2. Sarah Minta Handphone (Part 1)

Siang ini Rasyid berencana mendatangi satu perusahaan ekspedisi, lokasi nya sekitar 18 kilometer dari kontrakan. Rasyid mendapat info lowongan kerja dari Miftah teman satu bangku saat ia SMA dulu. Tentu nya ia berharap lolos interview sehingga bisa membantu perekonomian keluarga yang semakin hari kian bertambah.

Miftah baru saja sampai di kontrakan Rasyid, kebetulan ia membawa motor matic yang sudah menemani perjalanan nya selama tiga tahun. Meski dari keluarga yang berada, Miftah tidak sungkan berteman dengan Rasyid yang berasal dari keluarga sederhana. Ia berencana akan membonceng Rasyid yang belum mempunyai kendaraan pribadi, tentu bukan hanya mengantar tapi Miftah juga akan melamar kerja di tempat yang sama.

Rasyid dan Miftah berteman sejak mereka masuk SMA, selama tiga tahun berturut turut selalu satu kelas dan satu bangku. Saking sudah akrab nya tidak jarang Miftah menginap di kontrakan Rasyid juga memanggil pak Hadi dan bu Tuti dengan sebutan bapak dan ibu seperti yang di lakukan Rasyid.

"Berangkat sekarang, Mif?" tanya bu Tuti yang saat itu sedang mengupas kacang tanah di halaman kontrakan nya.

"Sekitar 30 menit lagi bu. Rasyid sudah mandi?" jawab Miftah sambil membuka helm lalu melihat wajahnya di kaca spion "hmm ganteng juga gue." gumam nya dalam hati.

"Sudah nak, lagi makan siang sepertinya. Mif sudah makan?"

"Belum bu, mama lagi keluar kota sampai besok jadi ngga ada yang masak. Hehehe."

"Makan bareng Rasyid di dalam nak, ayo jangan di luar panas. Kalau mau interview kerja itu harus makan dulu biar konsen. Masuk langsung makan ya Mif." bu Tuti menyambut Miftah dengan hangat.

"Siap bu. Duh jadi bikin repot ibu nih, malu."

"Ah kamu kaya ke siapa saja. Sudah sana masuk. Ibu lagi tanggung ngupas kacang tanah punya bu RT."

Lalu Rasyid keluar menuju teras, ia baru sadar Miftah sudah datang.

"Mif, sudah lama? Ayo masuk. Lo pasti belum makan kan?" tanya Rasyid dengan ekspresi meledek usil.

"Tau aja kalau gue lapar." Miftah tertawa.

*****

Bel pulang sekolah berbunyi tepat pukul 14.30. Seperti biasa, Sarah pulang menggunakan angkutan kota bersama teman-teman nya. Ada saja yang di bicarakan selama perjalanan, salah satunya tentang laki-laki.

"Sar, kamu tahu Willy yang suka main basket? Yang tinggi putih itu loh." ucap Nanda, teman satu sekolah Sarah.

"Tahu. Suka?" tanya Sarah dingin.

"Ih ganteng banget ya, dia kira-kira sudah punya pacar belum ya? Kamu punya nomor handphone nya ngga sar?" Nanda begitu menggebu gebu ingin berkenalan dengan Willy namun bingung bagaimana mengawali nya.

"Ngga punya, lagian kan aku ngga punya handphone seperti kamu. Aku belum boleh pegang handphone sebelum lulus SMP."

"Ah ngga asik kamu Sar. Masa hari gini belum boleh pegang handphone? Adik aku saja yang masih kelas 5 SD sudah di kasih handphone oleh papa ku." jawab Nanda sambil memamerkan handphone nya yang sudah dual kamera dan bisa mengakses internet.

Dalam hati, Sarah merasa iri karena hanya dia yang tidak mempunyai handphone. Kadang jika ada tugas sekolah yang mengharuskan siswa nya untuk mengakses internet Sarah selalu minta bantuan Anton untuk di temani ke warnet sekaligus membayarkan biaya sewa per jam nya.

Timbul niat untuk meminta di belikan handphone, sepulang sekolah..

"Assalamualaikum." Sarah meraih tangan ibu nya dan mencium nya.

"Waalaikumsalam nak. Kok cemberut?" tanya bu Tuti

"Ibu.." Sarah semakin menekuk wajahnya sembari tunduk, nyaris tidak terlihat karena terlalu menunduk dan tertutup oleh jilbab.

"Ada apa nak? Ada yang jahati kamu?" bu Tuti mulai panik.

Anton yang baru selesai mandi sore langsung menghampiri adik dan ibu nya.

"Kenapa kamu de? Di ganggu lagi sama pemuda di depan gang? Biar abang yang maju, tunjukin yang mana orangnya?" ujar Anton.

"Bb bukan bang, bu. Aku pengen minta di belikan handphone android biar bisa akses internet sama foto foto. Boleh ya bu, aku mohon." Sarah masih cemberut dan terus membujuk ibu nya.

"Kan belum boleh, akses internet bisa ke warnet kan sama abang? Ibu sama bapak lagi ngga ada uang loh." Anton berusaha meluluhkan Sarah.

"Tapi bang, di antara semua teman teman cuma aku yang belum punya handphone. Nebeng Nanda terus malu." Sarah semakin cemberut.

Tidak lama kemudian, pak Hadi dan Rasyid tiba. Mereka berpapasan di jalan ketika pak Hadi menuju pulang melihat Rasyid berjalan di gang dekat kontrakan.

"Assalamualaikum." suara pak Hadi dan Rasyid membuat Sarah terkejut, ia semakin ketakutan permintaan nya tidak di turuti karena ada Rasyid yang pasti melarang orangtua nya memenuhi keinginan Sarah

"Waalaikumsalam pak, Rasyid kalian bertemu dimana? Rasyid tadi habis interview loh pak."

sahut bu Tuti yang menghampiri mereka di teras.

"Iya bapak tahu, tadi Rasyid sudah cerita." jawab pak Hadi sambil membuka sepatu di teras.

"Terus gimana hasilnya nak?" tanya bu Tuti penuh harap.

"Alhamdulillah bu, Rasyid besok sudah mulai masuk kerja. Miftah juga lolos bu jadi setiap hari Rasyid akan pergi bersama Miftah."

"Alhamdulillah ya Allah. Ingat ya nak kamu harus rajin, jaga kesehatanmu juga. Kalau kamu ada kesulitan atau nanti ada masalah di tempat kerja cerita sama bapak dan ibu." ucap pak Hadi sambil menepuk nepuk bahu Rasyid dengan penuh rasa bangga. Mereka pun masuk, kembali ke permasalahan Sarah.

"Nah ini anak gadis kenapa? Kok cemberut nak?" pak Hadi duduk di samping Sarah, berusaha menatap wajah anak gadis nya yang tertunduk.

"Minta di belikan handphone pak." jawab Anton singkat.

"Oke nak. Besok bapak belikan ya." pak Hadi sigap menjawab, membuat seisi rumah terkejut.

"Beneran pak? Ah emang cuma bapak yang pengertian, aku sayang bapak." Sarah memeluk erat ayah nya, bahagia sekali ketika tahu akan di belikan handphone.

"Iya, besok atau nanti malam bapak dan abangmu yang belikan. Kamu tunggu saja di rumah ya." jawab pak Hadi sambil mengusap lembut kepala Sarah.

"Pak, serius? Memangnya bapak ada uang?" tanya Anton.

"Ada. Nanti malam saja ya ton kamu temani bapak biar ngga salah pilih."

"Baiklah pak."

Anton lalu pergi sebentar untuk mencari udara segar di lapangan voli dekat kontrakan nya. Ternyata di buntuti oleh Rasyid.

"Ton." Rasyid menepuk bahu Anton dari belakang.

"Eh, woy. Kenapa ngga bilang kalau mau ikut?"

"Ngga penting. Abang penasaran bapak dapat uang darimana buat beli handphone android? Harganya kan lumayan mahal ton."

"Gue juga belum tau bang, kasian sih sama bapak sama ibu. Gue tau betul mereka pas pasan, buat jajan kita aja di bagi rata sama bensin bapak."

"Sebenernya abang pengen banget aga keras sama Sarah, tapi ya lo tahu sendiri ibu bapak gimana." ucap Rasyid sambil mencabuti rumput liar di sekitar lapangan voli.

*****

To Be Continue...

Download

Suka karya ini? Unduh App, riwayat baca tak akan hilang
Download

Bonus

Pengguna baru dapat mengunduh App untuk membuka 10 bab secara gratis

Ambil
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!