Mendekat, Tidak Bisa Lari!

Matahari belum meninggi namun awan gelap tampak datang dari selatan. Seluruh mahasiswa yang kini sedang menghadiri sosialisasi magang untuk semester depan menyaksikan dengan sedikit rasa khawatir untuk kegiatannya hari ini.

"Kamu mau magang dimana, Ellys?" tanya seseorang yang baru saja masuk ke area pandangannya.

"Ada beberapa perusahaan yang masih aku pertimbangkan. Kamu sendiri, Carrelsa?" ucap Ellys tersenyum. Carrelsa adalah sahabatnya, mereka telah akrab sejak masa Orientasi Studi dan Pengenalan Kampus.

"Aku ingin sekali ke perusahaan GHH," jawab Carrelsa antusias dengan senyuman yang mengembang begitu lebar.

"Ada apa?" tanya Ellys curiga, memberikan senggolan kecil pada lengan sahabatnya.

"Karena dua pria tampan kampus kita memilih magang disana. Bukan hanya aku saja, tapi banyak diantara mahasiswa lainnya juga sepemikiran seperti aku. Bagaimanapun, kita tentu akan mengikuti jejak orang-orang yang luar biasa, bukan?"

"Siapa maksudmu?" tanya Ellys polos. Apakah selama ini dia begitu tidak berbaur dengan baik sehingga tidak mengetahui apapun?

"Dua pria tampan maksudmu? Ayoolah, kamu benar-benar harus memberikan perhatian kepada orang-orang di sekitarmu. Bukan hanya dua tapi tiga! Kampus kita memiliki tiga pangeran tampan yang benar-benar luar biasa. Sebentar, aku akan menunjukkan gambar mereka. Mereka benar-benar luar biasa!"

Carrelsa menjelaskan dengan begitu antusias, dia meraih handphone pada sakunya lalu membuka galeri foto. Tak lama kemudian, layar handphone itu menampilkan tiga orang pria yang benar-benar membuat Ellys mematung.

"Siapa pria yang berada ditengah ini?" tanya Ellys berusaha tenang. Jantungnya sebenarnya sudah hampir melompat dari tempatnya karena terkejut.

"Gaidzan Harben! Dialah mahasiswa yang memiliki nilai sempurna di kampus kita, dia bahkan berhasil masuk ke GHH sebagai mahasiswa magang untuk pertama kalinya. Karena kejadian langka itu akhirnya membuat banyak mahasiswa yakin untuk diterima pada perusahaan itu. Bagaimanapun GHH adalah perusahaan terbaik di negara kita."

"Jadi, dia adalah senior kita?"

"Astaga! Kamu benar-benar tidak tahu apapun! Tentu saja!"

Akhirnya, informasi itu membuat Ellys berpikir bahwa dirinya benar-benar terisolasi dari dunia nyata. Bagaimana bisa dia tidak menyadari keberadaan Gaidzan yang begitu menarik perhatian?

"Hoho! Lihatlah, Desty! Mereka sedang membicarakan calon pacarmu!" ucap seseorang dengan nada culas.

Dua gadis di dekat mereka ternyata sedang memandang dengan tatapan aneh.

"Darimana sopan pantunmu itu? Tidakkah keluargamu mengajarkan untuk tidak menguping pembicaraan orang lain?" jawab Carrelsa tidak senang.

"Orang yang kamu bicarakan adalah orang yang diinginkan oleh temanku — Disty, gadis tercantik di kampus ini. Dan lihatlah! Penampilan kalian itu. Ck ck ck, satunya culun dan lainnya seperti berandalan!"

"Apa kamu bilang?" ucap Carrelsa gusar. Tangannya hendak meraih apapun yang sekiranya dapat dia tarik di badan gadis dengan mulut kotor itu namun Ellys dengan cepat menghentikannya.

"Sudahlah, Frayda. Ayo kita masuk," ucap Disty malas. Sikapnya begitu arogan, merasa diri paling superioritas.

Carrelsa dengan amarah yang tertahan terus melihat dua gadis itu masuk ke dalam aula sedangkan Ellys mencoba untuk menenangkan.

"Aku benar-benar benci dengan gadis-gadis seperti mereka!" ungkap Carrelsa kepada Ellys yang terus tersenyum untuk menenangkan keadaan.

"Ayo masuk, jangan pedulikan perkataan orang-orang seperti mereka. Hanya menguras tenaga dan perasaan saja," ucap Ellys.

"Baiklah," jawab Carrelsa lemah lalu melangkah masuk ke aula diikuti Ellys yang masih mendorong punggungnya dengan senyuman.

Sosialisasi itu berlangsung hingga sore hari. Setelah keluar dari sana, Ellys menyempatkan diri pergi ke perpustakaan mencari refrensi untuk tugas makalahnya dan tak terasa hari sudah malam.

Jam 19.30, kampus mulai tampak sepi. Yang tersisa hanya mahasiswa yang mengambil kelas malam, mereka bahkan tidak seperti kelas pagi yang keluyuran menjelajahi kampus. Mahasiswa malam akan langsung menghadiri kelas perkuliahan lalu pulang dengan terburu-buru untuk segera beristirahat karena paginya mereka akan bekerja.

Jalan belakang kampus tak memiliki penerangan yang baik, namun cahaya bulan malam ini benar-benar cerah setelah hujan, membuat dedaunan dan rerumputan berwarna keemasan. Ellys berjalan sendirian dengan tas ranselnya di punggung serta beberapa tumpukan buku di lengannya.

Tiba-tiba, langkah kakinya memelan.

Sosok yang berdiri dari jauh itu tampak tidak asing lagi. Sinar rembulan membuat wajah pria itu semakin mempesona, tubuhnya yang tinggi membuat bayangan panjang ke danau. Kemeja putih yang membalut badan semakin membiaskan aura yang kuat dan tatapan mata itu jelas mengarah kepada Ellys. Ingatan tentang masa lalu membuatnya merinding, masih ada sedikit ketakutan di benaknya.

Seiring jarak yang semakin dekat, Ellys ragu untuk melangkah. Rasanya ingin sekali membelokkan sudut langkah kakinya untuk berlari dari sosok itu.

"Ellys!" Seseorang memanggil. Beberapa meter dibelakangnya, pria yang tampak akrab berlari kecil menghampiri.

"Ada apa, Mike?" tanya Ellys. Ada perasaan lega mendengar suara panggilan itu.

"Aku mencarimu kemana-mana, syukurlah aku menemukanmu!" ucap Mike seraya menghentikan langkah, membuang nafas panjang beberapa kali.

"Maaf! Aku melupakan janji kita," ucap Ellys merasa bersalah.

"Tidak apa-apa. Aku sudah terbiasa dengan kepikunanmu," ucap Mike seraya menjentikkan jemarinya pada dahi, terlihat begitu harmonis.

"Oh, ya. sebentar!" Ellys membuka susunan kertas yang sebelumnya ada dalam pelukannya, "ini dia, formulir magang," lanjutnya.

"Wah, terimakasih. Aku tidak sempat hadir pada sosialisasinya tadi siang karena pekerjaanku. Sekali lagi, terimakasih ya."

"Mn," jawab Ellys.

Ditengah pembicaraannya, tatapan Ellys tertuju pada liontin gelang yang dikenakan oleh Mike. Selama bersama dengan Mike, dia tidak pernah melihat Mike mengenakan aksesoris itu.

Rasa penasaran membuat tangannya bergerak pelan untuk memastikan pengelihatannya. Namun, sebelum jemarinnya menyentuh tujuannya, lengannya telah tertahan.

Gaidzan telah masuk di antara mereka, menghalangi pandangan Ellys pada Mike. Mike mundur beberapa langkah lalu dengan cepat menarik lengan bajunya untuk menutupi liontin.

"Bukankah kamu Gaidzan? Ada keperluan apa?" tanya Mike kemudian. Sikap Gaidzan yang kasar membuatnya sedikit kesal. Terlebih, ketika melihat lengan sahabatnya tengah digenggam erat oleh pria asing.

"Aku ingin berbicara berdua denganmu," ucap Gaidzan kepada Ellys. Mike yang bertanya sebelumnya tak diindahkan sama sekali.

"Aku tidak punya kepentingan denganmu," sanggah Ellys menolak perkataan Gaidzan.

"Ellys menolak! Apakah kamu punya keperluan lainnya lagi?" ucap Mike kesal, matanya masih memandang lekat lengan sahabatnya yang masih tertahan oleh pria aneh di depannya.

Ellys sangat memahami tempramen pria yang menahan lengannya, melihat dua pria yang bersitegang dihadapannya membuat kepalanya sakit.

"Mike, bisakah aku berbicara dengannya sebentar?" ucap Ellys memohon kepada Mike, membuat Gaidzan semakin murka. Fakta bahwa dia bukan siapa-siapa dibandingkan pria di belakangnya membuatnya sakit hati.

"Baiklah! Aku akan menunggumu di gerbang belakang," ucap Mike. Suaranya seperti tertahan menahan amarahnya. Namun, dia percaya dengan Ellys yang bisa mengatasi masalahnya sendiri.

Setelah Mike menghilang ke dalam gelapnya jalan, Gaidzan menghembuskan nafas panjang lalu dengan pelan melepaskan genggamannya.

"Senang bertemu denganmu lagi, Gaidzan."

Mendengar suara gadis itu, kekesalan di wajahnya berangsur hilang. Matanya dengan lekat melirik pergelangan tangan yang sedikit memerah akibat tekanan, ingin rasanya dia mengutuk dirinya dengan suara keras karena tidak dapat mengontrol rasa cemburunya.

"Ellys," panggil Gaidzan lirih.

Ellys hanya diam, pikirannya mengatakan untuk segera kabur tapi hatinya berkata lain. Sorotan mata pria itu kepadanya membuat kakinya tetap ditempat, tak bergerak.

"Sudah 4 tahun, Gaidzan" ucap Ellys tenang.

"Mn," jawab Gaidzan singkat. Dia tidak sanggup untuk memberikan jawaban lebih panjang dari satu anggukan itu. Air matanya bisa saja jatuh setelah lama tergenang di sudut matanya.

Kata yang terpendam sejak 4 tahun yang lalu diantara mereka masih saja tak bisa keluar, ada dinding kasat mata yang tak boleh mereka hancurkan.

Hingga tiba-tiba, Gaidzan mengulurkan tangannya dengan senyuman yang tak mencerminkan kesedihan di matanya.

"Gaidzan Harben. Panggil saja Gaidzan. Kamu mau berteman denganku?" kalimat itu adalah kalimat awal mereka memulai pertemanan dulu di bangku sekolah.

"Mn," jawab Ellys singkat dengan bibir rapat yang bergetar.

"Bisakah aku meminta pelukan pertemanan?" tanya Gaidzan agak tenang.

Tanpa jawaban, Ellys langsung merangkul tubuh Gaidzan yang sedang bergetar hebat. Ya, lelaki tangguh itu sedang bertahan dengan egonya.

"Bukankah itu Gaidzan?" ucap seseorang dari kelompok mahasiswa yang berjarak cukup dekat membuat Ellys membelalakkan mata.

Jika terdengar gosip bahwa seorang Gaidzan sedang bersama seorang gadis di bawah sinar rembulan, bukankah akan terjadi keributan besar? Ellys tak ingin menjadi tokoh utama yang diperbincangkan itu, dengan cepat ia mendorong tubuh Gaidzan dari pundaknya, membelokkan sudut kaki untuk melangkah pergi meninggalkan Gaidzan.

Namun sebelum langkahnya menjauh, lengannya telah tertahan oleh genggaman lemah dari pria di belakangnya. Ya, Gaidzan tengah menahannya untuk pergi.

Pria yang memiliki rumor luar biasa di luar sana itu tiba-tiba duduk bertumpu pada tumitnya, terkulai lemah dengan tangan yang tengah menahan jemarinya agar tidak lepas, genggaman tangan yang masih memegang jemarinnya terasa dingin.

Setelah beberapa saat, tangan itu terlepas. Namun Gaidzan tetap berjongkok tanpa mampu menaikkan pandangannya nenatap Ellys hingga bayangan gadis itu terasa perlahan menjauh dan pergi meninggalkannya begitu saja.

"Bersama gadis?" Kelompok itu saling berbisik dengan rasa keingintahuan yang besar. Namun bayangan sosok gadis yang bersama Gaidzan benar-benar tak terlihat karena gelap lalu perlahan pergi menjauh dan hilang di tikungan jalan itu. Namun sangat mudah mengenali Gaidzan walaupun dengan pencahayaan yang sedikit karena bayangannya saja adalah candu yang tak terlupakan.

Ellys yang merasa sudah keluar dari zona bahaya dengan pelan menghembuskan nafas. Hal gila apa yang kini sedang dia perankan?

"Ada apa dengan ekspresimu?" Seseorang datang menghampiri dengan pertanyaan yang penuh rasa kecurigaan.

Ellys masih tidak menjawab, dia masih sibuk dengan pikirannya yang belum tertata. Dia masuk ke kamar meninggalkan Renda dengan wajah penasarannya di ruang tamu lalu pergi mandi dengan waktu yang cukup lama.

"Tidakkah itu aneh?" jawab Ellys tiba-tiba saat keluar dari kamarnya. Handuk masih melingkar di kepala.

"Ya.. aku mencium bau-bau bahaya!" Sahut Renda antusias.

"..." Ellys terdiam lalu masuk ke kamarnya pergi tidur.

"Siaaal!" Renda seperti dipermainkan. Wanita itu akhirnya bangkit dari duduknya lalu pergi meninggalkan Ellys yang sudah terlelap dibawah selimutnya.

...

Terpopuler

Comments

Rindu Rembulan

Rindu Rembulan

Komentar, Like dan Favorit kalian sangat Berharga 🥰

2022-12-13

1

lihat semua

Download

Suka karya ini? Unduh App, riwayat baca tak akan hilang
Download

Bonus

Pengguna baru dapat mengunduh App untuk membuka 10 bab secara gratis

Ambil
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!