Hasrat Membara Lelaki Tak Terkalahkan

Hasrat Membara Lelaki Tak Terkalahkan

Menghilangnya Sang Venus

Hampir setengah jam, siaran langsung itu terus memperlihatkan pemandangan alam di malam hari. Berbagai komentar membanjiri channel Ellys Morgan, mayoritas mempertanyakan alasan pemilik channel yang hanya berdiam diri membelakangi layar dari kejauhan.

Langit pada layar itu tampak memerah, awan keperakan bersinar bermandikan cahaya rembulan. Namun, deretan pepohonan hanya tampak membentuk bayangan hitam yang terpantul pada permukaan air danau. Ditengahnya membentuk siluet seorang gadis dengan rambut yang tersapu angin, mendudukkan diri pada hamparan rerumputan yang memanjang.

"Apakah dia berencana bunuh diri? Tidak biasanya dia melakukan siaran langsung dengan tema yang horor begini!" ujar beberapa netizen penasaran.

"Mungkin dia sedang merefleksikan diri atas dosanya waktu lalu," tangkas lainnya.

"Adakah yang tahu lokasi dimana itu?"

Setelah dua jam lamanya, mereka semakin membanjiri komentar. Hingga akhirnya, terdengar sayup suara dari kejauhan lalu kolom komentar perlahan berhenti bergerak.

Ellys Morgan sedang bernyanyi lirih, suara yang merdu itu terdengar sangat menyedihkan. Tak ada musik, hanya lagu yang diiringi alunan suara angin malam yang menggerakkan dedaunan.

Lagu itu adalah salah satu soundtrack dari drama dimana ia adalah pemeran utama yang begitu malang dalam cinta maupun kehidupannya. Salah satu drama yang memiliki rating tertinggi hingga episode terakhirnya walaupun akhir ceritanya tidak bahagia.

Apa yang ingin disampaikan oleh Ellys Morgan? Begitulah pertanyaan baru yang terbentuk dari segala sudut pandang orang-orang yang mengikuti siarannya.

Besok harinya, kabar mengejutkan datang dari dunia hiburan. Kabar tentang Ellys Morgan yang mengundurkan diri dari dunia hiburan. Kabar itu disampaikan olehnya secara langsung sebelum siaran langsungnya berakhir tadi malam lalu keberadaannya menghilang begitu saja dan tak satupun wartawan yang dapat melacak jejaknya.

Ellys Morgan sendiri adalah seorang aktris, model dan bahkan penyanyi. Gadis muda multitalenta. Seorang gadis yang paling rupawan sepanjang ingatan semua orang sedaratan negeri itu. Banyak yang menyayangkan kepergiannya, apalagi dengan kasus yang sebenarnya begitu lawak.

Karena seorang anak konglomerat yang mencoba bunuh diri atas dasar cinta pada Ellys Morgan, ia akhirnya dituntut. Masyarakat yang terus mengawasi perkembangan kasus itu dari awal, akhirnya terjun ke lapangan. Melakukan demo besar-besaran untuk membela keadilan bagi sang idola, penjagaan ketat terus dilakukan diberbagai titik.p

"Beruntung Ellys Morgan menolak untuk memperpanjang kontrak!" ucap salah seorang di dalam ruang rapat, beberapa diantaranya mengangguk untuk membenarkan. Sedangkan sisanya, mendengus kesal karena pemikiran yang begitu dangkal.

"Apa keuntungan dari keputusan itu kemudian? Bukankah pendapatan tertinggi selama dua tahun ini dikarenakan Ellys Morgan mau menandatangani kontrak dengan kita? Apakah kamu lupa bagaimana susahnya mendapatkannya dulu?" Sahut seseorang yang tak sependapat. Bagaimana pun, seharusnya kasus itu segera terselesaikan namun entah kenapa semakin berkepanjangan. Semua orang hampir sependapat bahwasannya pengaruh keluarga konglomerat yang menuntutnya itu menjadi salah satu ketidakberuntungan Ellys Morgan.

Dan kini, Gadis multitalenta itu harus menghilang begitu saja.

"Lalu, bagaimana dengan rasio profitabilitas perusahaan saat ini?"

Mendengar pertanyaan itu dari mulut CEO langsung membuat semua orang yang hadir mulai ketakutan. Pasalnya, laporan keuangan kuartal terakhir mengalami penurunan drastis.

"Margin laba untuk kuartal terakhir mencapai 11%," ucap seseorang memberanikan diri. Pada detik kemudian, ruangan itu sepi dan bahkan suara nafaspun terasa tertahan. Angka itu jauh dari angka yang perusahaan peroleh sebelum kasus itu terjadi dan sekarang kompetitor berhasil menduduki posisi penjualan terbaik pada produk sejenis.

Produk perusahaan GHH yang diiklankan oleh Ellys Morgan ditarik turun oleh beberapa mitra penjualan. Sebagian besar kemungkinan akibat dari ikut campurnya keluarga penggugat atas kasus Ellys Morgan.

Rapat itu tidak berjalan dengan lancar, semua divisi mendapatkan imbasnya. Masalah seakan terus datang secara bertubi-tubi. Dari pengganti Ellys Morgan yang susah didapatkan, produk yang ditarik dari pasaran tanpa konfirmasi ke perusahaan, harga saham perusahaan mulai menunjukkan penurunan hingga keributan di depan perusahaan akibat demonstrasi terus berlanjut.

"Aaahh... Kondisi perusahaan satu bulan terakhir benar-benar seperti pemakaman. Rasanya kuburanku sudah disiapkan oleh kepala divisiku," keluh Adalrich seraya menyandarkan punggungnya pada pagar pembatas lantai atap perusahaan, mereka telah melalui rapat yang begitu menyesakkan. Dia sesekali menyeruput kopi, walaupun hatinya begitu kesal namun wajahnya menikmati sinar matahari yang langsung menyapa kulit dingin akibat AC.

"Cobalah untuk bertahan. Magang kita hampir selesai," ucap Gaidzan. Pandangannya menyapu ke bawah pada jalanan yang hampir di setiap titik sedang terjadi demonstrasi besar-besaran. Menghilangnya Ellys Morgan membuat para pendemo semakin geram, Gaidzan bahkan sempat berpikir bahwa aktris itu sengaja menghilang untuk menyulut emosi para penggemarnya.

"Aku bahkan merasa ragu apakah aku bisa melewati kondisi perusahaan saat ini," ucap Adalrich kembali.

"Aku akan ke kampus besok, kamu ikut?" tanya Gaidzan mengalihkan topik pembicaraan. Bagaimanapun, keadaan ini diluar kendali mereka saat ini.

"Oke! Aku sudah rindu untuk ke kampus lagi! Selama hidupku, baru kali ini aku merindukan masa-masa bertemu dosen," isak Adalrich

"Mau aku jemput?" tanya Gaidzan.

"Tentu! Generasi penerus perusahaan GHH sangat luang, bukan?" ucap Adalrich dengan nada godaan.

"..."

Sebelum Gaidzan menyanggah, seorang gadis telah naik ke atap. Tujuannya bahkan terlihat dengan jelas dari senyumannya. Mengetahui gadis magang tercantik di perusahaan datang mencari Gaidzan membuat Adalrich memberikan senyuman bangga untuk temannya.

Gaidzan Harben adalah sosok pria idaman. Rabut hitam tertata rapi, bahu lebar terbalut baju putih magangnya terlihat begitu nyaman untuk bersandar, tubuh yang kekar terlihat sensual. Jemarinya yang panjang terlihat cantik tanpa aksesoris apapun yang melekat, hanya jam tangan elegan yang melingkar pada lengannya.

"Maaf mengganggu waktu istirahat kalian. Tapi, bolehkan aku berbicara berdua saja dengan Gaidzan?" ucap Amily tersenyum manis, permintaan itu membuat Adalrich mengangkat kedua telapak tanggannya dengan ekspresi tanpa daya lalu pergi melalui pintu satu-satunya menuju tangga darurat lantai 12.

"Ada apa Amily?" tanya Gaidzan menjaga sopan santun, membuang rasa ketidaksukaan dalam hatinya ke tempat sampah bersama puntung rokok yang masih terbakar.

"Hmm, aku tahu bahwa sekarang ini adalah minggu terakhir kita bertemu sebagai rekan kerja. Jadi sebelum berpisah, bolehkan aku mengajakmu untuk makan?"

Gaidzan akui bahwa Amily cantik dengan otaknya yang cukup dapat diandalkan selama magang bahkan Kepala Divisi mengakui keuletannya. Namun, itu tidak lantas membuat Gaidzan memandangnya sebagai wanita yang menarik di hatinya. Jika diakumulasikan, gadis itu adalah perempuan ke 7 yang secara langsung mengungkapkan perasaannya seperti ini selama magang. Sisanya, hanya bernyali kecil dengan mengirimkan berbagai barang ke meja kerjanya.

"Tentu," jawab Gaidzan seadanya. Jawaban yang dia berikan bertolak dengan isi hatinya, namun demi sopan santun dia harus menjaga sikapnya. Apalagi, seorang mata-mata ayahnya sedang memperhatikannya saat ini.

"Senang mendengar jawabanmu, kalau begitu nanti aku akan mengirimkan waktu dan lokasinya," ucap Amily bersukacita lalu pergi dengan kegirangan.

Kewaspadaannya setiap saat membuatnya dapat mendeteksi keberadaan sang mata-mata. Berada di perusahaan sendiri membuatnya merasa berada di tahanan dengan seribu mata yang mengawasi, membuatnya berharap bahwa hari-hari magang itu cepat selesai. Menyembunyikan statusnya sebagai generasi kedua dari perusahaan ternama itu adalah pilihan yang tepat, dia tidak akan tahu keributan macam apa yang akan terjadi jika semuanya terbongkar sebelum magang berakhir. Baik kampus dan perusahaan, dia menyembunyikan identitasnya dengan begitu baik.

Sekali lagi, dia meluaskan pandangannya ke jalanan dari atap perusahaan. Para demonstran masih tetap semangat dengan spanduk besarnya. Satu hal yang dapat Gaidzan akui, mereka berdua sedang mengalami keadaan yang sama. Ya, antara Gaidzan dan Ellys. Mereka menghadapi tekanan berat akibat orang-orang yang seharusnya mereka percayai.

"Gaidzan! Lihatlah kabar berita terbaru!"

Adalrich naik ke atap kembali setelah memastikan Amily sudah pergi, membawa kabar yang membuat hatinya bahagia.

"Ada apa?" tanya Gaizan.

"Lihat!" ucap Adalrich antusias sembari menyodorkan handphonenya sendiri ke Gaidzan. Membiarkan Gaidzan bersusah payah dengan handphonenya sendiri akan begitu lama, pikir Adalrich.

Gaidzan pun membaca sebuah kabar dari smartphone milik Adalrich, kabar itu tentunya menjadi salah satu pemecah masalah terbesar akhir-akhir ini. Judulnya saja sudah membuat perasaan semua orang lega, 'Tuntutan Keluarga ZY kepada EM telah dicabut!'.

Beberapa menit kemudian, para demonstran itu berangsur terpecah dan bubar. Gaidzan memperhatikan dari kejauhan, sorak-sorai itu terdengar hingga ke telinganya. Lalu bagaimana dengan perusahaan? Walaupun dampaknya tidak bisa dibersihkan secara total, tapi kemungkinan untuk menghindari tingkat penjualan yang turun semakin drastis itu menemukan titik terangnya.

Hari itu adalah hari yang panjang, baik bagi lingkungan perusahaan maupun para demonstran. Dunia hiburan bahkan mengalami masalah akibat Ellys Morgan yang tiada kabar hingga berhari-hari walaupun kasus itu sudah dicabut.

Ellys Morgan yang berkarir tanpa naungan Agensi manapun menjadi jalan buntu para pemburu berita. Pasalnya, manager satu-satunya yang mengetahui latarbelakang Ellys Morgan terdiam seribu bahasa. Segala pinalti dari kontrak kerja yang masih berjalan pun sudah diselesaikan tanpa keributan apapun. Dan kini, menghilangnya Ellys Morgan menjadi misteri.

Besok harinya cuaca sejuk ketika matahari sudah meninggi. Gaidzan dan Adalrich baru keluar dari ruangan Kepala Program Studi untuk meminta tanda tangan lalu memasuki ruangan 405. Jumlah mahasiswa yang mengikuti matakuliah Prof. Han terbilang cukup banyak karena metode pengajaran yang mudah serta tingkat kesulitan dalam mendapatkan nilai pada matakuliahnya juga sangat kecil.

Walaupun magang, mereka masih memiliki satu matakuliah yang harus mereka ikuti.

"Mimpi apa?" ledek Aefar. Adalrich hanya menggeleng pasrah sedangkan Gaidzan tetap dengan fitur wajahnya yang acuh tak acuh. Namun, lihatlah! Mata para gadis yang tiada henti mencuri pandang pada tiga pria tampan itu. Lebih-lebih, sang pusat magnet kampus — Gaidzan Harben.

"Jangan tanyakan! Aku hanya merindukan Prof. Han!"

"Hahahaha... Jangan bercanda!"

"Hallo?" satu kata itu membuat Adalrich dan Aefar membisukan diri, menajamkan telinga penuh rasa penasaran. Gaidzan hanya acuh tak acuh kembali, raut wajahnya tidak menunjukkan rasa minat sama sekali pada seseorang di seberang sambungan telepon.

"Baiklah!"

"..." — Adalrich

"..." — Aefar

Kedua temannya hanya saling menatap, mereka yakin kalau yang menelpon adalah seorang wanita dengan suara indah. Namun, Gaidzan hanya memberikan sikap acuh dan membiarkan pihak lainnya berbicara panjang lebar.

"Ah! Amily!" tiba-tiba Adalrich tanpa sadar mengeluarkan isi pikirannya begitu saja.

"Siapa?" tanya Aefar kemudian

"Itu... Seorang gadis magang di tempat kami," jelas Adalrich lalu Aefar sontak membuat huruf O dengan mulutnya. Sudah biasa hal serupa terjadi dan jika dilihat dari ekspresi Gaidzan, gadis itu belum mampu memikat hatinya.

Tak lama kemudian, Prof. Han mengakhiri perkuliahannya setelah mengumumkan tanggal ujian Akhir semester.

"Jadi, kita akan keluar hari ini?" tanya Aefar. Tak banyak yang harus ditata ke dalam tasnya, jelas mereka tak mendengarkan perkuliahan itu, apa lagi dengan rajinnya untuk mencatat. Mereka hanya datang mengisi absensi saja!

"Baiklah, tunggu aku di R&S. Aku butuh 10 menit untuk menyelesaikan masalah," ucap Gaidzan dengan senyuman liciknya.

"Dia itu gadis tercantik di perusahaan, Gaidzan! Apakah kamu benar-benar tidak tertarik? Cobalah untuk mengenalnya," ucap Adalrich meyakinkan. Bagaimana pun, sangat disayangkan untuk menolak gadis secantik dan sepintar itu.

"Dekati dia kalau kamu tertarik," ucap Gaidzan acuh. Membuat Adalrich mendecakkan lidah, tak habis pikir tentang jalan pikiran temannya itu. Ya, mungkin hatinya sekeras dan sedingin sikapnya!

"Siaaal, Gaidzan! Bukankah Professor menyuruh kita untuk kembali mengambil dokumennya? Ini sudah lewat dari jam yang dijanjikan!"

Mereka terdiam sesaat. Ya, mereka hampir melupakan dokumen yang merupakan tujuan awalnya kembali ke kampus. Disaat Adalrich membuat ekspresi terkejut, Gaidzan memberikan isyarat untuk pergi sendirian. Naluri kuat yang tak ingin masuk ke kandang macan sendirian membuat Adalrich menarik Aefar untuk ikut bersamanya.

Dan akhirnya, tinggallah Gaidzan sendiri dengan tatapan mata yang terus mengarah padanya. Sosok yang tinggi dengan tubuhnya yang bagus. Otot-otot tegas yang tampak dari leher, pergelangan tangan hingga jemarinya tampak sensual, membuat imajinasi liar para wanita tiada batas.

Terpopuler

Comments

Rindu Rembulan

Rindu Rembulan

Tinggalkan Jejak ya, Pembaca Tersayang 🤗

2022-12-13

1

lihat semua

Download

Suka karya ini? Unduh App, riwayat baca tak akan hilang
Download

Bonus

Pengguna baru dapat mengunduh App untuk membuka 10 bab secara gratis

Ambil
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!