tanpa sadar aku berlari kecil melewati sekumpulan pria yang sedang melakukan chin up di bar taman tersebut. Dan tanpa disangka-sangka, aku menemukan seorang pria yang sangat familiar.
“Andre?!” Sahutku spontan kepada laki-laki yang mengenakan jersey merah yang basah karena keringat.
“Lho, Saskia? Lagi olahraga pagi juga?” Sapanya dengan ngos-ngosan.
“Iya, kamu ikut calisthenic? Sejak kapan?” Lanjutku.
“Oh, sebenarnya sudah satu bulan, sih. Bosan nge-gym di pusat kebugaran terus.”
Mataku memandang peluh keringat yang mengalir di lehernya, “A... aku, sih sudah sering lari pagi di sini.” Tiba-tiba kegugupan menerpaku. Aku pun langsung mengalihkan pandangan ke tempat lain.
“Sebenarnya aku sudah selesai latihan, nih. Mau aku temani lari?” Kata Andre.
“Eh, tidak perlu! Bos gak boleh dekat-dekat sama bawahannya, nanti bisa timbul gosip di kantor.” Entah pikiran apa yang merasukiku hingga bisa berbicara seperti itu.
“Hahaha! Siapa yang mau dekat kamu? Aku ‘kan memang ingin lari pagi juga. Yuk!” Timpalnya seperti biasa.
Aku pun berlari beriringan di sebelah Andre. Tampaknya sudah lama tidak melakukan kegiatan bareng dengannya seperti ini. Terakhir beraktivitas bersama saat kami kelas 1 SMA, waktu itu aku dan Andre bersama dengan teman-teman lainnya membagikan sembako di kampung kami di Wonosobo. Namun, semenjak nilaiku turun drastis di kelas 2 SMA, aku tidak diijinkan oleh orang tuaku untuk keluar rumah selain ke sekolah atau pun ke bimbingan belajar. Sejak saat itu, aku menjauh dari teman-teman sekolah, termasuk dari Andre yang kala itu selalu menduduki peringkat satu.
Senang rasanya bisa merasakan kebersamaan itu lagi, sekali pun Andre menyebalkan dan selalu merasa dirinya paling hebat, tapi aku yakin sebenarnya Andre merupakan pria yang baik. Ah, andai saja aku bisa kembali ke masa-masa sekolah yang menyenangkan itu, pastinya tidak perlu memikirkan banyak hal soal hidup.
Selama berlari, Andre terlihat melambaikan tangannya dan menghampiri seorang pria yang sedang duduk di bangku dekat komunitas calisthenic. Aku yang tidak ingin mengganggu berusaha menjaga jarak lariku dengannya. Samar-samar aku seperti mengenali sosok pria itu dari postur tubuhnya. Perawakannya yang jelas bukan orang Indonesia membuatnya stand out di antara pria lain di sekitarnya.
Austin?! Tetangga psikopatku ada di sini juga? Bukan cuma itu, dia dan Andre saling kenal!
“Hei, Saskia! Larimu lamban sekali, ayo ke sini!” Andre memanggilku dengan suara nyaring, menyadari bahwa aku memperlambat langkahku.
“Kamu kenal Austin gak, Sas? Dia kos di tempat yang sama denganmu, lho.” Tanyanya penasaran.
Aku tidak membalas pertanyaan Andre. Aku bersembunyi di balik punggung Andre sambil menatap Austin risih.
“Kamu kenapa, Sas? Kayak lihat hantu saja.” Sambung Andre.
“It’s Ok dude! We don’t often talk in the dorm. Maybe she is shy.” Kata Austin dengan logat Jermannya.
Shy shy, siapa yang malu? Kenapa dia harus ada di sini, sih?
“Biasanya Saskia ini gak tahu malu soalnya.” Timpal Andre sambil tertawa cekikikan.
Austin kemudian melayangkan pandangannya terhadapku, “I thought you are a typical woman who doesn’t like to excercise.”
Aje gile, ngobrol aja gak pernah uda nge-judge orang.
Aku langsung menarik lengan Andre dan berbisik, “Dre, yuk lanjut lari saja! ‘Kan masih satu putaran lagi.”
“Oh, ok. Austin, nanti kita ngobrol-ngobrol lagi, ya. Enjoy your workout!” Seru Andre sambil mengikutiku berlari dari belakang.
Sambil mengelilingi taman untuk putaran terakhir, aku berusaha menenangkan pikiranku. Selama ini Austin yang aku kenal tidak pernah sekali pun mengajak orang lain mengobrol. Namun, baru hari ini aku melihatnya dalam sebuah percakapan dengan Andre.
“Kamu kenapa tidak ramah dengan tetanggamu sendiri, sih?” Andre mengagetkan lamunanku.
“Aku? Tidak ramah? Kamu tidak tahu saja orang macam apa si Austin itu.” Sanggahku dengan cepat.
“Memangnya dia seperti apa? Aku baru kenal dia hari ini, sih karena dia baru saja join di komunitas. Austin tampak ramah dan pandai bergaul, kok.”
Aku memperlamban langkahku dan menuju bangku taman. Kemudian aku duduk dan memberikan isyarat kepada Andre untuk duduk di sebelahku.
“Itu dia Dre,” jawabku. “Kalau di kos, Austin itu pendiam, tidak ramah sama sekali. Setiap kali aku ajak ngobrol dia tak pernah peduli. Aku benar-benar kaget kalau kamu bilang Austin itu ramah dan pandai bergaul. Sama sekali tidak!”
“Apa mungkin dia memiliki kepribadian ganda?” Tanya Andre penasaran.
“Aku tidak tahu, yang pasti gerak-gerik dia cukup mencurigakan. Coba kamu bayangkan, kemarin dia berdiri di depan pintu kamarku dengan tatapan kosong.”
Andre mengernyitkan alisnya seolah mengira aku seorang wanita halu yang menganggap dirinya memiliki penggemar rahasia. Tampaknya Andre masih belum percaya dengan omonganku.
“Lalu Dre, kemarin dia mengingatkanku untuk berhati-hati tanpa memberikan alasan sedikit pun. Jujur, aku takut dengannya.” Bisikku sambil memperhatikan sekitar kalau-kalau ada Austin di dekat kami.
“Serius dia ngomong begitu? Hahahaha!” Andre tertawa terbahak-bahak.
“Apanya yang lucu, sih?” Protesku.
“Jelas saja dia menyuruhmu berhati-hati, kamu ‘kan anaknya teledor dan ceroboh. Hahaha!”
“Andre!!!! Kamu nyebelin banget! Aku saja tidak pernah ngobrol dengan Austin bagaimana dia bisa tahu kalau aku ceroboh?!” Seruku penuh emosi.
“Do you guys talking about me?"
“Wooaaa!!!!!” Sontakku kaget mendengar suara Austin persis di belakangku.
Oh, Tuhan kenapa kau memberikan suara cempreng ini kepadaku? Seharusnya aku lebih bisa menjaga volum suara gadisku ini.
“Hei, Austin! Don’t you know that Saskia is scared about you? O my God! It’s so funny! How come a nice guy like you can leave a bad impression to a stupid girl like her! Hahahaha!” Andre melanjutkan rasa tidak percayanya sambil tertawa terbahak-bahak menggodaku.
“Hahaha! Really? Saskia, you are so funny! We should hangout more often to open your eyes about me!” Austin balik menggodaku seakan-akan obrolan ini hanya candaan semata.
Sungguh gila! Andre benar-benar tidak bisa diajak bicara serius, mulutnya lebih ember dibandingkan perempuan.
Melihat mereka berdua tertawa geli sungguh menggangguku. Apalagi kelakuan Austin yang berbeda 180 derajat dari yang aku tahu selama ini. Selain itu dia mengajakku hangout? Hello, who the hell he is? Selama ini jika aku panggil dia selalu dingin dan tak peduli, bagaimana ceritanya mau hangout bareng?
“Ah, sudah cukup! Aku mau pulang!” Aku pun langsung berdiri dan mengambil langkah seribu tanpa menoleh ke arah mereka. Suara tawa masih terdengar di belakangku.
Pagi itu cukup cerah, namun hati ini terusik oleh sebuah sandiwara yang mahir dimainkan oleh pelakon kelas kakap. Sungguh tak disangka bila ceritanya akan seperti ini, persis seperti sinetron-sinetron khas Indonesia dengan peran antagonis yang suka mengelabui pemeran utamanya. Entah apa yang harus aku lakukan jika bertemu dengan Austin di kos, rasanya ingin sekali kumaki-maki cowok itu.
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 28 Episodes
Comments