RAGASA
Aku memang seorang pembohong, tetapi aku sangat benci di bohongi. Aku ingin semua orang terbuka terhadap ku, tetapi aku sendiri menutup diri terhadap mereka.
Aku sangat mempercayai mereka, tapi kenapa mereka menyimpan kebohongan besar tentang ku?
Kita semua berbeda, aku berbohong untuk kepentingan bersama, tetapi mereka berbohong untuk kepentingan mereka sendiri.
Aku berbohong karena takut di khawatirkan, tapi mereka berbohong untuk mengkhawatirkan diri mereka sendiri.
Pada dasarnya, kita sama-sama pembohong. Akan tetapi, dengan konsep kebohongan yang berbeda.
Bukan aku ataupun siapa yang salah, tapi semuanya sama-sama salah. Jika saja di antara kita semua sama-sama terbuka, semuanya tidak akan menjadi rumit seperti ini.
**
"Lo yang duluan!" Tuduh Raga.
Dia Raga. Bernama panjang Raga Anindita Wijaya. Lelaki dengan perawakan tubuh tinggi dan tegap, tidak lupa sorot matanya yang selalu menatap tajam siapapun. Itu yang membuat dia terkesan berkharisma dan menyeramkan secara bersamaan.
"Lo!" Balas perempuan yang sedang berdebat dengannya.
"Pokoknya Lo yang duluan!" Keukeuh perempuan itu.
"Lo yang duluan Caca Queensa Libertà." Raga bersedekap dada, sembari menatap datar perempuan yang bernama Caca itu.
Caca Queensa Libertà. Sahabat sekaligus partner gelut. Ia sangat suka mengusili gadis satu ini, alasannya karena menurutnya sangat menggemaskan ketika dia marah.
Caca yang tak terima Raga tetap Keukeuh menyalahkannya, Ia ingin kembali melakukan penyerangan. Akan tetapi, mulutnya kembali terkatup saat suara nyaring milik Bu Shinta melerai pertengkaran mereka Berdua.
"STOPP!" Bu Shinta berteriak.
Bagaimana tidak? Mereka berdua berdebat saat mata pelajarannya sedang berlangsung, sangat-sangat tidak sopan.
"Caca kamu keluar dan hormat bendera, sedangkan Raga tetap diam di kelas!" Lanjutnya.
Caca jelas-jelas tak terima, kenapa dirinya yang harus hormat bendera? sedangkan disini Raga yang mencari gara-gara duluan terhadapnya.
"Kenapa saya yang harus hormat bendera sih Bu? Raga yang nyari gara-gara duluan. Dia yang lempar-lempar kertas ke arah saya, padahal saya lagi coba fokus sama pelajaran. Harusnya Raga lah yang hormat bendera, bukan saya!" Protes Caca tak terima
"Raga gak mungkin cari gara-gara, hak kaya kamu yang suka membuat gara-gara dan membuat onar!" Ketus Bu Shinta, membuat Raga tersenyum kemenangan sambil menatap Caca mengejek.
"Nyenye ... Raga gak mungkin cari gara-gara, nyenye ... Raga gak mungkin buat onar, nyenye ..." Caca mencibir.
Tidak lupa tubuhnya yang sudah berlari terbirit-birit keluar, takut-takut guru itu akan kembali mengomelinya dan berakhir hukumannya akan bertambah.
Bu Shinta menghela nafas panjang, setelah itu mengeluarkannya secara perlahan, "KAMU GAK AKAN BOLEH MASUK PELAJARAN SAYA LAGI!!" Teriak guru wanita tersebut.
Caca yang sudah di luar kelas pun kembali diam di depan pintu, ketika mendengar teriakan yang dilontarkan guru tercintanya.
Gadis itu membungkukkan badannya memberi hormat, "Terimakasih Bu, saya sangat senang atas apresiasi ibu."
"Ibu adalah guru terbaik … Tapi boong awok awok!"
Caca tertawa sembari kembali berlari, Ia akan melaksanakan hukumannya, sebelum Bu Shinta semakin marah dan mengadukan kelakuannya ini pada opahnya.
Bu Shinta memegang kepalanya yang terasa pusing, sebenarnya Ia sudah lelah meladeni murid seperti ini. "Dasar murid setan gak ada akhlak!" Umpatnya sambil geleng-geleng kepala.
**
"Panas?" Raga menghampiri Caca yang baru saja menyelesaikan hukumannya dan duduk di pinggir lapangan.
Caca menggeleng sembari tersenyum, "Kagak, kagak panas. Malahan adem, saking ademnya punggung gue udah habis kena keringat. Saking ademnya muka gue merah, saking ademnya kepala gue rasanya mendidih dan pengen gorok Lo! Pake tanya lagi … Ya panaslah! Lo enak gak di hukum, dasar P'A!" Kata Caca sambil mengambil minuman yang berada di tangan Raga.
"Marah-marah Mulu lo, lagian lo yang duluan. Jadinya lo sendirikan yang kena hukum?" Ucapan tanpa dosa yang keluar dari mulut Raga membuat amarah Caca semakin tersulut dan ingin sekali menghabisi manusia di depannya ini sekarang juga.
"Eh Raga yang gantengnya kaya monyet peliharaan bapak gue, lo sendiri kan yang mulai duluan? Pakai lempar-lemparan kertas segala, terus lo dengan watados nya nyalahin gue? Sedeng lo!" Ucap Caca dengan intonasi kesal yang kentara.
"Sttttttt ... Lo anak yatim piatu. Yang pelihara monyet itu bapak gue, bukan lo!" Balas Raga.
Ia mengambil kerah belakang baju Caca, lalu menyeretnya ke kantin.
Caca yang di seret seperti itu pun hanya pasrah saja, Ia mengusap ujung matanya yang seolah-olah mengeluarkan air mata, "Gini amat jadi yatim piatu, hiks ..."
**
"ASSALAMU'ALAIKUM, MANUSIA-MANUSIA KELAPARAN!!"
Sudah menjadi kebiasaan, seorang Caca selalu berteriak dan rusuh di manapun. Teriakannya mampu memenuhi kantin yang sedang ramai-ramainya, bahkan semua orang pun sudah terbiasa akan teriakan yang dikeluarkan Caca.
Memang, pasti ada saja yang mengumpat karena teriakan Caca yang selalu datang tiba-tiba. Tapi tidak sama sekali ada yang berani melarang atau mengumpati Caca secara langsung, hanya di belakang saja.
Caca berjalan ke arah meja teman-temannya dan diikuti Raga di belakang. Ketika sampai di meja yang dituju, Ia langsung saja mencomot bakso salah satu temannya.
Padahal baksonya kuah lho, main comot-comot aja.
Setelah bakso yang di kunyahnya habis, dia duduk disana dengan tenang, seperti tidak melakukan apa-apa, kurang ajar.
Bima yang menjadi pemilik bakso itu, tentu saja marah. Apalagi melihat Caca yang seolah tidak melakukan apapun, membuatnya naik pitam, "Dasar goblok, di disini di sediakan sendok, kenapa lo main comot-comot aja Rodi'ah? Jadi jijik kan bakso gue!" Kesal Bima.
Caca mengedikan bahunya acuh, "Yaudah, kalau jijik biar gue aja yang makan. Jadi utuh kan uang jajan gue?" Kata caca sambil mengambil alih mangkok Bima, membuat lelaki itu memelototkan matanya.
"Anj-" Bima hendak mencekik gadis stres di depannya, tapi suara dingin seseorang menghentikan aksinya kali ini.
"Pesen lagi aja, biar gue yang bayar," lerai Alzam, orang yang paling waras di antara mereka semua.
Mendengar perkataan Alzam. Caca kembali menyerahkan mangkok baksonya kepada Bima dan berlari menuju stand makanan, "Lo makan aja, gue bisa pesan lagi kok!"
Bima yang tersadar Caca akan berlari, langsung beranjak dan mencekal tangan caca kencang, "Gue yang di suruh pesen bukan lo, jadi lo harus makan bakso gue. Dan gue mesen yang baru," tekannya masih mencekal tangan Caca kuat.
"Dih, emang Alzam ngomongin nama yang mau di traktir nya? Enggak kan?Jadi gue yang pesen dan lo ..." Tunjuk Caca pada Bima. "Makan bakso yang bekas lo lah!"
"Pokoknya gue yang pesen!" Tekan Bima masih menahan pergerakan Caca.
"Gue yang pesen!" Keukeuh Caca.
"Gue!" Sekarang giliran Bima yang bersikukuh.
"Pokonya Gue!"
"BU BAKSO SATU LAGI YAH! ENTAR DI BAYAR SAMA ALZAM!" Teriakan menggelegar yang berasal dari bangku yang ditempati mereka, membuat Caca dan Bima melotot saling pandang.
"SIAP DEN!!" Balas Bu Inah tak kalah kencang berteriak.
"DODI MONYET!"
Teriak mereka berdua langsung meluruh ke lantai dan saling peluk, saling menguatkan masing-masing dan mencoba menerima bahwa bukan mereka berdua lah yang menerima traktiran bakso itu.
Fyi, Dodi ceritanya satu circle juga dengan mereka. Caca dan Bima yang malang, terimalah takdir kalian di cerita ini.
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 106 Episodes
Comments
༄ᴳᵃცʳ𝔦εᒪ࿐
Ini lebih kacau dari geng singa di novel gue
2022-12-14
0
༄ᴳᵃცʳ𝔦εᒪ࿐
berasah kembali muda baca teen author kidoo 🤣
2022-12-14
0
༄ᴳᵃცʳ𝔦εᒪ࿐
Ini gak salah nih....
Karya teen?
hahahaha 😝
2022-12-14
0