NovelToon NovelToon

RAGASA

Ep. 1. Gadis Sialan

Aku memang seorang pembohong, tetapi aku sangat benci di bohongi. Aku ingin semua orang terbuka terhadap ku, tetapi aku sendiri menutup diri terhadap mereka.

Aku sangat mempercayai mereka, tapi kenapa mereka menyimpan kebohongan besar tentang ku?

Kita semua berbeda, aku berbohong untuk kepentingan bersama, tetapi mereka berbohong untuk kepentingan mereka sendiri.

Aku berbohong karena takut di khawatirkan, tapi mereka berbohong untuk mengkhawatirkan diri mereka sendiri.

Pada dasarnya, kita sama-sama pembohong. Akan tetapi, dengan konsep kebohongan yang berbeda.

Bukan aku ataupun siapa yang salah, tapi semuanya sama-sama salah. Jika saja di antara kita semua sama-sama terbuka, semuanya tidak akan menjadi rumit seperti ini.

**

"Lo yang duluan!" Tuduh Raga.

Dia Raga. Bernama panjang Raga Anindita Wijaya. Lelaki dengan perawakan tubuh tinggi dan tegap, tidak lupa sorot matanya yang selalu menatap tajam siapapun. Itu yang membuat dia terkesan berkharisma dan menyeramkan secara bersamaan.

"Lo!" Balas perempuan yang sedang berdebat dengannya.

"Pokoknya Lo yang duluan!" Keukeuh perempuan itu.

"Lo yang duluan Caca Queensa Libertà." Raga bersedekap dada, sembari menatap datar perempuan yang bernama Caca itu.

Caca Queensa Libertà. Sahabat sekaligus partner gelut. Ia sangat suka mengusili gadis satu ini, alasannya karena menurutnya sangat menggemaskan ketika dia marah.

Caca yang tak terima Raga tetap Keukeuh menyalahkannya, Ia ingin kembali melakukan penyerangan. Akan tetapi, mulutnya kembali terkatup saat suara nyaring milik Bu Shinta melerai pertengkaran mereka Berdua.

"STOPP!" Bu Shinta berteriak.

Bagaimana tidak? Mereka berdua berdebat saat mata pelajarannya sedang berlangsung, sangat-sangat tidak sopan.

"Caca kamu keluar dan hormat bendera, sedangkan Raga tetap diam di kelas!" Lanjutnya.

Caca jelas-jelas tak terima, kenapa dirinya yang harus hormat bendera? sedangkan disini Raga yang mencari gara-gara duluan terhadapnya.

"Kenapa saya yang harus hormat bendera sih Bu? Raga yang nyari gara-gara duluan. Dia yang lempar-lempar kertas ke arah saya, padahal saya lagi coba fokus sama pelajaran. Harusnya Raga lah yang hormat bendera, bukan saya!" Protes Caca tak terima

"Raga gak mungkin cari gara-gara, hak kaya kamu yang suka membuat gara-gara dan membuat onar!" Ketus Bu Shinta, membuat Raga tersenyum kemenangan sambil menatap Caca mengejek.

"Nyenye ... Raga gak mungkin cari gara-gara, nyenye ... Raga gak mungkin buat onar, nyenye ..." Caca mencibir.

Tidak lupa tubuhnya yang sudah berlari terbirit-birit keluar, takut-takut guru itu akan kembali mengomelinya dan berakhir hukumannya akan bertambah.

Bu Shinta menghela nafas panjang, setelah itu mengeluarkannya secara perlahan, "KAMU GAK AKAN BOLEH MASUK PELAJARAN SAYA LAGI!!" Teriak guru wanita tersebut.

Caca yang sudah di luar kelas pun kembali diam di depan pintu, ketika mendengar teriakan yang dilontarkan guru tercintanya.

Gadis itu membungkukkan badannya memberi hormat, "Terimakasih Bu, saya sangat senang atas apresiasi ibu."

"Ibu adalah guru terbaik … Tapi boong awok awok!"

Caca tertawa sembari kembali berlari, Ia akan melaksanakan hukumannya, sebelum Bu Shinta semakin marah dan mengadukan kelakuannya ini pada opahnya.

Bu Shinta memegang kepalanya yang terasa pusing, sebenarnya Ia sudah lelah meladeni murid seperti ini. "Dasar murid setan gak ada akhlak!" Umpatnya sambil geleng-geleng kepala.

**

"Panas?" Raga menghampiri Caca yang baru saja menyelesaikan hukumannya dan duduk di pinggir lapangan.

Caca menggeleng sembari tersenyum, "Kagak, kagak panas. Malahan adem, saking ademnya punggung gue udah habis kena keringat. Saking ademnya muka gue merah, saking ademnya kepala gue rasanya mendidih dan pengen gorok Lo! Pake tanya lagi … Ya panaslah! Lo enak gak di hukum, dasar P'A!" Kata Caca sambil mengambil minuman yang berada di tangan Raga.

"Marah-marah Mulu lo, lagian lo yang duluan. Jadinya lo sendirikan yang kena hukum?" Ucapan tanpa dosa yang keluar dari mulut Raga membuat amarah Caca semakin tersulut dan ingin sekali menghabisi manusia di depannya ini sekarang juga.

"Eh Raga yang gantengnya kaya monyet peliharaan bapak gue, lo sendiri kan yang mulai duluan? Pakai lempar-lemparan kertas segala, terus lo dengan watados nya nyalahin gue? Sedeng lo!" Ucap Caca dengan intonasi kesal yang kentara.

"Sttttttt ... Lo anak yatim piatu. Yang pelihara monyet itu bapak gue, bukan lo!" Balas Raga.

Ia mengambil kerah belakang baju Caca, lalu menyeretnya ke kantin.

Caca yang di seret seperti itu pun hanya pasrah saja, Ia mengusap ujung matanya yang seolah-olah mengeluarkan air mata, "Gini amat jadi yatim piatu, hiks ..."

**

"ASSALAMU'ALAIKUM, MANUSIA-MANUSIA KELAPARAN!!"

Sudah menjadi kebiasaan, seorang Caca selalu berteriak dan rusuh di manapun. Teriakannya mampu memenuhi kantin yang sedang ramai-ramainya, bahkan semua orang pun sudah terbiasa akan teriakan yang dikeluarkan Caca.

Memang, pasti ada saja yang mengumpat karena teriakan Caca yang selalu datang tiba-tiba. Tapi tidak sama sekali ada yang berani melarang atau mengumpati Caca secara langsung, hanya di belakang saja.

Caca berjalan ke arah meja teman-temannya dan diikuti Raga di belakang. Ketika sampai di meja yang dituju, Ia langsung saja mencomot bakso salah satu temannya.

Padahal baksonya kuah lho, main comot-comot aja.

Setelah bakso yang di kunyahnya habis, dia duduk disana dengan tenang, seperti tidak melakukan apa-apa, kurang ajar.

Bima yang menjadi pemilik bakso itu, tentu saja marah. Apalagi melihat Caca yang seolah tidak melakukan apapun, membuatnya naik pitam, "Dasar goblok, di disini di sediakan sendok, kenapa lo main comot-comot aja Rodi'ah? Jadi jijik kan bakso gue!" Kesal Bima.

Caca mengedikan bahunya acuh, "Yaudah, kalau jijik biar gue aja yang makan. Jadi utuh kan uang jajan gue?" Kata caca sambil mengambil alih mangkok Bima, membuat lelaki itu memelototkan matanya.

"Anj-" Bima hendak mencekik gadis stres di depannya, tapi suara dingin seseorang menghentikan aksinya kali ini.

"Pesen lagi aja, biar gue yang bayar," lerai Alzam, orang yang paling waras di antara mereka semua.

Mendengar perkataan Alzam. Caca kembali menyerahkan mangkok baksonya kepada Bima dan berlari menuju stand makanan, "Lo makan aja, gue bisa pesan lagi kok!"

Bima yang tersadar Caca akan berlari, langsung beranjak dan mencekal tangan caca kencang, "Gue yang di suruh pesen bukan lo, jadi lo harus makan bakso gue. Dan gue mesen yang baru," tekannya masih mencekal tangan Caca kuat.

"Dih, emang Alzam ngomongin nama yang mau di traktir nya? Enggak kan?Jadi gue yang pesen dan lo ..." Tunjuk Caca pada Bima. "Makan bakso yang bekas lo lah!"

"Pokoknya gue yang pesen!" Tekan Bima masih menahan pergerakan Caca.

"Gue yang pesen!" Keukeuh Caca.

"Gue!" Sekarang giliran Bima yang bersikukuh.

"Pokonya Gue!"

"BU BAKSO SATU LAGI YAH! ENTAR DI BAYAR SAMA ALZAM!" Teriakan menggelegar yang berasal dari bangku yang ditempati mereka, membuat Caca dan Bima melotot saling pandang.

"SIAP DEN!!" Balas Bu Inah tak kalah kencang berteriak.

"DODI MONYET!"

Teriak mereka berdua langsung meluruh ke lantai dan saling peluk, saling menguatkan masing-masing dan mencoba menerima bahwa bukan mereka berdua lah yang menerima traktiran bakso itu.

Fyi, Dodi ceritanya satu circle juga dengan mereka. Caca dan Bima yang malang, terimalah takdir kalian di cerita ini.

Ep. 2. Salah Paham

Di Suasana sore yang cerah ini, Raga dan teman-temannya sedang berdiam diri di sebuah markas geng Alverage. Yap, mereka semua adalah anggota dari geng motor bernama Alverage dan Raga sendiri lah yang menjadi ketua dari geng motor tersebut.

Sulit untuk dipercaya memang, tapi memang itu kenyataanya. Geng Alverage adalah geng yang cukup disegani dan ditakuti, makanya tidak ada yang berani menghujat Caca dan yang lainnya meskipun terkadang sifatnya bisa merugikan siapapun. Itu karena mereka takut dan segan terhadap segerombol anak anaknya, bukan karena takut akan nama gengnya.

"Gue lapar ..." gumam Dodi tiba-tiba, tidak lupa bibirnya yang mengerucut sok imut.

Bima yang melihat itu bergidik ngeri, "Jangan sok imut lo Dod, kalau lapar ya makan. Jangan curhat, apa lagi monyong-monyongin bibir," ucap Bima, Ia mundur beberapa langkah untuk menjauhi Dodi.

"Siapa yang curhat sih? Gue lagi bermonolog, bukan curhat sama lo!" Ketus Dodi.

Melihat Dodi yang kelaparan, membuat Caca merasa kasihan akan hal itu, "Yaudah elah, gue juga lapar. Beli makanan yuk!" Ajaknya sambil menepuk bahu Dodi membuat mata lelaki itu berbinar.

Dodi dengan sigap berdiri, lalu merangkul bahu Caca. "Gini nih punya temen perhatian, gak kayak si Bima. Bima yang bisanya cuman ngomel plus gak modal buat beliin temennya makanan," sindir Dodi, sembari menatap Bima seolah menyindir.

"Tapi lo yang bayarin yah!" Mendengar kata yang keluar dari mulut Caca, Dodi cepat-cepat melepaskan rangkulannya secara kasar.

Baru saja Ia memuji cewek itu, tetapi ternyata ekspektasinya terlalu tinggi. Caca sama saja dengan Bima yang sukanya gratisan.

"Gak ada yang bener punya temen," Dodi meringkuk, sembari memegang perutnya. Dramatis sekali memang.

"Elah, pelit amat lo Dod, gue yatim piatu lho. Sebatang kara, gue belom jajan dari tadi gara-gara gak punya duit,o gak kasihan gitu sama gue?" Kata Caca ikut duduk disamping Dodi yang sedang meringkuk.

"Heh manusia, lo sebatang kara juga cucunya libertà. Lo bahkan bisa beli semua mall di Jakarta, gak usah merendah deh lo!" Timbrung Bima.

Bima kesal, temannya yang satu ini seolah-olah dirinya memang fakir miskin yang tidak punya apapun, meskipun Caca yatim piatu, dia adalah cucu dari seorang libertà. Konglomerat terkaya di Indonesia.

"Itu kan kakek gue yang kaya, gue nggak," Caca mengambil dompet di saku rok abu-abunya, tidak lupa mengeluarkan dan menunjukkan isi dompetnya pada Bima.

"Noh, isinya cuman ada 12 rebu. Sepuluh ribu buat bensin, dua ribu buat jajan cilok, ini yang Lo sebut dengan kaya?"

"Ya-ya tetep aja lo kaya!" Jawab Bima.

Melihat anggotanya bertengkar hanya karena sebuah makanan, Raga memutar bola matanya malas, selalu saja seperti ini, "Udah-udah, lo semua mau makan apa? Biar gue yang beli di anter sama Caca, sekaligus gue yang bayar," ucapan yang berhasil lolos dari mulut Raga itu membuat semua orang kecuali Azlam bersorak gembira.

"Ini nih yang gue cari Bray!" Senang Caca. Ia menyeret tubuh Raga untuk cepat-cepat keluar dari markas.

Baru saja mereka menginjak kakinya di luar, markasnya sudah diserbu ratusan orang yang datang.

"KELUAR LO SEMUA!"

Itu suara Kevin, ketua geng dari geng yang bernama Libra. Rival geng Alverage dari tiga tahun ke belakang. Entah karena alasan apa, geng Libra selalu mencari gara-gara duluan dan berakhir mereka menjadi musuh sampai sekarang.

Semua anggota yang sedang berada di dalam ruangan, otomatis keluar ketika mendengar teriakan dari musuhnya itu.

"Yahh ... Padahal kan lagi laper," lesu Caca, Bima dan Dodi berbicara serempak. Dan tanpa mereka sadari, mereka bertiga mengelus perut mereka secara berbarengan, kompak sekali bukan?

"Cacing anaknya mamah, cancel dulu makannya. Kita harus lawan mereka dulu okay?" Ucap Caca masih mengusap-usap perutnya membuat keempat lelaki itu bergidik ngeri.

"Stres!" Celetuk Azlam yang sedari tadi diam, membuat Caca langsung memegang dadanya.

"Mendingan gak usah ngomong deh Lo! sekalinya ngomong bikin hati gue tersayat-sayat, sakit hati eneng bang," lebay Caca.

Ia menepuk-nepuk dadanya, menambah kesan dramatis yang di tampilkan.

"Lebay Lo!" Serempak Dodi dan Bima menoyor kepala Caca membuat gadis itu hampir terjengkang ke belakang. Jika tidak ditahan oleh Raga yang berada di dekatnya, Caca mungkin jatuh di depan banyaknya musuh.

"Bisa serius?" Ucapan tajam Raga berhasil membuat mereka semua kicep.

Raga menghela nafas pelan, kenapa anggota intinya hanya alzam saja yang benar? kenapa yang lainnya otaknya pada miring semua? Raga berjalan ke arah Kevin dengan berwibawa, tidak lupa satu tangannya yang di masukan ke dalam celana. Itu semakin membuat aura pemimpin dalam dirinya mencuat keluar.

"Ngapain lo kesini?" Ucapan yang bernada berat dan datar itu terlontar begitu saja, ketika Kevin sudah berada di depannya.

Kevin tersenyum miring, lalu berjalan mendekat ke arah Caca. "Gak ada, cuman mau nyamperin si cantik aja kok,gak lebih," ucapan singkat yang keluar dari mulut Kevin berhasil membuat emosi Raga tersulut. Ia tak suka ada yang membawa-bawa nama Caca.

"Ngapain lo mau nyamperin cewek gue? Jauh-jauh lo!" Raga mendorong bahu Kevin yang akan mendekat ke arah Caca kuat, membuat badan Kevin sedikit terhuyung ke belakang.

Kevin terkekeh, lalu kembali mendekat ke arah Caca. "Cewek Lo? Gak salah denger gue?"

"Gue gak akan rebut cewek Lo kok, kecuali dia sendiri yang mau sama gue. Gue cuman mau nyampein sesuatu aja buat si cantik," Kevin membungkukkan badannya, lalu membisikan sesuatu ke arah telinga Caca.

"Orang yang terlihat bersalah belum tentu salah, begitupun sebaliknya. Orang yang terlihat benar, belum tentu sepenuhnya benar. Dan satu lagi, lo bakal nyesel masuk geng Alverage apalagi kenal sama ketua lo itu atau yang sekarang udah jadi cowok lo?" Setelah membisikkan kata itu, Kevin berjalan kembali menuju motornya.

Tapi sebelum Kevin benar-benar pergi, Caca mencekal tangannya, "Apa maksud lo?" Tanya Caca.

"Gunakan otak lo buat mikir, cabut!" Setelah mengatakan itu, Kevin benar-benar pergi.

**

Setelah kedatangan geng Libra ke markas Alverage, membuat Caca yang biasanya berisik menjadi pendiam, Ia terus saja menguras otaknya untuk memikirkan apa maksud dari ucapan Kevin kepadanya.

"Apa sih yang di bisikin sama Kevin?sampe ngebuat seorang Caca jadi pendiam kek gini?" Heran Bima sambil mengusap-usap dagunya.

"Gue minta rumusnya ah, supaya nih markas nggak berisik sama ocehan unfaedah lo!" Caca tak merespon ucapan Bima yang lebih tidak BERFAEDAH. Ia lebih baik memikirkan ucapan apa yang di maksudkan oleh Kevin kepadanya tadi.

"Dia ngomong apa?" Tanya Raga, membuat Caca menoleh lalu mengangguk. Lebih baik Ia menceritakan semuanya pada raga.

"Tadi Kevin bilang gini sama gue 'Orang yang terlihat bersalah belum tentu salah, begitupun sebaliknya. Orang yang terlihat benar, belum tentu sepenuhnya benar. Dan satu lagi, lo bakal nyesel masuk geng Alverage apalagi kenal sama ketua lo itu atau yang sekarang udah jadi cowok Lo?' Apa maksudnya coba? gue bingung, apa yang salah sama geng ini? Apa yang salah sama lo?" Penjelasan Caca membuat semuanya terdiam, memikirkan apa yang dipikirkan gadis itu barusan.

"Jangan mudah percaya sama orang, apalagi itu musuh kita sendiri. Kevin cuma adu domba kita, supaya lo jadi benci sama gue. Jadi gak usah dipikirin apa yang di maksud Kevin, paham?" Jelas Raga membuat Caca mengangguk lalu tersenyum pada lelaki itu.

"Iya juga yah, kenapa harus di pikirin coba? Tapi tetep aja, gue ngerasa ada ucapan tersirat disana, apa ada hubungannya sama pembunuhan kakak gue?" Tanya Caca.

"Udah gue bilang, jangan dipikirin!" Tegas Raga.

"Tau lo, hak usah dipikirin kenapa? Emang lo mau geng kita terpecah belah?" Tanya Dodi membuat Caca spontan menggeleng.

"Makanya, gak usah di pikirin!"

"Iya-iya!" Balas Caca.

'Kenapa kok gue mikirnya omongan Kevin tuh ada benarnya? Terus kayak milikin kata tersirat gitu,' Batin Caca lalu menggeleng, mencoba melupakan ucapan Kevin yang statusnya adalah musuh gengnya sendiri.

Ep. 3. Hambatan Kecil

Raga sendari tadi menunggu Caca yang tak kunjung datang. Ia melirik jam tangan yang melingkar ditangannya, jam pertama sebentar lagi akan dimulai, tetapi cewek itu belum sama sekali menampakan wujudnya.

"Mana sih tuh bocah, kebiasaan banget deh kesiangan," monolognya.

Meskipun Raga adalah ketua geng motor, ia sangat menjunjung kedisiplinan, jarang sekali yang namanya Raga terlambat sekolah, apalagi membolos. Kecuali teman-teman kampretnya yang memaksa dan merengek-rengek untuk dirinya ikut membolos.

Raga menepuk jidatnya, ia seperti manusia purba yang sama sekali tidak mengetahui apa itu teknologi. Padahal, sekarang jamannya sudah modern, kita bisa dengan mudahnya menghubungi seseorang tanpa perlu mengirim surat.

Ia merogoh sakunya untuk mengambil handphone disana menghubungi nomor Caca. Sudah beberapa kali telponnya tidak diangkat, sampai kesebelas kalinya, Raga berhasil menghubungi manusia itu.

"Dimana Lo?" Sentaknya.

"Ha?" Terdengar gumaman di seberang sana membuat Raga yakin bahwa gadis yang sedang di teleponnya masih tidur dan terpaksa mengangkat karena dirinya terus-terusan menghubunginya.

Raga berdecak, ia sudah mengira itu, "Gue Raga, bangun lo! Gak liat sekarang jam berapa? Apa perlu gue beliin jam?hm?" Ucap Raga tajam, menyindir.

Hal itu membuat Caca yang sebrang sana melotot kaget, ia cengengesan sambil menggaruk-garuk tangannya, "Eh Ga hehe, gue kesiangan. Habisnya gue begadang nungguin maling, kok gak sampe rumah terus, padahal udah gue tungguin cik."

Raja menghela nafas, ketika mendengar alasan tak masuk akal yang diberikan Caca kepadanya. Menunggu maling?Emang ada manusia yang menunggu maling untuk mampir ke rumahnya? Dasar gila!

"Bacot, lima belas menit lo harus udah nyampe disini, kalau gak? Gue patahkan kaki lo!!" Tegasnya mutlak tak bisa diganggu gugat.

"Tapi gak—"

Tut.

Raga mematikan sambungannya secara sepihak, dia juga yakin gadis itu sedang menyumpah serapahi dirinya. Sudah tahu dirinya tidak suka ada anggotanya yang tidak disiplin, bisa-bisanya Caca baru bangun jam segini dan membuat amarahnya memuncak.

Terlepas dari rasa kesalnya, Raga pun merasa lega, ketika teman perempuan satu-satunya itu tidak kenapa-kenapa, ia sempat merasa khawatir sekaligus cemas, takut terjadi hal yang tidak-tidak kepada cewek itu.

Sedangkan disisi lain, seorang cewek tengah mengendarai motornya seperti kesetanan. Siapa lagi kalau bukan Caca. Ia melakukan itu hanya karena Raga menyuruhnya harus sampai di sekolah dalam waktu 15 menit, ia tidak bisa menolak, kalau kakinya tidak mau menjadi korban.

Caca menguap, ia memang masih mengantuk. Untuk mandi saja rasanya tidak ada waktu yang ia lakukan hanya menggosok gigi dan mencuci muka. Wajar saja cewek itu masih mengantuk, karena tak terkena segarnya air di pagi hari ketika mandi, apalagi ketika angin sepoi-sepoi yang membuatnya semakin mengantuk.

"Huaaaaaaaaaa!!"

Caca menepuk-nepuk mulutnya sambil tutup mata, ia tak menyadari ada orang yang tengah menyebrang jalan disana.

"Aaaaaaaaaaaaaaaaa!!"

Mendengar suara orang yang berteriak Caca spontan membuka matanya, matanya melotot sempurna, ketika ada orang akan tertabrak oleh dirinya. Bella dengan cepat-cepat membanting stirnya.

Brukkkk!

"Awsss ... Pembatas jalan sialan, kenapa lo ada disini coba, gue kan jadi jatuh, mana sakit lagi," ringisnya memarahi pembatas jalan, padahal sudah jelaskan siapa yang salah? Caca melirik orang hampir ditabraknya, orang itu masih mematung dengan keterkagetannya.

"Eh lo! Bantuin gue kenapa? Kejepit nih kaki gue!" Bentak Bella membuat lelaki yang hampir ditabraknya cepat-cepat mengangkat motor itu.

"Lo gak papa?" Tanya cowok itu.

Caca menggeleng, lalu bangun dengan cara berpegangan pada motornya, "Gak papa kok gak papa, cuman nabrak pembatas jalan, terus kakinya kejepit sama motor, gak papa kok gak papa!" Kesal Bella.

Apakah cowok di depannya itu tidak melihat baret-baret yang ada di kaki dan tangannya? Bahkan kakinya pun sampai ke jepit motor, terus dia masih nanya gak papa?

"Maaf," cicit laki laki itu sambil memainkan jarinya.

Terlihat seperti pria polos.

Dahi Bella mengerut, "Ngapain minta maaf? Malah gue yang minta maaf sama lo, karena gak hati-hati bawa motor, untungnya gak jadi nabrak, kalau nggak? Berabe gue," ucap Bella sambil menepuk-nepuk bajunya yang kotor.

"Eh, kita satu sekolah yah? Kok gue gak pernah liat lo? Kenapa lo telat?" Lanjutnya, ketika melihat seragam yang dikenakannya dengan cowok itu sama.

"I-iya," gugup cowok itu sambil membenarkan kacamatanya yang melorot ke bawah.

"Yaudah, ayo berangkat bareng," ajak Caca langsung menaiki motornya.

"Tapi—"

"Gak ada tapi-tapian, naik! Atau mau lo aja yang nyetirnya?" Mendengar pertanyaan Caca membuat laki-laki itu spontan menggeleng cepat, "Enggak!"

"Yaudah cepetan naik!" Titahnya lagi.

"Eh, gue ada satu pertanyaan lagi nih," tanya Caca ketika cowok itu sudah duduk di belakang jok motornya.

"Apa?" Balas cowok itu.

"Perasaan lo cowok deh, kenapa jerit pas gue tabrak? Kenapa gak langsung lari aja atau gak bilang apa gitu selain jerit," heran Bella.

"Repleks aja tadi hehehe."

**

Bel istirahat berbunyi, membuat caca langsung turun dari rooftop menuju kantin. Soal cowok tadi, Caca lupa menanyakan namanya. Setelah mereka masuk lewat gerbang belakang, cowok itu langsung pamit begitu saja.

"ASSALAMU'ALAIKUM YA AHLI KUBUR!!" Caca menggebrak meja teman-temannya, lalu duduk tanpa dosa sambil menyeruput minuman siapa saja yang ada disana.

"Kebiasaan banget teriak-teriak," Kata Bima sambil memutar bola matanya.

"Jawab dulu salamnya teman-teman, apakah kalian tau menjawab salam itu kewajiban?" Ucap Caca yang mendadak menjadi ustadzah.

Cewek itu berjengit kaget, ketika bukan teman sebangkunya saja yang menjawab salam, tetapi seisi kantin.

"WAALAIKUMSALAM!" Teriak mereka semua.

"Kompak bener dah, jantung adik sampai mau loncat," kata Caca sembari memegang dadanya.

"Jam sepuluh, perasaan gue nyuruh lo dateng jam delapan seperempat dah, kenapa baru datang?" Pertanyaan bernada dingin yang berasal dari Raga membuat cewek itu cengengesan sambil menggaruk tengkuknya.

"Mau kaki yang sebelah mana?" Tanyanya lagi.

Caca bergidik ngeri, Raga tidak pernah main-main soal ucapnya, "Lo jahat tahu gak? Nyuruh gue buru-buru, mana gue belom mandi lagi, liat nih!" Caca membuka jaketnya yang sempat dipakainya di rooftop, tadinya dia tidak mau memberi tau mereka,tapi pertanyaan yang dilontarkan Raga, membuat dirinya harus berkata jujur dari pada kakinya kena sasaran kan?

"Nih, tangan gue baret-baret, lutut gue, kaki gue yang mulus ini, nih kaki gue biru gara-gara kejepit motor, lo masih mau marahin dan patahin kaki gue? Gak punya hati si lo!" Caca menggeleng-gelengkan kepalanya dramatis.

Mata mereka semua melotot kaget, ketika mendapati baret yang sudah sudah hampir kering, tapi terlihat masih kotor, seperti belum dibersihkan, "Lo belum obatin?" Tanya mereka serempak, termasuk Alzam pun ikut berbicara.

"Belum sempat hehehe," cengirnya, membuat semua orang memutar bola matanya malas.

"Sakit gak?" Tanya Bima sambil menekan luka biru yang ada di kaki Caca dengan tidak ada akhlaknya.

"Eh anjing, jangan ditekan goblok!" Umpat Caca sambil menangkis tangan Bima.

"Eh?" Kaget Caca ketika tubuhnya di gendong ala bridal style secara tiba-tiba oleh Raga.

"Diem, jangan banyak gerak," peringat cowok itu membuat Caca refleks mengalungkan tangannya.

"Emmm, sweet banget sih bapak Raga." Goda Caca sambil menaik-turunkan alisnya.

"Mau gue jatuhin disini?" Tanyanya tajam.

Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!

Download Novel PDF
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!