Setelah satu bulan Rasyid bekerja di kantor ekspedisi sebagai kurir, ia mendapatkan kepastian status kepegawaian yang awalnya masih berstatus karyawan magang menjadi tetap, begitu juga sahabatnya Miftah.
Gaji pertama yang di terima Rasyid cukup besar sehingga ia berpikir untuk mengambil cicilan motor bulanan karena selama menjadi kurir Rasyid di pinjamkan motor inventaris milik perusahaan. Karena perusahaan ini masih merintis jadi motor inventaris untuk karyawan hanya ada dua unit dan di pakai bergilir antar karyawan baru.
Tak lupa ia sisihkan untuk membantu keuangan di rumah karena itu salah satu tujuan Rasyid bekerja.
"Bu, gaji pertama Rasyid 2.600.000. Kita ada tunggakan kontrakan tidak bu? Biar Rasyid yang lunasi." ucap Rasyid di sela sela makan malam bersama.
"Alhamdulillah nak. Kamu harus bersyukur ya, lebih giat bekerja dan yang paling penting adalah menjaga kesehatan. Jangan terlalu capek." jawab bu Tuti sambil mencocol lalapan ke dalam sambal terasi buatannya yang menjadi favorit pak Hadi dan semua anak anaknya.
"Dan harus selalu jujur ya nak, jangan kecewakan atasan mu. Selalu berbuat baik juga kepada rekan kerja mu, ini berlaku buat Anton dan Sarah juga ya bukan hanya untuk Rasyid. Dimanapun kalian berada harus selalu jujur ya, ingat itu." pak Hadi ikut menasihati Rasyid dan kedua anaknya yang lain.
"Siap pak, bu." jawab Rasyid dan Anton.
"Jadi kita ada tunggakan tidak bu?" tanya Rasyid kembali.
"Oh iya ibu lupa jawab. Alhamdulillah tidak ada nak."
"Lalu ibu perlu uang berapa untuk kebutuhan kita sehari hari?"
"Begini saja nak, kita bagi tugas antara kamu dan bapak." pak Hadi memberikan pendapat.
"Ide bagus itu pak. Bagaimana pak?" tanya Rasyid, Anton pun antusias dan siap mendengar penjelasan ayah nya. Sementara Sarah masih sibuk mengunyah bakwan jagung, tidak terlalu mempedulikan pembicaraan orang tua dan kakak kakak nya.
"Jadi kewajiban bulanan itu ada bayar kontrakan, SPP Anton dan Sarah, dan uang dapur untuk makan kita sehari hari nak. Nah bapak membebaskan kamu mau bantu yang mana, tergantung kesanggupan kamu." ucap pak Hadi menjelaskan rincian kewajiban bulanan yang harus di bayar.
"SPP Anton dan Sarah berapa pak?" tanya Rasyid.
"Anton 250.000, Sarah 225.000."
"Kalau pengeluaran harian apa saja pak?"
"Hanya jajan kalian bertiga saja dan kalau ada kebutuhan yang mendadak habis ya baru di beli seperti beras atau telur."
"Rasyid bantu SPP Anton dan Sarah di tambah uang jajan masing-masing seratus lima puluh ribu, bagaimana pak?" tanya Rasyid dengan penuh semangat. Ia bangga karena mulai bisa membantu keuangan di rumah.
"Untuk kamu sendiri bagaimana nak? Ibu khawatir bekal mu jadi berkurang banyak."
"Rasyid rencana mau mengambil cicilan motor. Sudah ada yang cocok, cicilan nya lima ratus ribu per bulan. Masih ada sisa cukup banyak bu, tidak perlu khawatir." Rasyid memberi penjelasan kepada orang tua nya
"Bang, gue ngga perlu besar uang jajan nya. Seratus ribu saja." Anton menanggapi.
"Nah lima puluh ribu nya buat aku aja ya bang Anton." tiba tiba Sarah ikut berbicara sambil terus mengunyah bakwan jagung hangat buatan bu Tuti.
"Apa sih kamu nyambung aja! Anak SMP uang jajan nya seratus lima puluh ribu udah besar sekali de." jawab Anton gemas.
"Ya sudah ngga apa apa kok gue kasih lo seratus lima puluh saja, kalau ada sisa kan bisa lo tabung ton. Pengen beli motor juga kan lo?" jawab Rasyid sambil merangkul adiknya yang hampir setiap hari menjadi teman diskusi tentang kendaraan roda dua impian masing masing.
"Hehehehe tahu aja lo bang. Terimakasih ya, lancar rezeki bang. Gue pasti hemat kok, ngga tau tuh kalo ade. Hahahaha." Anton tertawa geli dan meledek Sarah.
Di antara semua anak anak pak Hadi yang paling boros adalah Sarah. Selain di pakai jajan makanan, Sarah juga paling tidak tahan jika teman teman nya mempunyai barang baru pasti Sarah juga ingin membeli nya.
"Aku juga pasti hemat kok bang. Kalau kurang tinggal minta sama bapak, iya kan pak?" tanya Sarah sambil bermanja kepada ayah nya, berharap pak Hadi mengiyakan permintaan nya.
"Doa kan saja bapak banyak uang ya nak." jawab pak Hadi singkat, tersenyum tipis menanggapi permintaan anaknya.
*****
Rasyid tiba di kantor pukul 07.00 bersama Miftah. Mereka mulai mengantar paket pukul 08.00 sampai pukul 17.30.
Di lingkungan kantor Rasyid di kenal sebagai karyawan yang baik hati dan tidak pernah bertingkah berlebihan.
"Lo jadi ambil cicilan motor bro?" tanya Sony, rekan kerja Rasyid.
"Jadi bang Son. Gue ambil di sepupu nya Miftah kebetulan mau jual motor." jawab Rasyid yang sedang siap siap mengantar paket dari kantor menuju rumah customer.
"Oh gitu, tadinya gue mau tawarin ambil di tempat kerja adik gue. Cicilan nya lumayan ringan ada yang tiga ratus ribu per bulan."
"Wah kok murah sekali? Ah lo telat kasih info, gue sudah terlanjur janji mau ambil motor sepupu nya Mif. Eh gue jalan dulu ya. Lo jalan jam berapa bang?"
"Nanti gue jam sembilan, santai lah ngga ada bos ini hahaha. Ya sudah lo jangan tiru gue, anak baru harus disiplin hahaha, bercanda bro." ucap Sony sambil tertawa.
"Bisa aja lo. Nanti kalo udah senior gue baru bisa santai kaya lo, jalan jam sepuluh ya lebih parah dari lo hahaha."
"Gila lo hahaha sudah sana jalan. Hati hati bro."
"Gue duluan ya bang Son. Assalamualaikum."
"Waalaikumsalam bro."
Waktu sudah menunjukkan pukul 17.30 dan paket yang di bawa Rasyid sisa satu yang belum di antar. Saat di perjalanan Rasyid bertemu Miftah, ternyata Miftah sedang mengantar paket ke daerah yang sama. Setelah mengantar paket mereka pun kembali ke kantor untuk absen pulang sekaligus membuat laporan.
"Bro, mau lihat motor nya sekarang?" tanya Miftah.
"Boleh. Ayo sekarang aja."
Mereka pun menuju rumah sepupu Miftah yang akan menjual motor nya kepada Rasyid. Namun di tengah perjalanan Miftah merasa sedikit pusing karena kelelahan mengantar paket saat matahari sedang terik.
"Mif gue aja yang nyetir."
"Ngga apa apa bro?"
"Santai lah. Nanti sekalian gue antar lo pulang."
"Oke bro. Thankyou. Maaf banget kepala gue puyeng."
Di pinggir jalan raya yang ramai Rasyid dan Miftah berganti posisi dan mereka melanjutkan perjalanan. Setelah sampai di tempat tujuan, mereka di sambut oleh pak Oman yang merupakan pakde Miftah.
"Silakan masuk. Duduk dan bersantai lah dulu, mau minum apa?" tanya pak Oman.
"Teh manis hangat aja om buat Mif, lagi kurang enak badan katanya." jawab Rasyid.
"Kamu sakit, Mif?"
"Aga puyeng aja pakde tapi ngga apa apa kok."
"Ya sudah tunggu sebentar nanti minum nya di bawakan sama Tia. Nah sambil nunggu, Rasyid ayo ikut ke garasi biar pakde tunjukkan motor nya. Mif disini saja istirahat ya." ucap pak Oman seraya mengajak Rasyid melihat motor yang akan di jual.
Pak Oman bercerita motor yang akan di jual merupakan motor jaminan dari tetangga nya yang meminjam uang senilai delapan juta rupiah. Perjanjian nya jika tetangga pak Oman tidak bisa melunasi hutang sampai batas waktu yang di tentukan maka motor nya boleh di jual untuk melunasi hutang tersebut.
"Kalau saya ambil motor ini, cicilan nya kata Mif lima ratus ribu per bulan ya om?"
"Betul nak. Tapi motor ini tidak di jual seharga hutang tetangga pakde, enam juta saja karena kamu sahabatnya Mif."
"Aduh saya jadi ngga enak om, malah di kasih diskon." Rasyid kikuk dan salah tingkah.
"Pakde, jangan om kan pakde tidak menikah dengan tante mu. Hahahahaha." pak Oman mencairkan suasana.
"Eh iya mm maaf pakde hehehe."
Lalu Tia yang sedang membuatkan teh manis hangat berteriak dari ruang tamu.
"Ayah, teh manis nya sudah nih."
Tia merupakan anak pak Oman satu satu nya. Ia baru saja menyelesaikan studi nya di Paris dan kembali ke Indonesia untuk membuka usaha butik.
"Iya nanti ayah ke ruang tamu." sahut pak Oman.
Mereka pun kembali ke ruang tamu dan duduk di sofa yang sangat empuk, warisan dari nenek Miftah. Sementara Miftah tertidur pulas mereka melanjutkan obrolan nya sambil meyeruput teh manis hangat buatan Tia.
"Jadi saya cicil satu tahun ya pakde?" tanya Rasyid
"Iya nak. Oh iya pakde juga ngga akan bikin batas waktu pembayaran jadi tanggal berapa saja kamu bayar pakde ngga masalah."
"Terimakasih banyak pakde, saya jadi ngga enak ini." ucap Rasyid sambil menggaruk kepala nya.
"Sama sama Rasyid. Motor nya sudah bisa di ambil besok sore, mau pakde isi bensin dan cek mesin nya. Pokoknya pakde pastikan kamu puas pakai motor ini ya."
"Baik pakde. Uang cicilan pertama saya titip ke Mif besok ya."
"Transfer rekening saja. Pakde malas pegang uang tunai takut hilang."
"Oke pakde nanti saya minta nomor rekening nya ya. Kalau begitu saya pamit pulang dulu sekalian antar Mif pulang ke rumah."
"Kalau Mif pulang ke rumah nya nanti kamu pakai apa nak?"
"Pakai ojek online pakde."
"Mif biar disini saja dulu, nanti pakde yang bicara. Nah kamu di antar supir pakde saja ya"
"Merepotkan sekali pakde, saya malu banget ini."
"Ah kamu dari tadi malu terus. Di antar supir saja ya pakde khawatir sudah malam ini."
"Baiklah pakde. Terimakasih banyak."
*****
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 37 Episodes
Comments