Bab 5#

"Mas, aku mau cerita sesuatu!" Erika tidak tau, kalau di balik punggung Aldo, mata suaminya itu sudah terpejam sembari memeluk Icha.

Hening!

"Mas..." Panggil Erika sembari mencondongkan kepalanya demi bisa melihat wajah pria yang sudah menjadi kekasih halalnya itu.

"Yeak... Sudah tidur," keluhnya dalam hati. Ternyata ia telat masuk kamar karena memamg baru selesai menyetrika. Penasaran, matanya pun segera memindai jam di dinding. "Baru juga jam sembilan..." tuturnya sendiri. Tapi kembali sadar diri kalau Aldo itu seorang kuli pabrik yang kerjanya sangat keras. Bukanlah mandor, apalagi CEO CEO seperti tokoh fiksi dalam karangan tulisannya. Kasihan, pasti suaminya itu sangatlah lelah. Ia saja lelah luar biasa meski hanya seorang ibu rumah tangga yang kerjaannya sepertinya tidak ada beresnya.

" Selamat malam, imamku!" Dan cup... Satu kecupan lembut jatuh manis di pipi kiri Aldo.

Erika pun beringsut menjauh dari sisi ranjang. Terpaksa ia menelan lagi pengakuannya, kalau dalam beberapa bulan yang lalu ia memutuskan terjun menjadi seorang novelis.

Mengingat gosip Ibu Saida dari fitnah sang Ibu mertuanya, yang katanya ia berselingkuh dengan dalih sering bermain hape setiap saat, membuat Erika tersadar dalam satu kesalahannya, kalau ia harus jujur pada Aldo. Apapun itu, kecil atau besarnya masalah harus ia komunikasikan pada pasangannya.

"Besok pagi sajalah!" putus Erika yang tidak mau mengganggu tidur suaminya.

Karena belum mengantuk, Erika pun mengambil duduk bersila di atas karpet sembari menyenderkan punggungnya ke tembok, mencari posisi nyaman untuk memulai merangkai kata demi kata isi novelnya yang bergenre religi romance.

Ting... Ting...

Sedetik data internetnya menyala, hape Erika sudah diserbu sebuah notif dari beberapa aplikasi. Erika hanya membuka chat yang dikiranya penting dari grup sesama penulis. Namun ia hanya mendapatkan chat yang isinya bahan ghibahan semua. Memang, grup chat-nya ini suka ngebahas yang random, bukan hanya dunia literasi saja.

Merasa isinya unfaedah, Erika pun kembali pada niat awalnya yaitu menulis di draft pribadinya.

'HALAQAH CINTA AZIZAH.'

Erika mengklik judul novelnya tersebut, dan terlihatlah susunan rapih dari bab per-bab draf-nya.

Dalam suasana hening seperti inilah momen nyaman seorang penulis dalam berpikir, sembari merangkai plot demi plot yang menarik agar readers yang sudah ia kumpulkan itu bertahan mengikuti kisah fiktif yang ia ciptakan.

Namun, Ting... Sepertinya ia gagal kali lagi mendapat konsentrasinya, satu notif DM masuk dan membuatnya penasaran, siapakah orang yang sudah mengganggunya.

'Kok Azizah belum up?'

Erika menyerinyitkan kedua alisnya. Ia tidak tahu siapa yang sudah bertanya demikian? Sejurus, ia menepuk jidatnya konyol, karena merasa bodoh. Di mana Azizah disebut maka pasti orang yang Nge-DM ini adalah penggemar tokohnya. Tapi, kenapa pula DM langsung ke akun sosmed pribadinya? Kan bisa di aplikasi baca langsung. Erika jadi penasaran, ini si penggemarnya tau dari mana akun IG-nya, padahal itu kan akun pribadinya, bukan akun buat sekadar promosi. Bahkan, Erika saja kadang lupa kalau ia itu punya akun sosmed saking jarangnya atau nyaris tidak pernah bermain sosmed. Ia terlalu sibuk di real life dan tugasnya sebagai seorang writer, sampai sampai tidak punya waktu membuat status atau apalah itu.

'Belum sempat, Kak! Sabar ya... '

'Apa kamu tau, saya sedari tadi menunggu up-mu?!'

Erika mana tau.

'Saya terbayang terus sama Azizah! Apakah sosok Azizah menggambarkan karakter asli penulisnya? Sholeha dan sangat kuat karakternya!'

Kepo banget sih ini manusia yang masih dipertanyakan gendernya oleh Erika. Cowok apa cewek? Melihat foto profilnya itu sangat membangongkan, masa gambar profilnya itu perut badut. Lucu sekaligus aneh.

'Itu hanya fiktif ya, Kak. Saya tidak sesempurna Azizah. Iman saya masih setipis helai rambut."

Erika mencoba ramah pada pembacanya.

'CEPAT UP!'

Astagfirullah... Erika hanya geleng-geleng kepala membaca dua kata huruf besar tersebut. Itu tandanya, si readers ini dalam lagi kesal karena cerita ia gantung.

Ya sudahlah, karena ia ditagih up dengan bisa dibilang sedikit pemaksaan, Erika pun memutuskan mematikan data internetnya biar tidak ada lagi notif notif berisik yang tidak terlalu penting.

'Kenapa tidak dibalas?'

Belum juga jari menyentuh layar non-aktif datanya itu, notif DM dari orang yang sama masuk lagi.

'Apa kamu percaya takdir?'

'Tentu saja!' Erika hanya membelas sekenanya.

'Apa kamu pernah dengar kiasan, 'Senja dan Pagi akan bertemu?'

Semakin panjang urusannya kalau Erika terus membalas chat orang asing ini yang ambigu sekali, oleh sebab itu, Erika lebih memilih mendiamkannya. Ia pun dengan cepat menonaktifkan datanya. Lalu segera memusatkan penuh konsentrasinya ke plot yang sudah ia tulis di draft-nya. Ia hanya perlu mengembangkan plot itu sampai jadi satu halaman novelnya, jadi waktunya tidak akan terlalu lama.

***

Allahuakbar...allahuakbar...

Erika tersentak kaget mendengar suara adzan subuh berkumandang di masjid luar sana. Ia pun segera bangun dari...aish, ternyata ia sampai ketiduran di lantai karena saking asyiknya menulis semalaman sampai ia bisa menulis delapan ribu kata.

Tapi pertanyaan Erika, kemana alarm jam tiga dini harinya itu? Tumben sekali alarm cerewet itu tidak menggedor gedor pintu? Dan alarm yang dimaksud Erika adalah Ibu mertuanya. Tidak biasanya si Ibu libur mengomel di dini hari.

Karena memang waktunya bangun, Erika segera bergegas membangunkan Aldo untuk berjama'ah bersama.

"Ayo, Mas. Ini sudah adzan loh. Waktu subuh kan hanya sedikit." Erika sampai menarik narik tangan Aldo. Tidak digubris, Erika melakukan cara halus dengan cara berbisik mesra di telinga Aldo, "Selamat pagi, imamku!" Cup... bahkan, Erika menjatuhkan kecupan di kedua kelopak mata Aldo yang enggan sekali untuk terbuka.

Aldo tersenyum diam diam dalam hatinya, ia suka dengan cara halus Erika membangunkanya.

"Masss...." bisik Erika sembari mengguncang lengan pria yang sebenarnya pura pura tertidur ini. Ingin menggoda sang isteri, Aldo dengan sengaja memanyunkan bibirnya, pertanda minta di kecup seperti kedua kelopak matanya.

"Idihh, genit!"

Aldo tersenyum sembari membuka matanya. "Cium..." pintanya manja.

Tidak mau ketinggalan waktu subuh, Erika dengan patuh menuruti suaminya. Namun saat ia ingin menarik kecupannya, Aldo dengan cepat memagut bibirnya.

Sepertinya, suaminya ini minta jatah di waktu yang tidak tepat. Tangan Aldo pun sudah meraba bagian depannya. Setan memang pintar menggoda di waktu tertentu seperti itu.

"Kenapa nggak balas?" Aldo berdecak kesal karena Erika hanya diam saja, tidak merespon lidahnya.

"Selesai sholat deh..." tawar Erika lembut.

Aldo menggeleng. "Biar irit waktu, kita mandi bersama saja. Mas janji, tidak akan lama. Setelah itu, baru kita jama'ah! Ide Mas ngirit waktu kan, Sayang?" Aldo tersenyum nakal. Kemudian menarik tangan Erika yang hanya menghela nafas pasrah. "Mas itu ketiduran tau, nunggu kamu kelar menyetrika lama sekali sih." cerita Aldo.

"Oh, maaf kalau begitu." sesal Erika yang tidak tau kalau suaminya ini minta jatah katanya.

Aldo tidak menyahut. Ia lebih cepat menarik pintu kamarnya. Namun rencana tinggalah rencana, Erika dan Aldo terkejut setengah mati melihat Ibu Rani kini tergolek di depan pintu kamarnya.

"Ibuuu!" pekik keduanya sembari berhambur menolong Ibu Rani yang sebenarnya tersandung di karpet berbulu, saat jam tiga dini hari yang tadinya berniat mengganggu Erika lagi. Kualat sepertinya!

Terpopuler

Comments

anray

anray

rasain,.!!!!!!
dosa gak sih

2022-12-17

3

lihat semua

Download

Suka karya ini? Unduh App, riwayat baca tak akan hilang
Download

Bonus

Pengguna baru dapat mengunduh App untuk membuka 10 bab secara gratis

Ambil
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!