Jam sudah menunjukkan pukul 10 pagi. Ellys terbangun oleh alarm yang terus berdering tanpa henti. Dengan kesadaran yang belum terkumpul, ia mengecek hari pada handphonenya.
Sabtu sudah datang! Hari ini adalah hari kelima sejak kejadian di ruang penyimpanan 404 dan Gaidzan belum terlihat sama sekali.
"Ahh! Jangan memikirkan apapun, Ellys! Fokus! Hari ini adalah hari terakhir Ujian," gumam Ellys memberikan semangat untuk dirinya sendiri.
Setelah selesai mandi, dia mulai duduk berkaca dengan segala alat kecantikan di meja rias. Kecantikan alami yang terpantul pada cermin seperti lukisan, sempurna tanpa cacat. Sekali lagi, ia memeriksa meja mencari kacamata yang biasanya dia pakai ke kampus.
"Tidak ada!" Ellys berteriak dengan dirinya sendiri. Dengan cepat, dia menggunakan handphonenya untuk menghubungi Renda dan benar saja, kacamatanya tertinggal di apartemen.
"Aku sedang di perjalanan untuk bertemu sponsor, tidak bisakah kamu memakai apa yang ada dulu?" ucap Renda terdengar dari sambungan telepon.
"Tidak ada yang cocok! Semuanya tidak nyaman digunakan!"
"Pakai saja. Kamu bisa memakai syal yang tebal untuk menutupi wajahmu."
"Aih, sial!"
Tak lama kemudian, terdengar suara beep ketika sambungan telepon itu terputus dan jam sudah menunjukkan tanda merah. Prof. Aan akan ngamuk jika dia telat!
Lensa kontak berwarna natural brown, foundation berwarna agak gelap dari biasanya, lipstik berwarna gelap, kaca mata yang lebih tipis dari biasanya, rambut terikat sembarangan dengan poni yang menjuntai menutupi wajahnya.
Setelah semua itu, tidak lupa dengan syal tebal yang melilit di sekitar lehernya. Wajahnya hampir tidak terlihat! Namun, dia harus percaya diri keluar tergesa-gesa untuk memburu waktu.
Ujian perkuliahan umum bertempat di ruangan utama dengan kapasitas mahasiswa hampir 300 orang. Ujian Akhir yang dihadiri oleh mahasiswa dari semua jurusan akan segera dimulai.
Ellys datang dari pintu belakang lalu memburu kursi pada baris ke dua paling akhir. Susunan kursi dan meja pada ruangan itu berbentuk setengah lingkaran dan ditengahnya telah menyala layar proyektor yang menampilkan kata 'Harap Tenang! Ujian sedang berlangsung'.
Ellys yang sedang memutar pena dijemarinya tiba-tiba hampir menjatuhkan pena tersebut ke meja karena tatapan mahasiswi yang mengarah ke sekitarnya. Terasa ada yang aneh, dia mulai menelaah bagian dari dirinya yang sekiranya aneh dan jika penyamarannya bermasalah. Namun, tidak ada yang salah hingga akhirnya dia meluaskan pandangan pada orang disampingnya.
"Kenapa kamu sangat mirip dengan si Venus?" gumam Aefar. Salah satu pangeran kampus berada di sini, pantas saja banyak tatapan mengarah kepadanya.
Tapi, tunggu dulu, Venus adalah julukannya! Kenapa Aefar bisa menyadari kemiripan itu? Ellys sudah berdandan seperti biasanya. Apakah kacamata itu benar-benar tidak berfungsi? Ellys mulai gugup. Biasanya kacamata yang ia gunakan adalah kaca mata tebal yang dapat mengaburkan matanya hingga mengaburkan wajahnya.
"Siapa maksudmu?" tanya Ellys mencoba tenang.
Mendengar suara gadis disampingnya, Aefar tersadar dari ketidaksopanannya.
"Ah, maaf! Aku hanya tidak fokus. Mungkin aku masih Hangover." Aefar mencoba memijat pelipis matanya, kepalanya memang agak terasa masih sakit akibat mabuk tadi malam.
Ellys yang ada di sampingnya tidak mungkin adalah Ellys Morgan!
Dan sekarang, dia harus menjadi bawahan pria dingin itu — Gaidzan.
Apa yang akan terjadi dengan gadis biasa ini? Hanya kamu—Gaidzan—yang dapat membahayakannya! Aefar terus menggerutu dalam hati.
"Ya, tidak apa-apa," ucap Ellys lega. Dia semakin menaikkan syalnya karena was-was.
Ujian Akhir itu berlangsung selama hampir satu jam setengah. Ellys berkonsentrasi dengan soal pada lembar kertas putih sedangkan Aefar sibuk dengan handphonenya.
Aku harap, aku tidak dilaporkan ke polisi jika ketahuan! Gumam Aefar sembari mengirim foto ke kontak atas nama BIG BOSS. Ketika dosen mengakhiri perkuliahannya, hatinya terasa lega seperti terbebas dari perintah pencurian besar.
"Ellys!" panggil Mike dari arah pintu, menunggunya.
Setelah membereskan mejanya, Ellys pun berjalan menghampiri Mike.
Melihat pemandangan di depannya membuat Aefar tersenyum licik, beberapa saat kemudian sebuah foto terkirim lagi ke BIG BOSS.
Di tempat lainnya, divisi pemasaran dan divisi keuangan sedang mengadakan acara perpisahan mahasiswa magang. Keadaan sangat kacau, ruangan besar yang secara khusus disewa oleh perusahaan tampak tak terduga. Awalnya, meja dan kursi tersusun rapi membentuk dua kelompok untuk masing-masing divisi namun sekarang sudah tidak ada batas antara divisi satu dan lainnya. Pria dan wanita berbaur menjadi satu. Pria satu menggoda wanita lainnya, wanita lainnya mengoda pria sedingin es kutub selatan.
"Apa yang sedang kamu perhatikan, Gaidzan?" tanya Amily, kesadarannya hampir hilang karena alkohol.
Sudah sangat lama Gaidzan memperhatikan foto yang dikirim oleh Aefar sejak 6 jam yang lalu. Melihat Ellys bersama Mike pada layar membuat dadanya terasa sesak.
Amily yang tidak dipedulikan akhirnya putus asa, dia semakin meneguk minuman yang diarahkan oleh teman pria di sampingnya hingga akhirnya tak sadarkan diri.
Harta, Tahta dan Wanita.
Tiga hal yang selalu diperjuangkan oleh pria dalam hidupnya.
Namun...
Tanpa perjuangan, tiga hal itu sudah melekat pada seorang Gaidzan Harben sejak dalam kandungan.
Kesempurnaan itu membuatnya tak memiliki ambisi apapun hingga kehidupan terasa membosankan. Tanpa bekerja keras untuk mencari uang, dia mendapatkan berbagai fasilitas mewah. Tanpa melakukan upaya apapun, kedudukannya sudah melekat sebagai generasi kedua dari keluarga terkaya dan sebelum dunia melihat wajahnya pun, banyak diantara keluarga ternama mengharapkannya menjadi pasangan anak-anak mereka kelak.
Namun, kenapa diri merasa begitu frustasi akan kecemburuannya untuk seorang gadis biasa?
"Kamu kenapa? Kenapa mabuk begitu cepat?" gerutu Adalrich mencoba membangunkan Gaidzan.
Adalrich yang sebelumnya bergabung dengan divisi keuangan mendatangi Gaidzan yang tampak mulai tak sadarkan diri. Ketika mereka bertiga minum-minum, Gaidzan lah yang menjaga mereka karena memiliki toleransi tinggi terhadap alkohol dan bahkan Gaidzan dapat pergi bekerja dalam keadaan baik-baik saja besok paginya. Namun sekarang, pria menyeramkan itu malah hampir tak sadarkan diri duluan. Seberapa banyak alkohol yang dia minum?
"Aku sangat merindukannya," isaknya memeluk lutut seperti anak kecil. Dia sudah tidak bertemu dengan Ellys sejak lima hari yang lalu, rasanya lebih berat dari 4 tahun. Pekerjaan yang menyita waktu membuatnya tak bisa berkutik. Setelah pertemuannya dengan Ellys, Kepada Divisi memberikan perintah untuk langsung ikut melakukan negosiasi ke luar negeri dan pulang larut malam kemarin.
"Sial! Kalau begitu, pergi sana! Hampiri dia!"
Mendengar ucapan Adalrich membuat Gaidzan semakin bersedih hati.
"Dia akan marah kalau aku menghampirinya," gumam Gaidzan lagi.
"Aku tidak tahu harus melakukan apa padamu. Telepon, coba telepon!" ucap Adalrich memberikan semangat diakhir kalimatnya.
"Aku tidak punya," gumamnya. Gaidzan semakin merasakan kesedihan yang mendalam, menjatuhkan tubuhnya pada sofa lalu berbaring memeluk lututnya.
"Ya ampun! Aku tahu kamu sudah menghindarinya selama 4 tahun, tapi aku tidak tahu bahwa kamu juga sampai menutup mata dan telinga tentang informasi mendasar seperti itu!" Adalrich mengoceh pada pria mabuk yang sudah tidak bergerak itu lagi.
Tidak menunggu waktu lama, Adalrich pun ikut tak sadarkan diri. Namun, Gaidzan malah terbangun lalu berjalan keluar dengan terhuyung-huyung.
...
Jam sudah hampir jam 9 malam, Ellys pulang melewati jalan belakang seperti biasa. Langit tampak cerah, musim panas akan segera datang.
Sudah lima hari sejak terakhir dia bertemu dengan Gaidzan.
'Menunggunya? Ah! Dalam kehidupan ini, aku meragukan takdirku bersamanya. Apakah aku sedang kecewa? Hahahaha!' Ellys bergumam pada dirinya sendiri. Kakinya terus menapaki jalanan itu dengan malas, menendang batu krikil kecil yang tak bersalah.
"Akh!" Pekik seseorang yang tengah duduk memeluk lututnya di pinggir jalan.
"Gaidzan? Apa yang kamu lakukan di sana?" tanya Ellys terkejut lalu menghampiri dan ikut berjongkok.
"Kekasihku," ucap Gaidzan. Ekspresinya tidak seperti seseorang yang tengah mabuk, jika Ellys tidak mencium aroma alkohol, tidak akan ada yang menyadarinya.
"Dulu, sekarang kita teman," ucap Ellys rendah. Walaupun sama-sama duduk berjongkok, Ellys tetap saja mendongak melihat wajah Gaidzan di antara cahaya remang-remang.
"Aku merindukanmu."
Mereka terdiam di bawah sinar rembulan. Dinginnya malam terasa menghangat. Ketulusan pria itu, terasa mengalir ke hatinya.
"Mn." Angguk Ellys tanpa berkata apapun, mencoba tersenyum cerah di bawah remang-remangnya cahaya bulan.
Ada keegoisan dalam benaknya. Walaupun dengan kejamnya ia mencoba menjaga tembok pembatas yang bisa menghancurkan mereka berdua, namun hatinya tak mampu menolak perasaan itu.
Kaca Mata tebal yang selalu digunakan Ellys membiaskan warna malam, gelap namun berbintang membangkitkan keinginan Gaidzan untuk melepas kaca mata itu, menatap ke dalam mata yang tengah menyipit karena tersenyum manis, mata indah yang ingin dia lihat lagi.
Gaidzan tanpa sadar langsung berdiri dari duduknya, dia sedang berlari dari hasrat untuk menyentuhnya, mabuk membuat keinginannya semakin kuat. Dibawah kesadarannya yang menipis, pertahanan dari kontrol dirinya masih saja ada.
"Kamu baik-baik saja?" tanya Ellys ikut bangkit dari jongkoknya.
"Ya," ucap Gaidzan mencoba menjaga kesadarannya. "Yah, aku hanya sedikit pusing. Senior di kantor terus membuatku minum," jelas Gaidzan.
"Ingin jalan-jalan sebentar?" tawar Ellys.
"Mn," Gaidzan mengangguk kecil dengan senyuman tipis di bibirnya.
Mereka berjalan kecil pada sebuah danau dengan tanah lapang yang cukup luas dekat kampus. Pepohonan tinggi yang memantulkan bayangan ke danau membuat Gaidzan samar-samar teringat tentang sesuatu hal.
"Aku baru tahu kalau ada danau di dekat kampus," ucap Gaidzan sembari menyusuri ingatan dalam otaknya.
"Pada siang hari, akan ada beberapa mahasiswa yang berjalan kecil ke sini. Tapi pada saat malam, karena udara sangat dingin pada musim ini, membuat pengunjungnya sepi," jelas Ellys.
"Mn, memang lebih baik menghabiskan waktu di bar-bar dengan seorang kenalan daripada membuat diri membeku di sini."
"Kamu benar. Tapi, ada kalanya untuk orang-orang yang putus asa akan sangat membutuhkannya."
"Seperti kita?" ucap Gaidzan menggoda dengan sedikit gurauan. Gaidzan membutuhkannya untuk mendinginkan hasrat yang sebelumnya memanas.
"Hahaha. Mungkin! Mau duduk di sini?" Ellys menunjuk sebuah area kecil yang tidak ditumbuhi rerumputan karena bebatuan.
Ketika Gaidzan baru saja mendudukkan diri dan melihat dari sudut pandangnya sekarang, dia akhirnya teringat dengan danau ini. Danau ini adalah danau yang masih menjadi teka-teki dalam siaran langsung Ellys Morgan.
"Apakah kamu sering ke sini?" tanya Gaidzan.
"Kadangkala saat masa-masa sulit," jawab Ellys.
"Aku bertanya-tanya, apakah kamu dan Ellys Morgan pernah bertemu di sini secara kebetulan," ucap Gaidzan.
"A-apa maksudmu?" tanya Ellys sedikit gugup, mencoba menenangkan diri untuk mendengarkan Gaidzan.
"Perusahaan tempatku magang baru saja keluar dari zona kritis karena kasus dan pemutusan kontrak Ellys Morgan. Yah, kami semua penasaran kemana wanita malang itu pergi. Kamu tahu? Aku rasa dia melakukan siaran langsungnya di sini," ucap Gaidzan menerawang permukaan danau.
"Benarkah? Aku baru ingat kalau kamu magang di GHH, perusahaan itu sangat kuat, aku cukup yakin kalau GHH akan cepat melaluinya."
"Kamu benar. Tapi—"
Gaidzan melepaskan pandangannya pada permukaan air danau lalu menatap ke arah wajah Ellys yang tampak kebingungan.
Secara perlahan, jemari tangannya menggapai kaca mata tebal di wajah Ellys lalu melepaskannya. Ellys yang masih dalam kebingungannya tidak bergerak, kebingungannya berangsur berubah menjadi rasa kagum akan ketampanan dari wajah yang tepat di depannya. Lelaki 4 tahun lalu telah tumbuh menjadi pria dewasa dengan fitur wajah tampannya yang semakin tegas.
"Kenapa warna matamu berbeda?" tanya Gaidzan heran.
"Ah. Aku menggunakan lensa kontak," jawab Ellys.
"Kenapa?"
"Panjang ceritanya, Gaidzan. Aku sudah melalui banyak hal sejak berpisah denganmu."
"Apakah itu sulit?"
"Mn."
Mereka terdiam, waktu 4 tahun memang cukup panjang. Ada rasa sesal dalam hati ketika membiarkan waktu menyia-nyiakan hal berharga. Namun, batas yang harus mereka jaga membuat sesal itu menjadi pengorbanan yang patut untuk diberikan.
Beep
Sebuah pesan singkat masuk.
"Maaf, Gaidzan. Mike sedang menungguku," ucap Ellys. Ada perasaan bersalah dalam hatinya namun segera ia singkirkan. Bagaimana pun, mereka adalah teman sekarang, tidak lebih dari itu sehingga harus menjaga perasaan masing-masing.
"Ellys," panggil Gaidzan rendah ketika Ellys berdiri dari duduknya.
"Ya?"
"Apakah kamu mencintainya?" tanya Gaidzan. Sangat sesak untuk mengeluarkan pertanyaan itu, tapi hatinya begitu sakit jika terus memendamnya.
"Gaidzan, kamu masih sama seperti yang dulu, sering salah paham."
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 31 Episodes
Comments