3. Sarah Minta Handphone (Part 2)

** Lanjutan

"Susah bang, nanti yang ada kita di marahi bapak dan ibu. Kita berdoa aja semoga Sarah pelan pelan berubah. Pulang yuk bang, sudah mau adzan maghrib."

Keluarga pak Hadi solat maghrib berjamaah, lalu di lanjut dengan mengaji sampai waktu isya dan kembali solat berjamaah. Kebiasaan yang baik dengan melakukan solat berjamaah sudah di lakukan sejak Rasyid balita, jadi ketika adik adiknya lahir Rasyid lah yang mengajak mereka untuk ikut. Tak jarang baik Rasyid maupun Anton bergantian menjadi imam, pak Hadi akan mengkoreksi jika ada yang belum tepat.

"Ton, ayo temani bapak belikan handphone. Kamu yang bawa motor ya."

"Asiiiiiik handphone baru." ujar Sarah kegirangan.

"Setelah punya handphone jangan malas ya sekolahnya." ucap pak Hadi.

"Ngga akan ngaruh pak, yakin Rasyid. Hahahaha." Rasyid tertawa terbahak bahak karena sudah bisa menebak sikap malas adiknya tidak akan sembuh oleh handphone.

"Setuju sama bang Rasyid. Tos dulu bro!" Anton menempelkan telapak tangannya kepada Rasyid sambil terus tertawa.

"Kalian ini, sudah ayo pergi sekarang nak. Bapak sama Anton pamit ya bu. Ngga lama kok. Assalamualaikum."

"Waalaikumsalam pak hati hati. Nak bawa motor nya jangan ngebut ya." jawab bu Tuti.

"Siap ibu."

Mereka pun menuju counter handphone yang ada di pinggir jalan raya dekat toko oleh-oleh tempat pak Hadi bekerja. Saat masuk ke counter handphone, mereka di sambut hangat oleh semua penjaga counter yang cukup besar itu.

"Cari handphone apa pak?" tanya seorang penjaga counter.

"Handphone apa nak? Bapak ngga paham Sarah mau yang seperti apa." bisik pak Hadi kepada Anton.

"Android mas. Buat cewek." jawab Anton kepada penjaga counter.

"Oh banyak. Di rak ini semua nya android, bapak dan mas nya bebas pilih mau yang mana silakan."

Anton masih ragu ayahnya mempunyai banyak uang untuk membeli handphone. Lalu ia bertanya kembali kepada pak Hadi.

"Bapak bawa uang berapa?"

"Empat ratus ribu nak. Memang harga handphone nya berapa?"

"Biasanya di atas satu juta pak."

"Waduh. Bapak kira empat ratus ribu dapat."

Anton berpikir bagaimana caranya mendapatkan handphone android dengan harga murah sesuai budget ayahnya.

"Mas, kalau yang second ada?" tanya Anton.

"Ada mas. Paling murah lima ratus ribu, tinggal satu. Sebentar ya saya bawakan." jawab penjaga counter itu dengan sangat ramah.

"Semoga cocok ya nak biar adikmu senang."

"Pak, Anton boleh bicara?"

"Apa nak?"

"Ngga baik pak selalu menuruti keinginan Sarah. Anton khawatir Sarah jadi manja, kasihan nanti kalau sudah besar tidak bisa mandiri."

"Sekali ini saja, bapak yakin Sarah berubah nak." jawab pak Hadi meyakinkan Anton. Tak lama kemudian..

"Mas, pak, ini handphone yang tadi saya maksud. Masih mulus, ngga ada cacat yang berat hanya tergores bekas pemakaian. Mesin masih berfungsi dengan baik, kamera oke, pokok nya bagus banget bapak dan mas nya ngga salah beli kesini uuuuuh cucokkk." pembawaan nya yang ramah, kemayu dan kocak membuat pak Hadi dan Anton tersenyum menahan tawa.

"Ya sudah mas kita ambil yang ini." ucap pak Hadi.

"Uuuuhhhh bungkuuus, guys bungkus ini guys orderan kita yang ke 18 hari ini yeaaaay." seru sang penjaga counter, bahagia karena income nya bertambah.

"Pak, bapak tiga ratus ribu saja uangnya. Sisa nya biar Anton yang tambahi."

"Jangan nak, simpan uangmu."

"Tabungan Anton banyak pak, tidak perlu khawatir."

"Duh sombongnya anak bapak." jawab pak Hadi meledek.

"Ya sudah Anton seratus lima puluh kalau begitu. Kan beras di rumah habis pak, jadi lebih baik sisa uang bapak di belikan beras."

"Kamu memang anak bapak yang paling pengertian. Andai saja Sarah seperti kamu nak." pak Hadi menatap Anton, mata nya berkaca kaca, bangga mempunyai anak seperti Anton.

Mereka pun segera pulang membawa handphone android yang di inginkan Sarah, dengan harapan Sarah tidak cemberut lagi.

"Assalamualaikum. Bapak pulang."

"Horeee. Mana handphone nya pak?" ujar Sarah sambil membukakan telapak tangannya.

"Kamu ini, bapak baru pulang masih capek Sar." kata Rasyid yang sedang menonton televisi bersama bu Tuti.

"Ini nak." pak Hadi menyodorkan handphone yang baru saja di beli menggunakan uangnya dan uang tabungan Anton.

Berharap anak perempuan satu satunya itu akan bahagia, senang mendapatkan handphone android yang di inginkannya, namun...

"Handphone nya bekas ya pak?" tanya Sarah

"Maafkan bapak ya nak, bapak hanya mampu belikan kamu handphone second. Doakan bapak nanti kalo sudah banyak uang pasti bapak beli yang lebih bagus dan bukan handphone bekas." jawab pak Hadi sambil tersenyum, lagi lagi mata nya berkaca kaca karena merasa bersalah tidak bisa membelikan handphone baru untuk anaknya.

Semua terdiam, bu Tuti mendekat ke arah pak Hadi, berusaha menenangkan dan meyakinkan bahwa Sarah akan baik baik saja.

Di genggam nya tangan pak Hadi oleh bu Tuti seolah menyampaikan pesan tersirat bahwa ini bukan kesalahan pak Hadi, ia sudah berusaha mengabulkan permintaan Sarah meski masih kurang memuaskan.

Anton dan Rasyid menatap tajam ke arah Sarah. Wajah keduanya sangat muram, menahan amarah yang kadung memuncak karena perilaku Sarah yang sangat tidak menghargai pengorbanan ayah mereka. Sementara Sarah terus saja menggerutu, ia tidak mau memakai handphone itu sambil terus menekuk wajahnya.

"Kamu seharusnya terimakasih sama bapak, Sar!" bentak Anton dengan nada bicara tinggi, membuat pak Hadi dan bu Tuti terkejut, spontan menenangkan Anton yang sangat marah.

"Nak.." ucap bu Tuti lirih.

"Bu, anak ini ngga tahu terimakasih, ngga tahu hormat sama ibu dan bapak. Anton ngga suka Sarah seperti ini, seperti tidak pernah di ajarkan saja."

"Adikmu masih kecil nak, sudah. Biar besok bapak cari lagi uang nya agar bisa membeli yang baru." jawab pak Hadi lemas.

"Nah begitu dong pak. Masa Sarah pakai handphone bekas, malu dong sama Nanda." jawab Sarah tanpa ada rasa bersalah sudah tidak berterimakasih kepada ayahnya.

Rasyid yang kesal spontan mencubit keras adiknya itu di bagian lengan.

"Aw sakit abang apaan sih sakit banget tau! Huuuhh pak bang Rasyid nih marahin."

"Rasyid..." pak Hadi berusaha melerai.

"Kamu yang harusnya kita marahi, Sar!" kali ini Rasyid yang membentak sambil menggerakan telunjuknya ke arah wajah Sarah.

"Abang..." Sarah menatap wajah Rasyid yang sedang marah, terlihat menakutkan sehingga Sarah langsung menangis dan mengadu kepada ayah dan ibunya.

"Huaaaaaaa bapak... ibu... huaaaaaa"

"Sini sini nak sama ibu. Duh kesayangan ibu di cubit abang ya? Mana yang sakit nak?" bu Tuti memeluk Sarah penuh kasih sayang sambil mengusap lengan Sarah yang di cubit Rasyid.

"Heh Sarah, liat abang, tatap abang sekarang!" Anton memegang tangan Sarah cukup keras.

"Ngga mau aku takut. Huaaaa."

"Anton, sudah nak." kata bu Tuti yang mulai emosi melihat Anton terlalu keras kepada Sarah.

"Dengerin abang. Kamu sekarang minta maaf sama bapak. Uang bapak habis di pakai beli handphone buat kamu. Ngga kasihan kamu sama bapak hah?!" ujar Anton dengan masih memegang tangan Sarah dengan keras.

"Lepasin bang, sakit ih." Sarah berusaha melepaskan genggaman tangan Anton yang semakin keras.

"Minta maaf dulu sama bapak, baru Anton lepasin tangan kamu." sahut Rasyid geram.

Melihat kedua anak laki-laki nya saling menasihati Sarah dan memaksa agar Sarah meminta maaf, pak Hadi dan bu Tuti saling berpandangan lalu bu Tuti berbisik kepada suaminya.

"Pak, yang kuat ya. Maafkan Sarah."

Ibu Tuti tak kuasa menahan air mata yang sedari tadi membendung. Perasaannya berkecamuk, tidak tega melihat Sarah di bentak oleh Anton dan Rasyid namun ia juga bangga kedua anak laki-laki nya ini bisa mengarahkan Sarah untuk bersikap lebih hormat dan bisa menghargai usaha orangtua.

"Bapak ngga apa apa bu. Sudah." pak Hadi memegang bahu istri nya, berusaha menenangkan meski dalam hatinya terasa sesak karena pemberian nya di tolak oleh Sarah.

"Sarah! Kamu tuli atau apa? Cepat minta maaf sama bapak! Abang hitung sampai tiga. Satu!" ujar Rasyid

"Paaak..." nafas Sarah masih tersengal dan berat sekali, di tambah suara nya yang serak seperti sedang sakit.

"Iya nak, sudah nak ngga apa-apa." sahut pak Hadi penuh kesabaran.

"Handphone nya mau Sarah pakai kok pak. Bapak jangan marah ya pak, Sarah minta maaf."

Mendengar permintaan maaf Sarah, Anton langsung melepaskan cengkraman tangannya. Terlihat jelas warna memerah di lengan Sarah, jejak jejak kemarahan sang kakak kepada adiknya yang tidak hormat kepada orangtua.

*****

Terpopuler

Comments

Putca_

Putca_

Semangatt kak upnyaa, lanjutt trusss👍Aku udah kasi like. Kalau berkenan mampir yuk ke karyaku yg judulnya "Lunar Mission's"
Jangan lupa kasi like sama komen👌
Kita sama-sama saling mendukung......

2020-05-27

0

lihat semua

Download

Suka karya ini? Unduh App, riwayat baca tak akan hilang
Download

Bonus

Pengguna baru dapat mengunduh App untuk membuka 10 bab secara gratis

Ambil
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!