Bab 5

Senja menjemput kembali. Jingga langit membentang. Berhamburan burung terbang. Bermekaran bunga-bunga taman. Memberontak perasaan yang terpendam.

Nadhira duduk menghadap ufuk Barat di sebuah bangku taman yang ia pernah datangi malam-malam dengan Bara. Bersama sebuah diary dan polpen ditangan. Diary yang selalu menjadi teman untuk mencurahkan segala keluh kesahnya.

“Suatu hari nanti, aku ingin menyambut senja-senja yang datang bersamamu lagi, Tuan Oktaraku.”

Nadhira tersenyum. Berharap segala yang telah menjadi harapnya segera menjadi nyata.

“Aleea ?”

Terenyuh hati Nadhira mendengar panggilan itu. Panggilan yang selalu ia rindukan tanpa batas. Panggilan yang ia nantikan selama ini. Leea menoleh ke belakang. Menemukan sosok lelaki bertubuh kekar dan gagah. Berwajah tegas namun menenangkan. Dengan seulas senyum merangkai bibir merahnya.

“Boleh duduk ?”

Nadhira menjawab dengan anggukan dan senyuman.

“Ya Tuhan, senyuman itu. Aku rindu. Lama sekali tak melihatnya.” Reyhan berbicara dalam hati.

“Sering kesini ?” Reyhan membuka pembicaraan.

“Nggak. Ini kedua kali aku kesini.”

Abraham menatap Nadhira yang sedang menunduk sambil memainkan jemarinya.

“Oh iya ? Aku bahkan hampir tiap hari kesini. Menikmati senja seperti ini. Tapi sendiri.”

Nadhira lebih memilih diam menatap mentari yang semakin beranjak kembali ke persinggahannya dibanding menanggapi pernyataan Reyhan.

“Aleea ?”

“Hmmm.”

“Aku boleh nanya sesuatu sama kamu ?”

Nadhira mengangguk tanda mengiyakan.

“Gimana perasaan kamu ke aku sampai saat ini ? Apakah sama seperti dulu.”

Nadhira memejamkan mata mendengar pertanyaan Reyhan.

“Kenapa kamu menanyakan masalah itu padaku ?”

“Jawab, Al!”

“Kamu nggak perlu tau perasaanku ke kamu seperti apa. Yang perlu kamu tau, perasaanmu sendiri.”

“Al ?”

Reyhan meraih tangan Nadhira. Nadhira tak menolak.

“Aku tau bagaimana perasaanku. Tau banget. Dan perasaanku ke kamu nggak berubah sama sekali, Al. Aku selama ini menjaga hati untuk kamu. Aku ingin kamu menjadi satu-satunya perempuan yang mengisi hatiku. Menjadi pendamping hidupku. Percaya padaku, Al.”

Reyhan mengutarakan semua perasaannya pada Nadhira. Hati Nadhira tersentuh. Namun, Nadhira tidak ingin cepat-cepat percaya. Apalagi selama ini Nadhira tidak tau kehidupan Reyhan seperti apa.

“Maaf. Ini udah mau malem. Aku pulang dulu. Takut Bunda nyariin.”

Nadhira memilih untuk pulang tanpa ingin menanggapi semua yang dikatakan Reyhan. Nadhira memasukkan diary yang masih dipegangnya dan berdiri. Tapi baru saja berdiri, Nadhira merasakan sesak lagi didadanya.

“Aagghh.” Nadhira duduk kembali dikursi.

“Al, kenapa ?”

Reyhan kaget melihat Nadhira yang tiba mengaduh sambil memegang dadanya.

“Nggak apa-apa. Aku pulang duluan.”

Nadhira beranjak dari kursi dengan menahan sesak didadanya. Baru beberapa langkah Nadhira tiba-tiba berhenti mendengar apa yang dikatakan Reyhan.

“Al, aku sudah tau semuanya. Bara udah cerita. Jadi kamu tidak perlu menutupi apapun dariku. Termasuk perasaan kamu.” suara Reyhan sedikit meninggi.

Nadhira terkaget. Tapi Nadhira melanjutkan langkahnya. Dan...

Bruukkk...

Nadhira terjatuh. Napasnya tersengal-sengal. Tangannya begitu kuat mencengkeram dadanya. Melihat hal itu, tanpa berpikir panjang Reyhan berlari ke arah Nadhira yang sudah terduduk di rerumputan hijau.

“Ya Tuhan, Al. Aku anter pulang, ya.”

“Nggak usah. Aku bisa pulang sendiri.”

“Tapi keadaan kamu kayak gini, Al. Wajahmu pucat juga. Ayolah, Al.” Reyhan sedikit memelas. Sungguh, Reyhan tidak kuat melihat perempuan yang dicintainya sakit seperti itu.

“Nggak apa-apa. Aku baik-baik aaj.. aaagghhh.” Sesak semakin memburu dadanya. Cengkeraman tangannya semakin kuat. Kali ini bukan hanya dadanya, tapi juga tangan Reyhan yang menggenggam erat tangannya.

“Ya Tuhan, Al.” Reyhan semakin panik. Semakin tersiksa. Dan pada akhirnya meneteskan air mata. Reyhan tidak kuat melihat Nadhira yang semakin kesakitan.

“Al, ayo aku anter pulang. Tolong izinin aku kali ini aja, Al. Aku mohon.”

“Kak, aku bisa pulang sendiri.” Nadhira masih ngotot dengan pendiriannya.

“Aleea!” Reyhan meninggikan suaranya. Nadhira yang mendengar itu seakan tak percaya. Baru kali ini ia mendengar Reyhan membentaknya seperti itu. Nadhira hanya menunduk dan menangis. Menahan sesak yang dirasakannya.

“Maafin aku, Al. Aku nggak bermaksud ngebentak kamu. Tapi tolong. Ayo aku anter pulang. Aku nggak mau kamu kenapa-kenapa. Demi Allah, Al.” Reyhan berkata dengan setulus hati. Membawa Nadhira ke pelukannya. Nadhira mulai luluh bahkan tanpa malu mengeluh pada Reyhan.

“Kita pulang sekarang yaa.” Nadhira mengangguk. Reyhan mencium puncak kepala Nadhira sayang. Reyhan membantu Nadhira berdiri dan membawanya ke mobil.

Didalam mobil Nadhira masih merasakan sesaknya. Reyhan terus menggenggam erat tangan Nadhira.

“Sabar ya. Bentar lagi kita sampe kok. Yang kuat, Al.”

“Nggak kuat. Aagghh.”

“Ya Tuhan, Al. Kamu kuat kok. Tahan Aleea tahan.”

Sesak semakin memburu Nadhira. Lemah dan tak berdaya. Nadhira benci keadaan saat itu. Benci karena harus terlihat lemah dan menyedihkan dihadapan Reyhan.

Mobil berwarna merah menyala itu memasuki gerbang rumah besar bercat biru.

“Kita udah sampai, Al. Ayok aku bantu.”

Nadhira menggenggam tangan Reyhan kuat. Menjadikannya sebagai penopang tubuhnya yang lemah. Belum tiba dipintu, Nadhira tak sadarkan diri. Reyhan meraih tubuh mungil Nadhia sebelah terjatuh.

“Aleea! Bangun! Ya Tuhan.”

Panik dan takut menyerang Reyhan. Tangan kekarnya gemetar. Air matanya berhamburan keluar menyaksikan Nadhira yang sudah tak sadarkan diri dengan wajah pucat pasi.

“Al, bangun. Jangan kayak gini, Al. Jangan buat aku takut. Aku mohon, Aleea. Bangun.”

Reyhan menangis memeluk tubuh lemah Nadhira. Lalu berteriak memanggil Reyhan.

“Bar!”

“Bara!”

Reyhan mendengar pintu terbuka. Bukan Bara yang dilihat. Tapi Ayah.

“Astaga, Dik. Kenapa bisa begini ?” Ayah terlihat panik melihat anak gadisnya.

“Kita ke rumah sakit aja, Om. Nanti Reyhan cerita semuanya.”

Tanpa berpikir panjang Ayah mengiyakan ajakan Reyhan. dan dengan enteng Reyhan menggendong tubuh Nadhira.

___

Di kursi tunggu Ayah dan Reyhan tak ada yang bersuara. Ayah terlihat khawatir. Terlebih lagi Reyhan. Ia mengusap wajahnya kasar. Hatinya gelisah.

“Kamu kuat, Aleea. Bertahanlah.” Reyhan berbicara dalam hati.

"Om, udah hubungin Tante Sandra sama Bara ?” Reyhan membuka suara.

“Astagfirullah. Om lupa. Handphone om ketinggalan. Boleh minta tolong hubungi Bara, nak.”

“Oh iya, om.”

Reyhan mengambil handphone dan menelpon Bara. Ia menjauh beberapa langkah dari Ayah. Tak menunggu waktu lama terdengar suara diseberang telepon.

“Bar, lo dimana ?”

“Gue masih ditempat kerja, Han. Kenapa ?” suara di seberang.

“Lo balik kerja ke rumah sakit ya. Aleea sakit lagi, Bar. Gue disini sama ayah lo.” Reyhan terlihat lesu. Napasnya mulai tak beraturan. Dia mengelus dadanya pelan.

“Ya allah adik. Kok bisa gini lagi sih. Iya sekarang gue langsung ke rumah sakit. Tungguin Nadhira sampe gue tiba.”

“Ii..iya, Bar.” Napasnya memburu. Reyhan terbata-bata. Sesekali ia batuk. jantungnya kambuh karena kelelahan menggendong Nadhira dan pikirannya yang masih gelisah dengan keadaan Nadhira. Pasalnya sejak kecil Reyjan memang tidak seperti anak pada umumnya. Ia yang memiliki kelainan jantung membuatnya tidak bisa beraktifitas berat layaknya orang biasa. Karena terlalu capek akan memacu sakit jantungnya kambuh.

“Han, lo baik-baik aja, kan ?” Bara yang mendengar suara Reyhan tak seperti biasanya bertanya khawatir. Sebab Bara tau banyak tentang temannya yang satu ini.

Beberapa detik tak menjawab. Bara hanya mendengar deru napas.

“Han, are you okay ? Lo denger gue nggak sih ? Aahhh.”

“Ii..iiya, Bar. Cepetan kesini ya.”

“Lo kalo sakit balik aja dulu, Han. Kan ada ayah juga yang nungguin Nadhira.”

”Gue nggak apa-apa.”

“Gue kenal elo udah lama. Elo jangan bohongin gue. Gue tau elo lagi nggak baik-baik aja.”

“Bar, udah deh. Di bilangin nggak apa-apa juga.”

“Iya udah. Awas kalo lo kenapa-napa nanti. Gue otw nih.”

“Hati-hati, Bar.”

Reyhan kembali mendekati Ayah yang masih duduk dibangku tunggu.

“Om, Bara udah jalan kesini.”

“Iya, nak. Kamu sakit ? Kok pucat ?”

“Nggak apa-apa, Om. Mungkin capek aja.”

“Kalo capek nggak apa-apa kamu pulang aja, Han. Biar Nadhira om yang nungguin. Lagian Bara sudah jalan kesini kan kamu bilang.”

Reyhan tersenyum.

“Udah nggak apa-apa kok, om.”

Suasana kembali hening. Kembali dengan pikiran masing-masing. Abraham memikirkan rencananya yang gagal. Reyhan malam ini ia akan memberi tahu niatnya pada keluarga Nadhira. Tapi ia tidak mungkin melakukan hal itu. Mengingat kondisi Nadhira yang belum juga diketahui.

Pintu ruangan tempat Nadhira diperiksa terbuka. Menampakkan seorang lelaki dengan snelli yang membungkus badannya diikuti seorang perawat. Ayah mendekati sang dokter.

“Dok, gimana keadaan anak saya ?”

“Bapak tenang saja. Anak Bapak nggak apa-apa. Dia hanya kecapekan. Tolong ya, Pak. Jangan kasi beraktifitas yang berat-berat. Anak Bapak fisiknya sangat lemah, Pak. Ditambah sakit asma yang dideritanya. Jadi dia akan cepat sakit kalo terlalu capek. Pak Razak bisa masuk menemui Nadhira sekarang.’’

“Iya, Dok. Terimakasih.”

Ayah memasuki ruangan Nadhira. Sedang Reyhan memilih diam diluar menunggu Bara datang. Reyhan membuang napas lega mengetahui Nadhira baik-baik saja. Meski dadanya masih terasa sakit.

“Han, Nadhira gimana ?”

Bara menepuk pundak Reyhan yang sedang bersandar dibangku tunggu dengan mata terpejam dan mengelus dadanya yang masih terasa nyeri. Reyhan tersentak kaget.

“Astaga, Bar. Kebiasaan lo ya ngagetin.”

“Sorry. Sorry. Nadhira gimana ?”

“Dokter bilang nggak apa-apa. Cuman kecapekan mungkin. Dia terlalu banyak beraktifitas makanya sampe asmanya kambuh lagi.” Reyhan menjelaskan menurut versinya.

“Ayah mana ?”

“Didalem. Lo masuk gih.”

“Terus elo ?”

“Gue disini aja lah.” Reyhan kembali menyandarkan kepalanya dan memejamkan mata. Terlihat napasnya yang tak beraturan oleh Bara.

“Han, lo pucat bener. Dada lo kenapa ? Dipegangin mulu deh.”

Reyhan hanya menggeleng.

“Jangan bohong deh lo, Han. Gue nggak mau elo kenapa-napa. Udah adik gue yang sakit. Jangan elo lagi.”

“Gue baik-baik aja, Bar.”

“Gue udah kenal elo lama, Han. Jadi gue tau gimana elo.”

“Iya deh.”

Bara duduk disamping Reyhan yang masih memejamkan mata dan mengatur napasnya perlahan. Ia terlihat khawatir melihat teman baiknya itu. Karena ia tau bagaimana Reyhan jika sakitnya kambuh.

“Bar, bisa gue balik duluan ? Besok gue kesini lagi.”

“Gue anter lo balik ya. Gue nggak nerima penolakan. Tapi gue izin ayah dulu.”

Tanpa menunggu jawaban Reyhan, Bara masuk kekamar rawat Nadhira.

“Yah, adik gimana ?”

“Terlalu banyak aktifitas, Bang. Untung ada Reyhan. Kalo nggak ada dia Ayah nggak tau adik bakalan gimana. Tadi adik udah siuman. Tapi sekarang biarin istirahat dulu.”

“Yah, Abang tinggal sebentar nggak apa-apa, kan ?”

“Baru dateng udah mau pergi lagi.”

Bara menarik tangan ayahnya dan sedikit menjauh dari tempat tidur Nadhira.

“Abang mau anter Reyhan pulang, Yah. Reyhan lagi nggak enak badan kayaknya. Pucat sekali dia. Abang takut kalo dia pulang sendiri nanti kenapa-napa dijalan.”

“Iya sudah. Salam sama Reyhan. Terimakasih sudah nolongin Nadhira.”

“Ya, yah. Nanti Abang sampaikan. Abang langsung jemput Bunda juga sekalian, Yah.”

“Iya, nak. Hati-hati.”

Bara keluar meninggalkan ayahnya dan menemui Reyhan yang masih menunggunya.

“Han, ayok.”

Reyhan membuka mata.

“Pake mobil gue aja, Bar.”

“Laah terus gue balik pake apa ?”

“Pake becak. Yaa elo bawa mobil gue lah, bodoh. Besok gue ambil.”

“Iya deh iya, Tuan Oktara.”

Reyhan dan Bara berjalan melewati koridor rumah sakit menuju parkiran. Mendekati mobil berwarna merah menyala. Reyhan memberikan kunci mobil ke Bara.

Jalanan kota malam ini lumayan macet. Lewat kaca mobil Reyhan menikmati kerlap kerlip lampu jalan bersama pikirannya tentang Nadhira.

“Nadhira, tunggu sebentar lagi. Akan kita lewati semuanya bersama-sama.” Reyhan tersenyum.

“Han, kenapa lo ?”

“Aah. Kenapa, Bar ?”

“Elo ditanya malah nanya balik. Kenapa sih ?”

“Bar, gue mau nanya sesuatu boleh ?”

“Serius amat kakaknya. Hahaha.”

“Yaah emang gue mau nanya sesuatu yang serius sama elo.”

“Kok gue jadi tegang ya ?”

“Udah ih becandanya. Nggak liat lo kondisi gue kayak gini masih aja di becandain.”

“Makanya elo nggak usah lembek gitu. Capek aja langsung sakit. Apalagi nanti kalo udah nikah. Mau sakit terus elonya ?”

“Udah deh, Bar. Gue juga nggak pengen gini-gini terus.” Reyhan berbicara dengan nada iba. Iba pada dirinya sendiri dan membenarkan apa yang dikatakan Bara. Ia yang terlalu lemah menjadi seorang laki-laki.

“Ya udah mau bilang apa ?”

“Gue mau nikahin adek lo.” Tanpa berbasa-basi Reyhan mengutarakan niatnya.

“Kocak lo. Udah jangan becanda.”

“Gue serius, Bar. Elo kan udah gue ceritain semuanya. Leea juga udah cerita ke elo gimana perasaannya ke gue. Gue mau nepatin janji gue ke dia.”

“Gue tau itu. Cuman adik gue masih kuliah, bro. Elo juga tau sendiri gimana adik gue. Dia yang manja, sifat kekanakannya yang maksimal. Dan elo tau sendiri adik gue kondisinya gimana. Apa elo udah yakin ? Yakin bisa jaga Nadhira ? Bisa bimbing dia ? Bisa bahagiain dia ?”

“Iya gue yakin, Bar. Gue juga udah ngomong sama mama papa. Gue emang nggak punya apa-apa lebih. Tapi gue janji akan berusaha selalu buat bikin Aleea bahagia. Gue sayang banget sama dia. Dan masalah sakit gue ini. Elo nggak perlu khawatir. Gue nggak bakal nyusahin Aleea dengan keadaan gue.”

“Han, gue temenan sama elo udah lama banget. Jadi baik buruknya elo hampir semuanya gue tau. Gue percaya sama elo. Dan kalo elo minta restu ke gue, itu sih gue nggak berani iyain dan nggak berani bilang nggak juga. Yang ngejalanin kan elo sama Nadhira. Jadi keputusan Nadhira adalah keputusan gue juga selama itu bikin dia bahagia. Gue juga udah pernah bilang ke elo. Selama sisa hidup gue, gue bakal lakuin apapun untuk buat adek gue bahagia. Dia udah terlalu menderita dengan keadaannya.”

Bara menjelaskan panjang lebar pada Reyhan. dan Reyhan mengerti bagaimana posisi Bara.

“Elo juga perlu ngomong ke orang tua gue dulu, Ham.”

“Pasti, Bar. Sebenernya emang malem ini rencananya gue mau ngomong sama orang tua elo. Tapi gue rasa ini bukan waktu yang tepat melihat kondisi Aleea drop kayak gitu. Jadi gue nunggu Aleea sembuh dulu lah baru gue ke rumah lo.”

“Ya udah lah. Gue sih dukung-dukung aja. Semangat ya, Han. Semoga semua niat baik lo dilancarkan.”

“Aamiin. Thanks, Bar.”

Suasana kembali sunyi. Hanya deru mobil dan bunyi-bunyi klakson dari mobil-mobil berlalu lalang yang mengiringi perjalanan Reyhan dan Bara. Hingga mobil yang mereka kendarai sampai didepan rumah mewah bak istana. Reyhan lebih dulu turun dan menunggu Bara yang masih memarkirkan mobil.

Reyhan membuka pintu utama rumahnya dan menyaksikan pemandangan ruang depan yang berantakan dengan mainan adiknya.

“Assalamu’alaikum.”

“Wa’alaikumussalam. Kaaakaak!”

Raina berlari ke arah kakaknya. Melihat hal itu. Reyhan berjongkok dan membentangkan kedua tangannya. Memberi tanda untuk memeluk adik perempuannya, Raina Farsya Oktara. Raina menghambur ke pelukan kakaknya dan mencium pipi Reyhan. Bara yang menyaksikan adegan tersebut tersenyum. Teringat dulu saat Nadhira bermanja padanya. Teringat pada Nadhira yang sangat dekatnya.

“Salim dulu sama Kak Bara, Dik.” Raina mengikuti perintah sang kakak.

“Uuuhhh anak pinter. Siapa namanya ?” Bara mengusap puncak kepala Raina penuh sayang. Sebagaimana ia mengelus puncak kepala Nadhira.

“Raina, Kak.” Raina tersenyum lebar menampilkan gigi ompongnya.

“Adik masuk dulu sana. Udahan mainnya.”

“Maunya di gendong kakak tapi.”

Reyhan menggaruk tengkuknya yang tak gatal. Mengingat kondisinya sedang tidak memungkinkan untuk menggendong adiknya.

“Adik udah besar ih. Masak maunya digendong mulu. Malu dong sama Kak Bara.”

“Nggak mau. Pokoknya mau digendong kakak.“

Bara yang melihat Reyjan sudah kehabisan akal dan mengetahui bagaimana kondisi temannya saat itu mengambil alih membujuk Raina.

“Raina digendong sama Kak Bara aja yuk. Kak Reyhan lagi kurang sehat. Tuh liat mukanya pucat yaa.”

Raina melihat ke arah kakaknya.

“Iya udah deh.”

Bara menggendong Raina dan mengikuti Reyjan masuk ke ruang tamu.

“Adek ih kenapa gitu ? Kak Bara capek nanti. Turun yuk.” Farhan menegur adiknya. Latisha malah semakin mengeratkan pegangannya pada Bara.

“Nggak apa-apa, Farhan.”

“Eh ada Bara. Udah lama ? Ini kok adek malah digendong.” Mama menyapa Bara dan belum meperhatikan kondisi Reyhan yang sedang terlentang disofa ruang tamu. Mengistirahatkan dirinya.

“Iya, tante. Nggak apa-apa. Bara suka anak kecil. Lagian Raina juga nggak nakal. Iya dek ya ?” Bara menatap Raina dengan senyum manisnya sambil mengelus rambut panjang tergerai milik Raina. Raina mengangguk.

“Nah nah ini yang satu. Temen dateng kok malah tidur.” Mama baru menyadari keberadaan anaknya. Reyhan tak menyahut.

“Biarin istirahat aja, Tante. Tadi dirumah sakit waktu nganterin Nadhira, Bara liat dia agak pucat. Bara kesini juga nganterin Reyhan. Takut dia bawa mobil sendiri nanti malah kenapa-napa.”

“Nadhira sakit lagi ?”

“Iya, tante. Sakitnya kumat. Untung ada Reyhan tadi. Kalo nggak, Bara nggak tau bakal gimana jadinya.”

“Sabar ya, nak. Semoga lah Nadhira cepet sembuh. Anak seceria itu ya kok bisa sakit-sakitan begitu.”

“Iya begitulah, tante. Mau bilang apa juga. Dari kecil emang udah begitu.”

“Iya juga sih. Mumpung disini, ikut makan malem aja yuk, Bara. Farhan, bangunin kakak suruh makan dulu.”

“Nggak usah, tante. Bara langsung balik ke rumah sakit aja. Kasian ayah sendirian jaga Nadhira. Sebelum ke rumah sakit juga mau jemput Bunda dulu.”

“Sayang banget ya. Yaudah deh salam sama ayah bunda ya, Bara. Semoga Nadhira lekas sembuh.”

“Iya, tante.”

“Adek kak Farhan yang gendong yuk. Kak Bara mau pulang tuh.”

“Kok cepet banget, Kak Bara ?”

“Panggil abang ya, Sayang.”

“Iya Bang Bara kenapa cepet banget balik ? Belum juga main sama Raina.”

“Lain kali abang main sini lagi nemenin Raina. Kalo sekarang abang ada urusan. Oke ?”

“Oke, Abang.”

Farhan mengambil alih Raina dari gendongan Bara.

“Bara balik dulu, tante. Salam sama om Fahmi.”

“Iya, nak. Hati-hati.”

Bara mendekati Reyhan yang tertidur di sofa untuk pamit. Bara sedikit mengguncang tubuh Reyhan bermaksud untuk membangunkan.

“Han, gue balik dulu.”

“Mmm...cepet banget balik. Makan malam dulu lah.”

“Ayah nggak ada temen jaga Nadhira. Gue juga mau jemput Bunda dulu baru ke rumah sakit.”

“Sorry udah ngerepotin elo.”

“Idiiiihhh omongan lo ya kayak ke siapa aja deh. Nyante aja kali, Han.”

“Thanks, Bar.”

“Ya udah gue balik dulu.”

“Hati-hati lo.”

“Cepet sembuh, calon adik ipar.” Kali ini dengan sedikit berisik.

Reyhan melotot ke arah Bara dan dibalas hanya dengan senyuman mengejek.

___To Be Continued___

Sorry Bab ini cukup panjang yaa 😁

Episodes
1 Bab 1
2 Bab 2
3 Bab 3
4 Bab 4
5 Bab 5
6 Bab 6
7 Bab 7
8 Bab 8
9 Bab 9
10 Bab 10
11 Bab 11
12 Bab 12
13 Bab 13
14 Bab 14
15 Bab 15
16 Bab 16
17 Bab 17
18 Bab 18
19 Bab 19
20 Bab 20
21 Bab 21
22 Bab 22
23 Bab 23
24 Bab 24
25 Bab 25
26 Bab 26
27 Bab 27
28 Bab 28
29 Bab 29
30 Bab 30
31 Bab 31
32 Bab 32
33 Bab 34
34 Bab 35
35 Bab 36
36 Bab 37
37 Bab 38
38 Bab 39
39 Bab 40
40 Bab 41
41 Bab 42
42 Bab 43
43 Bab 44
44 Bab 45
45 Bab 46
46 Bab 47
47 Bab 48
48 Bab 49
49 Bab 50
50 Bab 51
51 Bab 52
52 Bab 53
53 Bab 54
54 Bab 55
55 Bab 56
56 Bab 57
57 Bab 58
58 Bab 59
59 Bab 60
60 Bab 61
61 Bab 62
62 Bab 63
63 Bab 64
64 Bab 65
65 Bab 66
66 Bab 67
67 Bab 68
68 Bab 69
69 Bab 70
70 Bab 71
71 Bab 72
72 Bab 73
73 Bab 74
74 Bab 75
75 Bab 76
76 Bab 77
77 Bab 78
78 Bab 79
79 Bab 80
80 Bab 81
81 Bab 82
82 Bab 83
83 Bab 84
84 Bab 85
85 Bab 86
86 Bab 87
87 Bab 88
88 Bab 89
89 Bab 90
90 Bab 91
91 Bab 92
92 Bab 93
93 Bab 94
94 Bab 95
95 Bab 96
96 Bab 97
97 Bab 98
98 Bab 99
99 Bab 100
100 Bab 101
101 Bab 102
102 Bab 103
103 Bab 104
104 Bab 105
105 Bab 106
106 Bab 107
107 Bab 108
108 Bab 109
109 Bab 110
110 Bab 111
111 Bab 112
112 Bab 113
113 Bab 114
114 Bab 115
115 Bab 116
116 Bab 117
117 Bab 118
118 Bab 119
119 Bab 120
120 Bab 121
121 Bab 122
122 Bab 123
123 Bab 124
124 Bab 125
125 Bab 126
126 Bab 127
127 Bab 128
128 Bab 129
129 Bab 130
130 Bab 131
131 Bab 132
132 Bab 133
133 Bab 134
134 Bab 135
135 Bab 136
136 Bab 137
137 Bab 138
138 Bab 139
139 Bab 140
140 Bab 141
141 Bab 142
142 Bab 143
143 Bab 144
144 Bab 145
145 Bab 146
146 Bab 147
147 Bab 148
148 Bab 149
149 Bab 150
150 Bab 151
151 Dear, My beloved readers
152 QnA
153 Kabar Gembira
154 Maaf
155 Cuap-cuap Author
156 Hai, Lovely Readers!
157 Tentang Kelangsungan Cerita Reyhan dan Aleeana
158 Pemberitahuan
159 Anyeong! Othor Comeback.
Episodes

Updated 159 Episodes

1
Bab 1
2
Bab 2
3
Bab 3
4
Bab 4
5
Bab 5
6
Bab 6
7
Bab 7
8
Bab 8
9
Bab 9
10
Bab 10
11
Bab 11
12
Bab 12
13
Bab 13
14
Bab 14
15
Bab 15
16
Bab 16
17
Bab 17
18
Bab 18
19
Bab 19
20
Bab 20
21
Bab 21
22
Bab 22
23
Bab 23
24
Bab 24
25
Bab 25
26
Bab 26
27
Bab 27
28
Bab 28
29
Bab 29
30
Bab 30
31
Bab 31
32
Bab 32
33
Bab 34
34
Bab 35
35
Bab 36
36
Bab 37
37
Bab 38
38
Bab 39
39
Bab 40
40
Bab 41
41
Bab 42
42
Bab 43
43
Bab 44
44
Bab 45
45
Bab 46
46
Bab 47
47
Bab 48
48
Bab 49
49
Bab 50
50
Bab 51
51
Bab 52
52
Bab 53
53
Bab 54
54
Bab 55
55
Bab 56
56
Bab 57
57
Bab 58
58
Bab 59
59
Bab 60
60
Bab 61
61
Bab 62
62
Bab 63
63
Bab 64
64
Bab 65
65
Bab 66
66
Bab 67
67
Bab 68
68
Bab 69
69
Bab 70
70
Bab 71
71
Bab 72
72
Bab 73
73
Bab 74
74
Bab 75
75
Bab 76
76
Bab 77
77
Bab 78
78
Bab 79
79
Bab 80
80
Bab 81
81
Bab 82
82
Bab 83
83
Bab 84
84
Bab 85
85
Bab 86
86
Bab 87
87
Bab 88
88
Bab 89
89
Bab 90
90
Bab 91
91
Bab 92
92
Bab 93
93
Bab 94
94
Bab 95
95
Bab 96
96
Bab 97
97
Bab 98
98
Bab 99
99
Bab 100
100
Bab 101
101
Bab 102
102
Bab 103
103
Bab 104
104
Bab 105
105
Bab 106
106
Bab 107
107
Bab 108
108
Bab 109
109
Bab 110
110
Bab 111
111
Bab 112
112
Bab 113
113
Bab 114
114
Bab 115
115
Bab 116
116
Bab 117
117
Bab 118
118
Bab 119
119
Bab 120
120
Bab 121
121
Bab 122
122
Bab 123
123
Bab 124
124
Bab 125
125
Bab 126
126
Bab 127
127
Bab 128
128
Bab 129
129
Bab 130
130
Bab 131
131
Bab 132
132
Bab 133
133
Bab 134
134
Bab 135
135
Bab 136
136
Bab 137
137
Bab 138
138
Bab 139
139
Bab 140
140
Bab 141
141
Bab 142
142
Bab 143
143
Bab 144
144
Bab 145
145
Bab 146
146
Bab 147
147
Bab 148
148
Bab 149
149
Bab 150
150
Bab 151
151
Dear, My beloved readers
152
QnA
153
Kabar Gembira
154
Maaf
155
Cuap-cuap Author
156
Hai, Lovely Readers!
157
Tentang Kelangsungan Cerita Reyhan dan Aleeana
158
Pemberitahuan
159
Anyeong! Othor Comeback.

Download

Suka karya ini? Unduh App, riwayat baca tak akan hilang
Download

Bonus

Pengguna baru dapat mengunduh App untuk membuka 10 bab secara gratis

Ambil
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!