R&S adalah cafe terkenal yang banyak dikunjungi oleh orang penting. Tidak ada yang istimewa dengan menu yang disediakan, hanya kopi dan teh, tidak lebih seperti cafe-cafe pada umumnya. Namun, fasilitas dan pelayanannya adalah yang terbaik di kota Enirp. Hak khusus yang ditawarkan membuat orang-orang bersaing menjadi member yang terbatas. Tentu saja, para member harus membayar mahal untuk itu.
Gaidzan memasuki tempat itu tanpa cangung sedikit pun, para karyawan malah menyambutnya dengan senyuman lebar, lebih lebar dari menyambut para tamu VVIP. Ketika Amily melihat reaksi itu, hasrat untuk memilikinya semakin menggebu.
"Ini adalah tempat terbaik di kota Enirp, aku adalah member di sini. Cukup sulit untuk mendaftarkan diri," jelas Amily ketika Gaidzan baru mendudukkan diri pada kursinya. Niat gadis itu untuk membuat kesan mendalam kepadanya sangat terlihat jelas, Gaidzan hanya memberikan senyuman tipis.
"Hei!"
Tiba-tiba suara tinggi datang diiringi hentakan meja yang dipukul dengan keras. Seorang pria dengan sorot mata yang kesal bercampur amarah tertuju pada Gaidzan.
"Baren? Kenapa kamu membuat keributan disini?" ucap Amily terkejut ditambah dengan rasa kesal yang tertahan. Ia tidak mengharapkan laki-laki itu ada disini untuk mengganggu kencannya dengan Gaidzan!
"Gaidzan Harben! Aku tidak tahu bahwa kamu sebenarnya adalah seseorang yang munafik! Menolak semua gadis di kampus namun menggoda gadis orang lain diluar!" Oceh Baren tanpa mengindahkan Amily yang berbicara kepadanya.
Gaidzan tetap duduk tenang namun tatapannya semakin dingin dan menakutkan. Hanya jemarinya yang terus menghentak di meja, mengeluarkan bunyi ketukan. Lalu seseorang manager keluar dengan terburu-buru.
"Baren! Aku tidak memiliki hubungan apapun denganmu," ucap Amily begitu sinis.
"Nyonya dan Tuan-tuan, mohon untuk tidak membuat keributan di sini," ucap sang Manager dengan senyum di wajahnya.
"Ah, Manager Shu! Hari ini aku sangat tidak senang sekali," ucap Baren antusias. "Usir dia," lanjutnya.
"Ta-tapi..." Manager Shu mulai terlihat khawatir dengan senyuman kaku yang ia coba pertahankan, sudut matanya terus mengawasi pria yang masih mengetuk meja dengan tidak sabar.
"Apakah dia VVIP sepertiku?" tanya Baren memastikan keraguannya saat melihat tingkah sang manager.
"Bu-bukan, Ta-tapi..." Manager Shu semakin tergagap dalam ucapannya. Pikirnya, adakah hari besok untuk dia bekerja lagi disana? Sebenarnya, Manager Shu dapat memilih siapa yang harus dia bela dengan mudah karena sudah jelas siapa yang memiliki kedudukan yang lebih tinggi di antara mereka. Namun, Manager Shu tidak tahu jalan pikiran pria yang memiliki kedudukan tinggi itu sekarang karena selama ini selalu menyembunyikan diri.
"Untuk apalagi berpikir kalau begitu! Bagaimana kalau seperti ini, aku akan menggunakan hak khususku sebagai member. Perintahnya adalah usir pria ini keluar dan buat harga dirinya terasa begitu hina hingga tidak pantas mengangkat wajahnya lagi," ucap Baren membusungkan dada.
"Baren! Kamu sudah keterlaluan!" ucap Amily, takut membuat Gaidzan hilang kesabaran dan merasa kecewa padanya.
Saat ini, mereka berada di Root's Area. Amily yang memiliki keanggotaan VIP hanya bisa melakukan reservasi hingga area ini namun fasilitas yang ditawarkan lebih baik daripada area umum lainnya. Amily tak habis pikir untuk bertemu dengan Baren, dia yang anggota VVIP harusnya tidak akan berada di sini.
"Amily, kamu begitu buta hingga memilih seorang pria seperti dia!" ucap Baren. Baren jelas sedang menyombongkan dirinya sebagai anak seorang pengusaha Elektronik DePH. Perusahaan baru yang berhasil menembus profit tertinggi dari penjualanya bulan ini, perusahaan yang sedang diperhitungkan sebagai kompetitor yang sulit setelah mengalahkan penjualan perusahaan GHH yang sedang terpuruk karena kasus Ellys Morgan.
Gaidzan Harben masih duduk malas dengan jemari yang terus mengetuk meja. Manager Shu semakin gemetar, dia mulai mengeluarkan sapu tangan melalui saku celananya dan mengusap keringat dinginnya terus menerus pada dahinya yang berkerut dalam.
"Manager Shu," panggil Gaidzan. Manager Shu melihat pria itu sudah menghentikan ketukan jemarinnya lalu berdiri dari mejanya, "...tidak perlu bersusah-payah mengusirku, aku akan pergi," lanjut Gaidzan.
"Ba-bagus. Iya-iya! Semuanya akan baik-baik saja," ucap Manager Shu lega. Rasanya, saluran pernafasannya baru saja bebas dari penyumbatan.
"Mau pergi kemana kamu, AH!" Teriak Baren saat melihat Gaidzan hanya memberikan sikap dinginnya dan hendak pergi begitu saja. Sedangkan Amily hanya tergagap tanpa bisa mengeluarkan suaranya untuk menahan Gaidzan, rasa frustasi hampir membuatnya marah pada Baren.
Lalu.. 'Brak!'
Sesuatu terjatuh saat Baren mencoba menghalangi kepergian Gaidzan.
Seorang gadis terdorong hingga jatuh dengan beberapa barang yang ikut terlempar.
"Apakah kamu buta, AH!" Teriak Baren semakin marah menunjuk gadis itu.
Mata Gaidzan tiba-tiba melebar, jantungnya terasa tersentak dari tempatnya dengan begitu cepat, hampir melompat keluar. Jika bukan karena wajahnya yang miskin ekspresi, mungkin orang lain akan dapat melihat keterkejutan di wajahnya.
"Manager Shu, usir orang itu!" Perintah Gaidzan tiba-tiba dengan suara sedikit keras setelah sadar dari keterkejutannya.
"Baik!" jawab Manager Shu tanpa ragu. "Penjaga, bantu Tuan Baren untuk keluar!" lanjutnya memberikan perintah kepada penjaga yang tak jauh dari tempatnya.
"Manager Shu, apa yang kamu lakukan?" teriak Baren tidak percaya.
"Maaf, Tuan Gaidzan memang bukanlah seorang member VVIP dengan level Gold sepertimu tapi walaupun tanpa kartu apapun dia sudah mengalahkanmu," tutur Manager Shu, membuat Baren melotot hampir tak percaya. Sambil memikirkan status apa yang dimiliki Gaidzan hingga dia diperlakukan seperti itu oleh Manager Shu, dia tengah diseret paksa untuk keluar oleh dua orang penjaga tanpa kehormatan yang tersisa.
Bukankah seharusnya Gaidzan yang diperlakukan seperti ini? Tapi kenapa malah aku? Pikir Baren dalam hati.
Sedangkan Amily masih mematung di sana, memikirkan apa yang terjadi di depan matanya saat ini.
"Kamu tidak apa-apa, Ellys?" tanya Gaidzan lalu melangkah ragu mendekati gadis yang tengah bangkit dari jatuhnya.
"Uh, Tidak apa-apa, terima kasih," jawab Ellys yang sudah memperbaiki postur jatuhnya.
Amily memperhatikan dengan seksama, perasaan bingung yang teramat sangat, untuk pertama kalinya ia melihat ekspresi itu dari wajah Gaidzan, walaupun sangat samar namun Amily yakin bahwa Gaidzan sedang mengkhawatirkan sesuatu. Hatinya terasa terbakar cemburu.
Gadis itu terlihat jauh dari kata stylish karena penampilannya yang cupu. Apa yang menarik dari gadis itu? Dia tahu seorang gadis tercantik dengan nama yang sama namun mereka benar-benar terlihat jauh berbeda.
"Gaidzan?" Panggil Amily ragu, ia tidak tahan melihatnya memperhatikan gadis cupu itu. Otaknya yang cerdas ternyata tumpul jika dihadapkan dengan rasa cemburunya.
"Terimakasih," ucap Ellys kepada Gaidzan yang memapahnya untuk duduk pada kursi yang sebelumnya ditempati oleh Gaidzan. Manager Shu mengambil segala hal yang ikut terjatuh sebelumnya dan meletakkannya di atas meja.
"Amily, apakah kamu datang bersama supir? Maaf, aku tidak bisa mengantarmu pulang!"
Kalimat yang diucapkan Gaidzan itu benar-benar membuat luka besar dihatinya. Sekali lagi, Amily mencoba tersenyum. Mempertahankan karakter wanita cerdas dengan rasa toleransi kasih sayang yang besar.
"Baiklah, Gaidzan. Aku akan menghubungimu dilain hari," jawab Amily. Dengan berat hati, ia melangkahkan kakinya untuk keluar dari R&S dengan belasan pasang mata yang mengawasi.
"Kalau begitu, saya undur diri, Tuan Gaidzan!" ucap Manager Shu ikut pergi meninggalkan Gaidzan dan Ellys disana.
Ellys memperhatikan pria yang kini duduk dihadapannya dengan hati-hati. Ini adalah pertemuan pertamanya dengan Gaidzan setelah 4 tahun lamanya. Pria itu tidak berubah sama sekali.
"Bagaimana kabarmu?" tanya Gaidzan sembari membersihkan sedikit darah akibat sebuah goresan kecil. Sepertinya, Ellys tergores oleh sudut tajam salah satu barang yang ikut terjatuh sebelumnya.
"Cukup baik," ucap Ellys. Wajah dan penampilan pria di depannya itu tetap terlihat menawan dibalik wajah dinginnya.
Mendengar jawaban Ellys membuat Gaidzan melengkungkan senyuman di wajahnya lalu ketika tangan mungil itu sudah dipastikan baik-baik saja, Gaidzan melepaskannya dengan lembut kemudian terdiam beberapa saat dengan tatapan hangat yang tak sedingin sebelumnya.
"Maaf, aku harus pergi!" ucap Ellys mulai tak nyaman.
"Kemana tujuanmu? Aku akan mengantarmu," tanya Gaidzan.
"Terimakasih atas tawaranmu. Tapi, pacarku sedang menungguku di luar," jawab Ellys.
Seperti petir yang menyambar, menghancurkan lalu menghanguskan tiap puing-puing hati yang terkecil. Gaidzan tak dapat berkata apapun, hanya terdiam menatap gadis yang memberikan tatapan asing kepadanya.
"Ellys? Aku menunggumu sejak tadi. Apakah ada masalah?"
Seseorang masuk diantara mereka. Seorang pria yang cukup tampan dengan wajah kekhawatiran kepada Ellys.
"Tidak ada, Mike. Ayo kita pergi!" ucap Ellys yang tak menghiraukan Gaidzan yang telah mematung dengan seribu pertanyaan di kepalanya.
Ellys dan Mike pun berjalan pergi meninggalkan R&S. Mereka tampak begitu dekat, Gaidzan menduga bahwa pria itu adalah pacar yang dimaksud oleh Ellys.
"Apa yang membuatmu lama?" tiba-tiba suara datang dari Adalrich, karena lewat 10 menit dari ucapan Gaidzan sebelumnya membuatnya masuk.
Sejak Gaidzan melihat Ellys berlalu memasuki sebuah mobil dengan seorang pria, pikirannya sudah tidak ada lagi pada raganya.
Hingga waktu berlalu, tiga pria tampan kampus HI University itu pun berakhir pada sebuah bar bersama kelompok teman lainnya. Ketika jarum jam pendek belum melewati tengah malam, mereka hampir tidak sadarkan diri.
"Ada apa denganmu?" tanya Aefar kepada Gaidzan yang duduk bersandar pada bantalan sofa dengan jemari yang terus menggulirkan layar handphonenya.
"Aku ingin mengikatnya agar tidak lepas lagi dari sisiku."
"Gaidzan, kamu membuatku merinding. Apakah kamu memang tipe pria mesum? Hahahaha," ucap Aefar sedikit menghibur.
"Melihatnya lagi membuatku terbangun dari hasrat yang selama ini aku sembunyikan."
"Kamu sangat menakutkan, Kawan!" ucap Aefar ringan. Dibalik nada candaannya, Aefar sedikit memahami kondisi sahabatnya itu. Ekspresi dan sikap Gaidzan berubah sejak keluar dari R&S, matanya terlihat memendam kerinduan pada sosok gadis yang berlalu pergi dengan pria lain.
"Butuh empat tahun untuk bertahan." Gaidzan lalu tersenyum menertawakan dirinya sendiri. Dalam keadaan setengah sadar, kenangan dulu terus melintas di ingatannya.
Awalnya, dia terus merendahkan kalimat 'Cinta pada pandangan pertama '.
Saat tahun ajaran baru yang membawanya menjadi senior kelas IX, dia bertemu dengan seorang gadis dengan mata abu-abu yang berkilau seperti perak, kalimat yang sempat dia rendahkan seakan datang mengutuknya dengan sebuah ejekan.
Cinta pertamanya yang tak terlupakan. Cinta satu-satunya yang dia pernah rasakan. Cinta itu yang membuat hatinya menghangat namun juga membekukannya hingga kini.
Statusnya sebagai generasi kedua menjadi beban yang sangat berat di pundaknya. Pasalnya, kebebasannya telah lama sekali direnggut sejak usia anak-anak. Segala tindakan sekecil apapun akan diawasi. Sebelum memasuki dunia perkuliahan, ayahnya telah membacakan hukum dan tradisi keluarga yang tidak boleh diabaikan bahkan ketika membangun relasi harus dilakukan penyaringan bibit, bobot dan bebet.
Lalu ketika dia menyadari kutukan 'Cinta Pada Pandangan Pertama', otaknya terus membuat berbagai penyangkalan ditengah hasrat yang semakin besar untuk memilikinya. Dia sering berdiam di sudut kamarnya tanpa cahaya, mengikat hasratnya agar kakinya tak berlari mengejar seseorang yang semakin hari semakin dia rindukan.
Hingga akhirnya, ada saatnya dia menyerah dan mengabaikan segalanya untuk dapat menjalin sebuah hubungan. Awalnya, hubungan itu begitu membahagiakan namun berakhir begitu menyedihkan.
Nama Harben pada belakang namanya, belum mampu untuk melindungi keberadaan gadis biasa tanpa latar belakang luar biasa namun sangat dia cintai itu. Akhirnya, dia kembali ke ruangan gelap untuk mengikat hasratnya agar tidak berbalik memeluk gadisnya lagi. Gadis yang telah dia campakkan dengan paksaan, gadis yang telah dia tinggalkan di tengah lapangan dengan bunga mekar yang dia berikan sendiri, gadis itu bahkan berkata 'maaf' dengan ketulusan yang membuat hatinya semakin sakit.
Lalu kini, mereka bertemu kembali. Logikanya hampir kalah oleh hasrat yang selama ini dia ikat di sudut kamarnya yang gelap selama bertahun-tahun lamanya itu.
"Gadis itu—" Aefar berkata dengan ragu, "bukankah dia adalah junior di kampus kita?" lanjut Aefar ragu.
"Apa?"
"Ya, dia angkatan 20**. Satu tahun dibawah kita," jelas Aefar. Dia yakin dengan informasinya karena dia adalah bagian dari panitia OSPEK dan sempat membuat teka teki konyol untuk mengerjainya.
Gaidzan ragu atas ucapan Aefar. Bagaimana bisa Ellys tertinggal satu tahun dengannya? Seharusnya, mereka satu angkatan.
"Apa permasalahanmu, Kawan?" ucap Aefar bingung.
Aefar tidak pernah melihat Gaidzan menjalani hubungan apapun selama masa kuliah. Apakah itu hubungan di masa lalu? Aefar terus menduga ditengah kesadarannya yang hampir hilang.
"Tinggal satu semester lagi kita akan lulus, itupun kalau kamu tidak mengambil percepatan wisuda mu semester ini," ucap Aefar, kalimat itu menyiratkan kesedihan yang tak terkatakan.
"Mn," jawab Gaidzan lalu melepaskan kesibukannya pada handphonenya dan beralih pada gelas yang telah kosong di atas meja.
Pikirannya begitu kacau, Gaidzan seakan dirasuki monster alkohol.
Malam itu menjadi malam yang terasa singkat, tidak ada yang ingat kapan dan bagaimana mereka pulang.
Keesokan paginya, hari menjadi begitu berat. Adalrich yang berlarian di koridor perusahaan karena takut telat hampir menabrak siapapun yang ditemui di jalan. Ketika dia bertemu Gaidzan yang baru kembali dari ruang photo copy membuatnya tercengang. Lagi-lagi, pria penerus perusahaan dimana dia magang sekarang terlihat biasa-biasa saja. Hampir tidak ada jejak bahwa dia menghabiskan banyak minuman keras yang membuatnya mabuk seperti seorang monster yang menggila.
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 31 Episodes
Comments
Rindu Rembulan
Jangan Lupa Tinggalkan Jejak 😇😇😇
2022-12-13
1