NovelToon NovelToon

Hasrat Membara Lelaki Tak Terkalahkan

Menghilangnya Sang Venus

Hampir setengah jam, siaran langsung itu terus memperlihatkan pemandangan alam di malam hari. Berbagai komentar membanjiri channel Ellys Morgan, mayoritas mempertanyakan alasan pemilik channel yang hanya berdiam diri membelakangi layar dari kejauhan.

Langit pada layar itu tampak memerah, awan keperakan bersinar bermandikan cahaya rembulan. Namun, deretan pepohonan hanya tampak membentuk bayangan hitam yang terpantul pada permukaan air danau. Ditengahnya membentuk siluet seorang gadis dengan rambut yang tersapu angin, mendudukkan diri pada hamparan rerumputan yang memanjang.

"Apakah dia berencana bunuh diri? Tidak biasanya dia melakukan siaran langsung dengan tema yang horor begini!" ujar beberapa netizen penasaran.

"Mungkin dia sedang merefleksikan diri atas dosanya waktu lalu," tangkas lainnya.

"Adakah yang tahu lokasi dimana itu?"

Setelah dua jam lamanya, mereka semakin membanjiri komentar. Hingga akhirnya, terdengar sayup suara dari kejauhan lalu kolom komentar perlahan berhenti bergerak.

Ellys Morgan sedang bernyanyi lirih, suara yang merdu itu terdengar sangat menyedihkan. Tak ada musik, hanya lagu yang diiringi alunan suara angin malam yang menggerakkan dedaunan.

Lagu itu adalah salah satu soundtrack dari drama dimana ia adalah pemeran utama yang begitu malang dalam cinta maupun kehidupannya. Salah satu drama yang memiliki rating tertinggi hingga episode terakhirnya walaupun akhir ceritanya tidak bahagia.

Apa yang ingin disampaikan oleh Ellys Morgan? Begitulah pertanyaan baru yang terbentuk dari segala sudut pandang orang-orang yang mengikuti siarannya.

Besok harinya, kabar mengejutkan datang dari dunia hiburan. Kabar tentang Ellys Morgan yang mengundurkan diri dari dunia hiburan. Kabar itu disampaikan olehnya secara langsung sebelum siaran langsungnya berakhir tadi malam lalu keberadaannya menghilang begitu saja dan tak satupun wartawan yang dapat melacak jejaknya.

Ellys Morgan sendiri adalah seorang aktris, model dan bahkan penyanyi. Gadis muda multitalenta. Seorang gadis yang paling rupawan sepanjang ingatan semua orang sedaratan negeri itu. Banyak yang menyayangkan kepergiannya, apalagi dengan kasus yang sebenarnya begitu lawak.

Karena seorang anak konglomerat yang mencoba bunuh diri atas dasar cinta pada Ellys Morgan, ia akhirnya dituntut. Masyarakat yang terus mengawasi perkembangan kasus itu dari awal, akhirnya terjun ke lapangan. Melakukan demo besar-besaran untuk membela keadilan bagi sang idola, penjagaan ketat terus dilakukan diberbagai titik.p

"Beruntung Ellys Morgan menolak untuk memperpanjang kontrak!" ucap salah seorang di dalam ruang rapat, beberapa diantaranya mengangguk untuk membenarkan. Sedangkan sisanya, mendengus kesal karena pemikiran yang begitu dangkal.

"Apa keuntungan dari keputusan itu kemudian? Bukankah pendapatan tertinggi selama dua tahun ini dikarenakan Ellys Morgan mau menandatangani kontrak dengan kita? Apakah kamu lupa bagaimana susahnya mendapatkannya dulu?" Sahut seseorang yang tak sependapat. Bagaimana pun, seharusnya kasus itu segera terselesaikan namun entah kenapa semakin berkepanjangan. Semua orang hampir sependapat bahwasannya pengaruh keluarga konglomerat yang menuntutnya itu menjadi salah satu ketidakberuntungan Ellys Morgan.

Dan kini, Gadis multitalenta itu harus menghilang begitu saja.

"Lalu, bagaimana dengan rasio profitabilitas perusahaan saat ini?"

Mendengar pertanyaan itu dari mulut CEO langsung membuat semua orang yang hadir mulai ketakutan. Pasalnya, laporan keuangan kuartal terakhir mengalami penurunan drastis.

"Margin laba untuk kuartal terakhir mencapai 11%," ucap seseorang memberanikan diri. Pada detik kemudian, ruangan itu sepi dan bahkan suara nafaspun terasa tertahan. Angka itu jauh dari angka yang perusahaan peroleh sebelum kasus itu terjadi dan sekarang kompetitor berhasil menduduki posisi penjualan terbaik pada produk sejenis.

Produk perusahaan GHH yang diiklankan oleh Ellys Morgan ditarik turun oleh beberapa mitra penjualan. Sebagian besar kemungkinan akibat dari ikut campurnya keluarga penggugat atas kasus Ellys Morgan.

Rapat itu tidak berjalan dengan lancar, semua divisi mendapatkan imbasnya. Masalah seakan terus datang secara bertubi-tubi. Dari pengganti Ellys Morgan yang susah didapatkan, produk yang ditarik dari pasaran tanpa konfirmasi ke perusahaan, harga saham perusahaan mulai menunjukkan penurunan hingga keributan di depan perusahaan akibat demonstrasi terus berlanjut.

"Aaahh... Kondisi perusahaan satu bulan terakhir benar-benar seperti pemakaman. Rasanya kuburanku sudah disiapkan oleh kepala divisiku," keluh Adalrich seraya menyandarkan punggungnya pada pagar pembatas lantai atap perusahaan, mereka telah melalui rapat yang begitu menyesakkan. Dia sesekali menyeruput kopi, walaupun hatinya begitu kesal namun wajahnya menikmati sinar matahari yang langsung menyapa kulit dingin akibat AC.

"Cobalah untuk bertahan. Magang kita hampir selesai," ucap Gaidzan. Pandangannya menyapu ke bawah pada jalanan yang hampir di setiap titik sedang terjadi demonstrasi besar-besaran. Menghilangnya Ellys Morgan membuat para pendemo semakin geram, Gaidzan bahkan sempat berpikir bahwa aktris itu sengaja menghilang untuk menyulut emosi para penggemarnya.

"Aku bahkan merasa ragu apakah aku bisa melewati kondisi perusahaan saat ini," ucap Adalrich kembali.

"Aku akan ke kampus besok, kamu ikut?" tanya Gaidzan mengalihkan topik pembicaraan. Bagaimanapun, keadaan ini diluar kendali mereka saat ini.

"Oke! Aku sudah rindu untuk ke kampus lagi! Selama hidupku, baru kali ini aku merindukan masa-masa bertemu dosen," isak Adalrich

"Mau aku jemput?" tanya Gaidzan.

"Tentu! Generasi penerus perusahaan GHH sangat luang, bukan?" ucap Adalrich dengan nada godaan.

"..."

Sebelum Gaidzan menyanggah, seorang gadis telah naik ke atap. Tujuannya bahkan terlihat dengan jelas dari senyumannya. Mengetahui gadis magang tercantik di perusahaan datang mencari Gaidzan membuat Adalrich memberikan senyuman bangga untuk temannya.

Gaidzan Harben adalah sosok pria idaman. Rabut hitam tertata rapi, bahu lebar terbalut baju putih magangnya terlihat begitu nyaman untuk bersandar, tubuh yang kekar terlihat sensual. Jemarinya yang panjang terlihat cantik tanpa aksesoris apapun yang melekat, hanya jam tangan elegan yang melingkar pada lengannya.

"Maaf mengganggu waktu istirahat kalian. Tapi, bolehkan aku berbicara berdua saja dengan Gaidzan?" ucap Amily tersenyum manis, permintaan itu membuat Adalrich mengangkat kedua telapak tanggannya dengan ekspresi tanpa daya lalu pergi melalui pintu satu-satunya menuju tangga darurat lantai 12.

"Ada apa Amily?" tanya Gaidzan menjaga sopan santun, membuang rasa ketidaksukaan dalam hatinya ke tempat sampah bersama puntung rokok yang masih terbakar.

"Hmm, aku tahu bahwa sekarang ini adalah minggu terakhir kita bertemu sebagai rekan kerja. Jadi sebelum berpisah, bolehkan aku mengajakmu untuk makan?"

Gaidzan akui bahwa Amily cantik dengan otaknya yang cukup dapat diandalkan selama magang bahkan Kepala Divisi mengakui keuletannya. Namun, itu tidak lantas membuat Gaidzan memandangnya sebagai wanita yang menarik di hatinya. Jika diakumulasikan, gadis itu adalah perempuan ke 7 yang secara langsung mengungkapkan perasaannya seperti ini selama magang. Sisanya, hanya bernyali kecil dengan mengirimkan berbagai barang ke meja kerjanya.

"Tentu," jawab Gaidzan seadanya. Jawaban yang dia berikan bertolak dengan isi hatinya, namun demi sopan santun dia harus menjaga sikapnya. Apalagi, seorang mata-mata ayahnya sedang memperhatikannya saat ini.

"Senang mendengar jawabanmu, kalau begitu nanti aku akan mengirimkan waktu dan lokasinya," ucap Amily bersukacita lalu pergi dengan kegirangan.

Kewaspadaannya setiap saat membuatnya dapat mendeteksi keberadaan sang mata-mata. Berada di perusahaan sendiri membuatnya merasa berada di tahanan dengan seribu mata yang mengawasi, membuatnya berharap bahwa hari-hari magang itu cepat selesai. Menyembunyikan statusnya sebagai generasi kedua dari perusahaan ternama itu adalah pilihan yang tepat, dia tidak akan tahu keributan macam apa yang akan terjadi jika semuanya terbongkar sebelum magang berakhir. Baik kampus dan perusahaan, dia menyembunyikan identitasnya dengan begitu baik.

Sekali lagi, dia meluaskan pandangannya ke jalanan dari atap perusahaan. Para demonstran masih tetap semangat dengan spanduk besarnya. Satu hal yang dapat Gaidzan akui, mereka berdua sedang mengalami keadaan yang sama. Ya, antara Gaidzan dan Ellys. Mereka menghadapi tekanan berat akibat orang-orang yang seharusnya mereka percayai.

"Gaidzan! Lihatlah kabar berita terbaru!"

Adalrich naik ke atap kembali setelah memastikan Amily sudah pergi, membawa kabar yang membuat hatinya bahagia.

"Ada apa?" tanya Gaizan.

"Lihat!" ucap Adalrich antusias sembari menyodorkan handphonenya sendiri ke Gaidzan. Membiarkan Gaidzan bersusah payah dengan handphonenya sendiri akan begitu lama, pikir Adalrich.

Gaidzan pun membaca sebuah kabar dari smartphone milik Adalrich, kabar itu tentunya menjadi salah satu pemecah masalah terbesar akhir-akhir ini. Judulnya saja sudah membuat perasaan semua orang lega, 'Tuntutan Keluarga ZY kepada EM telah dicabut!'.

Beberapa menit kemudian, para demonstran itu berangsur terpecah dan bubar. Gaidzan memperhatikan dari kejauhan, sorak-sorai itu terdengar hingga ke telinganya. Lalu bagaimana dengan perusahaan? Walaupun dampaknya tidak bisa dibersihkan secara total, tapi kemungkinan untuk menghindari tingkat penjualan yang turun semakin drastis itu menemukan titik terangnya.

Hari itu adalah hari yang panjang, baik bagi lingkungan perusahaan maupun para demonstran. Dunia hiburan bahkan mengalami masalah akibat Ellys Morgan yang tiada kabar hingga berhari-hari walaupun kasus itu sudah dicabut.

Ellys Morgan yang berkarir tanpa naungan Agensi manapun menjadi jalan buntu para pemburu berita. Pasalnya, manager satu-satunya yang mengetahui latarbelakang Ellys Morgan terdiam seribu bahasa. Segala pinalti dari kontrak kerja yang masih berjalan pun sudah diselesaikan tanpa keributan apapun. Dan kini, menghilangnya Ellys Morgan menjadi misteri.

Besok harinya cuaca sejuk ketika matahari sudah meninggi. Gaidzan dan Adalrich baru keluar dari ruangan Kepala Program Studi untuk meminta tanda tangan lalu memasuki ruangan 405. Jumlah mahasiswa yang mengikuti matakuliah Prof. Han terbilang cukup banyak karena metode pengajaran yang mudah serta tingkat kesulitan dalam mendapatkan nilai pada matakuliahnya juga sangat kecil.

Walaupun magang, mereka masih memiliki satu matakuliah yang harus mereka ikuti.

"Mimpi apa?" ledek Aefar. Adalrich hanya menggeleng pasrah sedangkan Gaidzan tetap dengan fitur wajahnya yang acuh tak acuh. Namun, lihatlah! Mata para gadis yang tiada henti mencuri pandang pada tiga pria tampan itu. Lebih-lebih, sang pusat magnet kampus — Gaidzan Harben.

"Jangan tanyakan! Aku hanya merindukan Prof. Han!"

"Hahahaha... Jangan bercanda!"

"Hallo?" satu kata itu membuat Adalrich dan Aefar membisukan diri, menajamkan telinga penuh rasa penasaran. Gaidzan hanya acuh tak acuh kembali, raut wajahnya tidak menunjukkan rasa minat sama sekali pada seseorang di seberang sambungan telepon.

"Baiklah!"

"..." — Adalrich

"..." — Aefar

Kedua temannya hanya saling menatap, mereka yakin kalau yang menelpon adalah seorang wanita dengan suara indah. Namun, Gaidzan hanya memberikan sikap acuh dan membiarkan pihak lainnya berbicara panjang lebar.

"Ah! Amily!" tiba-tiba Adalrich tanpa sadar mengeluarkan isi pikirannya begitu saja.

"Siapa?" tanya Aefar kemudian

"Itu... Seorang gadis magang di tempat kami," jelas Adalrich lalu Aefar sontak membuat huruf O dengan mulutnya. Sudah biasa hal serupa terjadi dan jika dilihat dari ekspresi Gaidzan, gadis itu belum mampu memikat hatinya.

Tak lama kemudian, Prof. Han mengakhiri perkuliahannya setelah mengumumkan tanggal ujian Akhir semester.

"Jadi, kita akan keluar hari ini?" tanya Aefar. Tak banyak yang harus ditata ke dalam tasnya, jelas mereka tak mendengarkan perkuliahan itu, apa lagi dengan rajinnya untuk mencatat. Mereka hanya datang mengisi absensi saja!

"Baiklah, tunggu aku di R&S. Aku butuh 10 menit untuk menyelesaikan masalah," ucap Gaidzan dengan senyuman liciknya.

"Dia itu gadis tercantik di perusahaan, Gaidzan! Apakah kamu benar-benar tidak tertarik? Cobalah untuk mengenalnya," ucap Adalrich meyakinkan. Bagaimana pun, sangat disayangkan untuk menolak gadis secantik dan sepintar itu.

"Dekati dia kalau kamu tertarik," ucap Gaidzan acuh. Membuat Adalrich mendecakkan lidah, tak habis pikir tentang jalan pikiran temannya itu. Ya, mungkin hatinya sekeras dan sedingin sikapnya!

"Siaaal, Gaidzan! Bukankah Professor menyuruh kita untuk kembali mengambil dokumennya? Ini sudah lewat dari jam yang dijanjikan!"

Mereka terdiam sesaat. Ya, mereka hampir melupakan dokumen yang merupakan tujuan awalnya kembali ke kampus. Disaat Adalrich membuat ekspresi terkejut, Gaidzan memberikan isyarat untuk pergi sendirian. Naluri kuat yang tak ingin masuk ke kandang macan sendirian membuat Adalrich menarik Aefar untuk ikut bersamanya.

Dan akhirnya, tinggallah Gaidzan sendiri dengan tatapan mata yang terus mengarah padanya. Sosok yang tinggi dengan tubuhnya yang bagus. Otot-otot tegas yang tampak dari leher, pergelangan tangan hingga jemarinya tampak sensual, membuat imajinasi liar para wanita tiada batas.

Hasrat yang Terbelenggu

R&S adalah cafe terkenal yang banyak dikunjungi oleh orang penting. Tidak ada yang istimewa dengan menu yang disediakan, hanya kopi dan teh, tidak lebih seperti cafe-cafe pada umumnya. Namun, fasilitas dan pelayanannya adalah yang terbaik di kota Enirp. Hak khusus yang ditawarkan membuat orang-orang bersaing menjadi member yang terbatas. Tentu saja, para member harus membayar mahal untuk itu.

Gaidzan memasuki tempat itu tanpa cangung sedikit pun, para karyawan malah menyambutnya dengan senyuman lebar, lebih lebar dari menyambut para tamu VVIP. Ketika Amily melihat reaksi itu, hasrat untuk memilikinya semakin menggebu.

"Ini adalah tempat terbaik di kota Enirp, aku adalah member di sini. Cukup sulit untuk mendaftarkan diri," jelas Amily ketika Gaidzan baru mendudukkan diri pada kursinya. Niat gadis itu untuk membuat kesan mendalam kepadanya sangat terlihat jelas, Gaidzan hanya memberikan senyuman tipis.

"Hei!"

Tiba-tiba suara tinggi datang diiringi hentakan meja yang dipukul dengan keras. Seorang pria dengan sorot mata yang kesal bercampur amarah tertuju pada Gaidzan.

"Baren? Kenapa kamu membuat keributan disini?" ucap Amily terkejut ditambah dengan rasa kesal yang tertahan. Ia tidak mengharapkan laki-laki itu ada disini untuk mengganggu kencannya dengan Gaidzan!

"Gaidzan Harben! Aku tidak tahu bahwa kamu sebenarnya adalah seseorang yang munafik! Menolak semua gadis di kampus namun menggoda gadis orang lain diluar!" Oceh Baren tanpa mengindahkan Amily yang berbicara kepadanya.

Gaidzan tetap duduk tenang namun tatapannya semakin dingin dan menakutkan. Hanya jemarinya yang terus menghentak di meja, mengeluarkan bunyi ketukan. Lalu seseorang manager keluar dengan terburu-buru.

"Baren! Aku tidak memiliki hubungan apapun denganmu," ucap Amily begitu sinis.

"Nyonya dan Tuan-tuan, mohon untuk tidak membuat keributan di sini," ucap sang Manager dengan senyum di wajahnya.

"Ah, Manager Shu! Hari ini aku sangat tidak senang sekali," ucap Baren antusias. "Usir dia," lanjutnya.

"Ta-tapi..." Manager Shu mulai terlihat khawatir dengan senyuman kaku yang ia coba pertahankan, sudut matanya terus mengawasi pria yang masih mengetuk meja dengan tidak sabar.

"Apakah dia VVIP sepertiku?" tanya Baren memastikan keraguannya saat melihat tingkah sang manager.

"Bu-bukan, Ta-tapi..." Manager Shu semakin tergagap dalam ucapannya. Pikirnya, adakah hari besok untuk dia bekerja lagi disana? Sebenarnya, Manager Shu dapat memilih siapa yang harus dia bela dengan mudah karena sudah jelas siapa yang memiliki kedudukan yang lebih tinggi di antara mereka. Namun, Manager Shu tidak tahu jalan pikiran pria yang memiliki kedudukan tinggi itu sekarang karena selama ini selalu menyembunyikan diri.

"Untuk apalagi berpikir kalau begitu! Bagaimana kalau seperti ini, aku akan menggunakan hak khususku sebagai member. Perintahnya adalah usir pria ini keluar dan buat harga dirinya terasa begitu hina hingga tidak pantas mengangkat wajahnya lagi," ucap Baren membusungkan dada.

"Baren! Kamu sudah keterlaluan!" ucap Amily, takut membuat Gaidzan hilang kesabaran dan merasa kecewa padanya.

Saat ini, mereka berada di Root's Area. Amily yang memiliki keanggotaan VIP hanya bisa melakukan reservasi hingga area ini namun fasilitas yang ditawarkan lebih baik daripada area umum lainnya. Amily tak habis pikir untuk bertemu dengan Baren, dia yang anggota VVIP harusnya tidak akan berada di sini.

"Amily, kamu begitu buta hingga memilih seorang pria seperti dia!" ucap Baren. Baren jelas sedang menyombongkan dirinya sebagai anak seorang pengusaha Elektronik DePH. Perusahaan baru yang berhasil menembus profit tertinggi dari penjualanya bulan ini, perusahaan yang sedang diperhitungkan sebagai kompetitor yang sulit setelah mengalahkan penjualan perusahaan GHH yang sedang terpuruk karena kasus Ellys Morgan.

Gaidzan Harben masih duduk malas dengan jemari yang terus mengetuk meja. Manager Shu semakin gemetar, dia mulai mengeluarkan sapu tangan melalui saku celananya dan mengusap keringat dinginnya terus menerus pada dahinya yang berkerut dalam.

"Manager Shu," panggil Gaidzan. Manager Shu melihat pria itu sudah menghentikan ketukan jemarinnya lalu berdiri dari mejanya, "...tidak perlu bersusah-payah mengusirku, aku akan pergi," lanjut Gaidzan.

"Ba-bagus. Iya-iya! Semuanya akan baik-baik saja," ucap Manager Shu lega. Rasanya, saluran pernafasannya baru saja bebas dari penyumbatan.

"Mau pergi kemana kamu, AH!" Teriak Baren saat melihat Gaidzan hanya memberikan sikap dinginnya dan hendak pergi begitu saja. Sedangkan Amily hanya tergagap tanpa bisa mengeluarkan suaranya untuk menahan Gaidzan, rasa frustasi hampir membuatnya marah pada Baren.

Lalu.. 'Brak!'

Sesuatu terjatuh saat Baren mencoba menghalangi kepergian Gaidzan.

Seorang gadis terdorong hingga jatuh dengan beberapa barang yang ikut terlempar.

"Apakah kamu buta, AH!" Teriak Baren semakin marah menunjuk gadis itu.

Mata Gaidzan tiba-tiba melebar, jantungnya terasa tersentak dari tempatnya dengan begitu cepat, hampir melompat keluar. Jika bukan karena wajahnya yang miskin ekspresi, mungkin orang lain akan dapat melihat keterkejutan di wajahnya.

"Manager Shu, usir orang itu!" Perintah Gaidzan tiba-tiba dengan suara sedikit keras setelah sadar dari keterkejutannya.

"Baik!" jawab Manager Shu tanpa ragu. "Penjaga, bantu Tuan Baren untuk keluar!" lanjutnya memberikan perintah kepada penjaga yang tak jauh dari tempatnya.

"Manager Shu, apa yang kamu lakukan?" teriak Baren tidak percaya.

"Maaf, Tuan Gaidzan memang bukanlah seorang member VVIP dengan level Gold sepertimu tapi walaupun tanpa kartu apapun dia sudah mengalahkanmu," tutur Manager Shu, membuat Baren melotot hampir tak percaya. Sambil memikirkan status apa yang dimiliki Gaidzan hingga dia diperlakukan seperti itu oleh Manager Shu, dia tengah diseret paksa untuk keluar oleh dua orang penjaga tanpa kehormatan yang tersisa.

Bukankah seharusnya Gaidzan yang diperlakukan seperti ini? Tapi kenapa malah aku? Pikir Baren dalam hati.

Sedangkan Amily masih mematung di sana, memikirkan apa yang terjadi di depan matanya saat ini.

"Kamu tidak apa-apa, Ellys?" tanya Gaidzan lalu melangkah ragu mendekati gadis yang tengah bangkit dari jatuhnya.

"Uh, Tidak apa-apa, terima kasih," jawab Ellys yang sudah memperbaiki postur jatuhnya.

Amily memperhatikan dengan seksama, perasaan bingung yang teramat sangat, untuk pertama kalinya ia melihat ekspresi itu dari wajah Gaidzan, walaupun sangat samar namun Amily yakin bahwa Gaidzan sedang mengkhawatirkan sesuatu. Hatinya terasa terbakar cemburu.

Gadis itu terlihat jauh dari kata stylish karena penampilannya yang cupu. Apa yang menarik dari gadis itu? Dia tahu seorang gadis tercantik dengan nama yang sama namun mereka benar-benar terlihat jauh berbeda.

"Gaidzan?" Panggil Amily ragu, ia tidak tahan melihatnya memperhatikan gadis cupu itu. Otaknya yang cerdas ternyata tumpul jika dihadapkan dengan rasa cemburunya.

"Terimakasih," ucap Ellys kepada Gaidzan yang memapahnya untuk duduk pada kursi yang sebelumnya ditempati oleh Gaidzan. Manager Shu mengambil segala hal yang ikut terjatuh sebelumnya dan meletakkannya di atas meja.

"Amily, apakah kamu datang bersama supir? Maaf, aku tidak bisa mengantarmu pulang!"

Kalimat yang diucapkan Gaidzan itu benar-benar membuat luka besar dihatinya. Sekali lagi, Amily mencoba tersenyum. Mempertahankan karakter wanita cerdas dengan rasa toleransi kasih sayang yang besar.

"Baiklah, Gaidzan. Aku akan menghubungimu dilain hari," jawab Amily. Dengan berat hati, ia melangkahkan kakinya untuk keluar dari R&S dengan belasan pasang mata yang mengawasi.

"Kalau begitu, saya undur diri, Tuan Gaidzan!" ucap Manager Shu ikut pergi meninggalkan Gaidzan dan Ellys disana.

Ellys memperhatikan pria yang kini duduk dihadapannya dengan hati-hati. Ini adalah pertemuan pertamanya dengan Gaidzan setelah 4 tahun lamanya. Pria itu tidak berubah sama sekali.

"Bagaimana kabarmu?" tanya Gaidzan sembari membersihkan sedikit darah akibat sebuah goresan kecil. Sepertinya, Ellys tergores oleh sudut tajam salah satu barang yang ikut terjatuh sebelumnya.

"Cukup baik," ucap Ellys. Wajah dan penampilan pria di depannya itu tetap terlihat menawan dibalik wajah dinginnya.

Mendengar jawaban Ellys membuat Gaidzan melengkungkan senyuman di wajahnya lalu ketika tangan mungil itu sudah dipastikan baik-baik saja, Gaidzan melepaskannya dengan lembut kemudian terdiam beberapa saat dengan tatapan hangat yang tak sedingin sebelumnya.

"Maaf, aku harus pergi!" ucap Ellys mulai tak nyaman.

"Kemana tujuanmu? Aku akan mengantarmu," tanya Gaidzan.

"Terimakasih atas tawaranmu. Tapi, pacarku sedang menungguku di luar," jawab Ellys.

Seperti petir yang menyambar, menghancurkan lalu menghanguskan tiap puing-puing hati yang terkecil. Gaidzan tak dapat berkata apapun, hanya terdiam menatap gadis yang memberikan tatapan asing kepadanya.

"Ellys? Aku menunggumu sejak tadi. Apakah ada masalah?"

Seseorang masuk diantara mereka. Seorang pria yang cukup tampan dengan wajah kekhawatiran kepada Ellys.

"Tidak ada, Mike. Ayo kita pergi!" ucap Ellys yang tak menghiraukan Gaidzan yang telah mematung dengan seribu pertanyaan di kepalanya.

Ellys dan Mike pun berjalan pergi meninggalkan R&S. Mereka tampak begitu dekat, Gaidzan menduga bahwa pria itu adalah pacar yang dimaksud oleh Ellys.

"Apa yang membuatmu lama?" tiba-tiba suara datang dari Adalrich, karena lewat 10 menit dari ucapan Gaidzan sebelumnya membuatnya masuk.

Sejak Gaidzan melihat Ellys berlalu memasuki sebuah mobil dengan seorang pria, pikirannya sudah tidak ada lagi pada raganya.

Hingga waktu berlalu, tiga pria tampan kampus HI University itu pun berakhir pada sebuah bar bersama kelompok teman lainnya. Ketika jarum jam pendek belum melewati tengah malam, mereka hampir tidak sadarkan diri.

"Ada apa denganmu?" tanya Aefar kepada Gaidzan yang duduk bersandar pada bantalan sofa dengan jemari yang terus menggulirkan layar handphonenya.

"Aku ingin mengikatnya agar tidak lepas lagi dari sisiku."

"Gaidzan, kamu membuatku merinding. Apakah kamu memang tipe pria mesum? Hahahaha," ucap Aefar sedikit menghibur.

"Melihatnya lagi membuatku terbangun dari hasrat yang selama ini aku sembunyikan."

"Kamu sangat menakutkan, Kawan!" ucap Aefar ringan. Dibalik nada candaannya, Aefar sedikit memahami kondisi sahabatnya itu. Ekspresi dan sikap Gaidzan berubah sejak keluar dari R&S, matanya terlihat memendam kerinduan pada sosok gadis yang berlalu pergi dengan pria lain.

"Butuh empat tahun untuk bertahan." Gaidzan lalu tersenyum menertawakan dirinya sendiri. Dalam keadaan setengah sadar, kenangan dulu terus melintas di ingatannya.

Awalnya, dia terus merendahkan kalimat 'Cinta pada pandangan pertama '.

Saat tahun ajaran baru yang membawanya menjadi senior kelas IX, dia bertemu dengan seorang gadis dengan mata abu-abu yang berkilau seperti perak, kalimat yang sempat dia rendahkan seakan datang mengutuknya dengan sebuah ejekan.

Cinta pertamanya yang tak terlupakan. Cinta satu-satunya yang dia pernah rasakan. Cinta itu yang membuat hatinya menghangat namun juga membekukannya hingga kini.

Statusnya sebagai generasi kedua menjadi beban yang sangat berat di pundaknya. Pasalnya, kebebasannya telah lama sekali direnggut sejak usia anak-anak. Segala tindakan sekecil apapun akan diawasi. Sebelum memasuki dunia perkuliahan, ayahnya telah membacakan hukum dan tradisi keluarga yang tidak boleh diabaikan bahkan ketika membangun relasi harus dilakukan penyaringan bibit, bobot dan bebet.

Lalu ketika dia menyadari kutukan 'Cinta Pada Pandangan Pertama', otaknya terus membuat berbagai penyangkalan ditengah hasrat yang semakin besar untuk memilikinya. Dia sering berdiam di sudut kamarnya tanpa cahaya, mengikat hasratnya agar kakinya tak berlari mengejar seseorang yang semakin hari semakin dia rindukan.

Hingga akhirnya, ada saatnya dia menyerah dan mengabaikan segalanya untuk dapat menjalin sebuah hubungan. Awalnya, hubungan itu begitu membahagiakan namun berakhir begitu menyedihkan.

Nama Harben pada belakang namanya, belum mampu untuk melindungi keberadaan gadis biasa tanpa latar belakang luar biasa namun sangat dia cintai itu. Akhirnya, dia kembali ke ruangan gelap untuk mengikat hasratnya agar tidak berbalik memeluk gadisnya lagi. Gadis yang telah dia campakkan dengan paksaan, gadis yang telah dia tinggalkan di tengah lapangan dengan bunga mekar yang dia berikan sendiri, gadis itu bahkan berkata 'maaf' dengan ketulusan yang membuat hatinya semakin sakit.

Lalu kini, mereka bertemu kembali. Logikanya hampir kalah oleh hasrat yang selama ini dia ikat di sudut kamarnya yang gelap selama bertahun-tahun lamanya itu.

"Gadis itu—" Aefar berkata dengan ragu, "bukankah dia adalah junior di kampus kita?" lanjut Aefar ragu.

"Apa?"

"Ya, dia angkatan 20**. Satu tahun dibawah kita," jelas Aefar. Dia yakin dengan informasinya karena dia adalah bagian dari panitia OSPEK dan sempat membuat teka teki konyol untuk mengerjainya.

Gaidzan ragu atas ucapan Aefar. Bagaimana bisa Ellys tertinggal satu tahun dengannya? Seharusnya, mereka satu angkatan.

"Apa permasalahanmu, Kawan?" ucap Aefar bingung.

Aefar tidak pernah melihat Gaidzan menjalani hubungan apapun selama masa kuliah. Apakah itu hubungan di masa lalu? Aefar terus menduga ditengah kesadarannya yang hampir hilang.

"Tinggal satu semester lagi kita akan lulus, itupun kalau kamu tidak mengambil percepatan wisuda mu semester ini," ucap Aefar, kalimat itu menyiratkan kesedihan yang tak terkatakan.

"Mn," jawab Gaidzan lalu melepaskan kesibukannya pada handphonenya dan beralih pada gelas yang telah kosong di atas meja.

Pikirannya begitu kacau, Gaidzan seakan dirasuki monster alkohol.

Malam itu menjadi malam yang terasa singkat, tidak ada yang ingat kapan dan bagaimana mereka pulang.

Keesokan paginya, hari menjadi begitu berat. Adalrich yang berlarian di koridor perusahaan karena takut telat hampir menabrak siapapun yang ditemui di jalan. Ketika dia bertemu Gaidzan yang baru kembali dari ruang photo copy membuatnya tercengang. Lagi-lagi, pria penerus perusahaan dimana dia magang sekarang terlihat biasa-biasa saja. Hampir tidak ada jejak bahwa dia menghabiskan banyak minuman keras yang membuatnya mabuk seperti seorang monster yang menggila.

Mendekat, Tidak Bisa Lari!

Matahari belum meninggi namun awan gelap tampak datang dari selatan. Seluruh mahasiswa yang kini sedang menghadiri sosialisasi magang untuk semester depan menyaksikan dengan sedikit rasa khawatir untuk kegiatannya hari ini.

"Kamu mau magang dimana, Ellys?" tanya seseorang yang baru saja masuk ke area pandangannya.

"Ada beberapa perusahaan yang masih aku pertimbangkan. Kamu sendiri, Carrelsa?" ucap Ellys tersenyum. Carrelsa adalah sahabatnya, mereka telah akrab sejak masa Orientasi Studi dan Pengenalan Kampus.

"Aku ingin sekali ke perusahaan GHH," jawab Carrelsa antusias dengan senyuman yang mengembang begitu lebar.

"Ada apa?" tanya Ellys curiga, memberikan senggolan kecil pada lengan sahabatnya.

"Karena dua pria tampan kampus kita memilih magang disana. Bukan hanya aku saja, tapi banyak diantara mahasiswa lainnya juga sepemikiran seperti aku. Bagaimanapun, kita tentu akan mengikuti jejak orang-orang yang luar biasa, bukan?"

"Siapa maksudmu?" tanya Ellys polos. Apakah selama ini dia begitu tidak berbaur dengan baik sehingga tidak mengetahui apapun?

"Dua pria tampan maksudmu? Ayoolah, kamu benar-benar harus memberikan perhatian kepada orang-orang di sekitarmu. Bukan hanya dua tapi tiga! Kampus kita memiliki tiga pangeran tampan yang benar-benar luar biasa. Sebentar, aku akan menunjukkan gambar mereka. Mereka benar-benar luar biasa!"

Carrelsa menjelaskan dengan begitu antusias, dia meraih handphone pada sakunya lalu membuka galeri foto. Tak lama kemudian, layar handphone itu menampilkan tiga orang pria yang benar-benar membuat Ellys mematung.

"Siapa pria yang berada ditengah ini?" tanya Ellys berusaha tenang. Jantungnya sebenarnya sudah hampir melompat dari tempatnya karena terkejut.

"Gaidzan Harben! Dialah mahasiswa yang memiliki nilai sempurna di kampus kita, dia bahkan berhasil masuk ke GHH sebagai mahasiswa magang untuk pertama kalinya. Karena kejadian langka itu akhirnya membuat banyak mahasiswa yakin untuk diterima pada perusahaan itu. Bagaimanapun GHH adalah perusahaan terbaik di negara kita."

"Jadi, dia adalah senior kita?"

"Astaga! Kamu benar-benar tidak tahu apapun! Tentu saja!"

Akhirnya, informasi itu membuat Ellys berpikir bahwa dirinya benar-benar terisolasi dari dunia nyata. Bagaimana bisa dia tidak menyadari keberadaan Gaidzan yang begitu menarik perhatian?

"Hoho! Lihatlah, Desty! Mereka sedang membicarakan calon pacarmu!" ucap seseorang dengan nada culas.

Dua gadis di dekat mereka ternyata sedang memandang dengan tatapan aneh.

"Darimana sopan pantunmu itu? Tidakkah keluargamu mengajarkan untuk tidak menguping pembicaraan orang lain?" jawab Carrelsa tidak senang.

"Orang yang kamu bicarakan adalah orang yang diinginkan oleh temanku — Disty, gadis tercantik di kampus ini. Dan lihatlah! Penampilan kalian itu. Ck ck ck, satunya culun dan lainnya seperti berandalan!"

"Apa kamu bilang?" ucap Carrelsa gusar. Tangannya hendak meraih apapun yang sekiranya dapat dia tarik di badan gadis dengan mulut kotor itu namun Ellys dengan cepat menghentikannya.

"Sudahlah, Frayda. Ayo kita masuk," ucap Disty malas. Sikapnya begitu arogan, merasa diri paling superioritas.

Carrelsa dengan amarah yang tertahan terus melihat dua gadis itu masuk ke dalam aula sedangkan Ellys mencoba untuk menenangkan.

"Aku benar-benar benci dengan gadis-gadis seperti mereka!" ungkap Carrelsa kepada Ellys yang terus tersenyum untuk menenangkan keadaan.

"Ayo masuk, jangan pedulikan perkataan orang-orang seperti mereka. Hanya menguras tenaga dan perasaan saja," ucap Ellys.

"Baiklah," jawab Carrelsa lemah lalu melangkah masuk ke aula diikuti Ellys yang masih mendorong punggungnya dengan senyuman.

Sosialisasi itu berlangsung hingga sore hari. Setelah keluar dari sana, Ellys menyempatkan diri pergi ke perpustakaan mencari refrensi untuk tugas makalahnya dan tak terasa hari sudah malam.

Jam 19.30, kampus mulai tampak sepi. Yang tersisa hanya mahasiswa yang mengambil kelas malam, mereka bahkan tidak seperti kelas pagi yang keluyuran menjelajahi kampus. Mahasiswa malam akan langsung menghadiri kelas perkuliahan lalu pulang dengan terburu-buru untuk segera beristirahat karena paginya mereka akan bekerja.

Jalan belakang kampus tak memiliki penerangan yang baik, namun cahaya bulan malam ini benar-benar cerah setelah hujan, membuat dedaunan dan rerumputan berwarna keemasan. Ellys berjalan sendirian dengan tas ranselnya di punggung serta beberapa tumpukan buku di lengannya.

Tiba-tiba, langkah kakinya memelan.

Sosok yang berdiri dari jauh itu tampak tidak asing lagi. Sinar rembulan membuat wajah pria itu semakin mempesona, tubuhnya yang tinggi membuat bayangan panjang ke danau. Kemeja putih yang membalut badan semakin membiaskan aura yang kuat dan tatapan mata itu jelas mengarah kepada Ellys. Ingatan tentang masa lalu membuatnya merinding, masih ada sedikit ketakutan di benaknya.

Seiring jarak yang semakin dekat, Ellys ragu untuk melangkah. Rasanya ingin sekali membelokkan sudut langkah kakinya untuk berlari dari sosok itu.

"Ellys!" Seseorang memanggil. Beberapa meter dibelakangnya, pria yang tampak akrab berlari kecil menghampiri.

"Ada apa, Mike?" tanya Ellys. Ada perasaan lega mendengar suara panggilan itu.

"Aku mencarimu kemana-mana, syukurlah aku menemukanmu!" ucap Mike seraya menghentikan langkah, membuang nafas panjang beberapa kali.

"Maaf! Aku melupakan janji kita," ucap Ellys merasa bersalah.

"Tidak apa-apa. Aku sudah terbiasa dengan kepikunanmu," ucap Mike seraya menjentikkan jemarinya pada dahi, terlihat begitu harmonis.

"Oh, ya. sebentar!" Ellys membuka susunan kertas yang sebelumnya ada dalam pelukannya, "ini dia, formulir magang," lanjutnya.

"Wah, terimakasih. Aku tidak sempat hadir pada sosialisasinya tadi siang karena pekerjaanku. Sekali lagi, terimakasih ya."

"Mn," jawab Ellys.

Ditengah pembicaraannya, tatapan Ellys tertuju pada liontin gelang yang dikenakan oleh Mike. Selama bersama dengan Mike, dia tidak pernah melihat Mike mengenakan aksesoris itu.

Rasa penasaran membuat tangannya bergerak pelan untuk memastikan pengelihatannya. Namun, sebelum jemarinnya menyentuh tujuannya, lengannya telah tertahan.

Gaidzan telah masuk di antara mereka, menghalangi pandangan Ellys pada Mike. Mike mundur beberapa langkah lalu dengan cepat menarik lengan bajunya untuk menutupi liontin.

"Bukankah kamu Gaidzan? Ada keperluan apa?" tanya Mike kemudian. Sikap Gaidzan yang kasar membuatnya sedikit kesal. Terlebih, ketika melihat lengan sahabatnya tengah digenggam erat oleh pria asing.

"Aku ingin berbicara berdua denganmu," ucap Gaidzan kepada Ellys. Mike yang bertanya sebelumnya tak diindahkan sama sekali.

"Aku tidak punya kepentingan denganmu," sanggah Ellys menolak perkataan Gaidzan.

"Ellys menolak! Apakah kamu punya keperluan lainnya lagi?" ucap Mike kesal, matanya masih memandang lekat lengan sahabatnya yang masih tertahan oleh pria aneh di depannya.

Ellys sangat memahami tempramen pria yang menahan lengannya, melihat dua pria yang bersitegang dihadapannya membuat kepalanya sakit.

"Mike, bisakah aku berbicara dengannya sebentar?" ucap Ellys memohon kepada Mike, membuat Gaidzan semakin murka. Fakta bahwa dia bukan siapa-siapa dibandingkan pria di belakangnya membuatnya sakit hati.

"Baiklah! Aku akan menunggumu di gerbang belakang," ucap Mike. Suaranya seperti tertahan menahan amarahnya. Namun, dia percaya dengan Ellys yang bisa mengatasi masalahnya sendiri.

Setelah Mike menghilang ke dalam gelapnya jalan, Gaidzan menghembuskan nafas panjang lalu dengan pelan melepaskan genggamannya.

"Senang bertemu denganmu lagi, Gaidzan."

Mendengar suara gadis itu, kekesalan di wajahnya berangsur hilang. Matanya dengan lekat melirik pergelangan tangan yang sedikit memerah akibat tekanan, ingin rasanya dia mengutuk dirinya dengan suara keras karena tidak dapat mengontrol rasa cemburunya.

"Ellys," panggil Gaidzan lirih.

Ellys hanya diam, pikirannya mengatakan untuk segera kabur tapi hatinya berkata lain. Sorotan mata pria itu kepadanya membuat kakinya tetap ditempat, tak bergerak.

"Sudah 4 tahun, Gaidzan" ucap Ellys tenang.

"Mn," jawab Gaidzan singkat. Dia tidak sanggup untuk memberikan jawaban lebih panjang dari satu anggukan itu. Air matanya bisa saja jatuh setelah lama tergenang di sudut matanya.

Kata yang terpendam sejak 4 tahun yang lalu diantara mereka masih saja tak bisa keluar, ada dinding kasat mata yang tak boleh mereka hancurkan.

Hingga tiba-tiba, Gaidzan mengulurkan tangannya dengan senyuman yang tak mencerminkan kesedihan di matanya.

"Gaidzan Harben. Panggil saja Gaidzan. Kamu mau berteman denganku?" kalimat itu adalah kalimat awal mereka memulai pertemanan dulu di bangku sekolah.

"Mn," jawab Ellys singkat dengan bibir rapat yang bergetar.

"Bisakah aku meminta pelukan pertemanan?" tanya Gaidzan agak tenang.

Tanpa jawaban, Ellys langsung merangkul tubuh Gaidzan yang sedang bergetar hebat. Ya, lelaki tangguh itu sedang bertahan dengan egonya.

"Bukankah itu Gaidzan?" ucap seseorang dari kelompok mahasiswa yang berjarak cukup dekat membuat Ellys membelalakkan mata.

Jika terdengar gosip bahwa seorang Gaidzan sedang bersama seorang gadis di bawah sinar rembulan, bukankah akan terjadi keributan besar? Ellys tak ingin menjadi tokoh utama yang diperbincangkan itu, dengan cepat ia mendorong tubuh Gaidzan dari pundaknya, membelokkan sudut kaki untuk melangkah pergi meninggalkan Gaidzan.

Namun sebelum langkahnya menjauh, lengannya telah tertahan oleh genggaman lemah dari pria di belakangnya. Ya, Gaidzan tengah menahannya untuk pergi.

Pria yang memiliki rumor luar biasa di luar sana itu tiba-tiba duduk bertumpu pada tumitnya, terkulai lemah dengan tangan yang tengah menahan jemarinya agar tidak lepas, genggaman tangan yang masih memegang jemarinnya terasa dingin.

Setelah beberapa saat, tangan itu terlepas. Namun Gaidzan tetap berjongkok tanpa mampu menaikkan pandangannya nenatap Ellys hingga bayangan gadis itu terasa perlahan menjauh dan pergi meninggalkannya begitu saja.

"Bersama gadis?" Kelompok itu saling berbisik dengan rasa keingintahuan yang besar. Namun bayangan sosok gadis yang bersama Gaidzan benar-benar tak terlihat karena gelap lalu perlahan pergi menjauh dan hilang di tikungan jalan itu. Namun sangat mudah mengenali Gaidzan walaupun dengan pencahayaan yang sedikit karena bayangannya saja adalah candu yang tak terlupakan.

Ellys yang merasa sudah keluar dari zona bahaya dengan pelan menghembuskan nafas. Hal gila apa yang kini sedang dia perankan?

"Ada apa dengan ekspresimu?" Seseorang datang menghampiri dengan pertanyaan yang penuh rasa kecurigaan.

Ellys masih tidak menjawab, dia masih sibuk dengan pikirannya yang belum tertata. Dia masuk ke kamar meninggalkan Renda dengan wajah penasarannya di ruang tamu lalu pergi mandi dengan waktu yang cukup lama.

"Tidakkah itu aneh?" jawab Ellys tiba-tiba saat keluar dari kamarnya. Handuk masih melingkar di kepala.

"Ya.. aku mencium bau-bau bahaya!" Sahut Renda antusias.

"..." Ellys terdiam lalu masuk ke kamarnya pergi tidur.

"Siaaal!" Renda seperti dipermainkan. Wanita itu akhirnya bangkit dari duduknya lalu pergi meninggalkan Ellys yang sudah terlelap dibawah selimutnya.

...

Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!

Download Novel PDF
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!