Lukisan Sarah

Lukisan Sarah

1. Anak Emas

Setiap pagi keluarga Pak Hadi selalu ricuh, ada saja hal kecil yang memicu keributan di rumah kontrakan sederhana itu. Mulai dari Rasyid yang belum juga mendapat pekerjaan setelah dua tahun lulus sekolah, belum lagi Anton yang sebentar lagi ujian nasional dan pihak sekolah mewajibkan seluruh siswa nya mengikuti bimbingan belajar, sudah pasti tidaklah murah. 

Jika pagi menjelang tepatnya setelah adzan subuh berkumandang, ibu Tuti segera membangunkan anak-anaknya seraya mengingatkan Rasyid agar segera mencari pekerjaan. Rasyid yang masih bermalas-malasan selalu saja punya banyak alasan untuk menunda permintaan ibunya yang sehari hari bekerja sebagai buruh cuci keliling. 

"Bangun Rasyid! Solat subuh lalu siap siap mencari pekerjaan. Ingat kamu itu anak paling besar, adikmu butuh biaya."

"Sudahlah bu, bapak kan masih sanggup mencari uang untuk ibu dan anak anak. Jangan terlalu memaksa Rasyid seperti itu." sahut pak Hadi sambil melipat sajadah.

"Masih subuh bu, nanti aja kantor juga buka nya jam delapan kan. Hooaaammm" jawab Rasyid yang masih menutup rapat mata nya dan memeluk guling milik Sarah, adik bungsu nya.

"Bangun saja dulu, solat subuh biar rezeki mu lancar ayo cepat bangun. Anton Sarah kalian jangan pura-pura budek ya ibu tau kalian sebenarnya dengar" ucap bu tuti sambil memukul mukul kaki anak-anak nya.

"Nanti lah bu, aku masih ngantuk banget. Bang Rasyid tuh yang harus bangun cepet"

"Eh kok jadi ke abang? Kamu juga kan harus ke sekolah jam 6" sahut Rasyid terkejut.

"Mau berangkat jam 6.30 kan di antar bang Anton"

"Ini kan senin de, kamu ngga upacara memangnya? Abang ada upacara pagi jadi ngga bisa kalo antar kamu dulu. Bangun ih dasar pemalas!" Anton menanggapi sambil mengambil handuk untuk mandi.

Dengan lembut dan penuh kasih sayang pak Hadi membangunkan Sarah, di usapnya rambut anak perempuannya itu seraya berkata:

"Anak bapak yang satu ini mau bangun jam berapa? Sudah siang loh nak. Bangun yuk."

"Hmmmmmm males sekolah pak aku capek banget duh mana pusing lagi."

"Kamu sakit nak?" ibu Tuti panik dan langsung memegang kening Sarah untuk memastikan kondisi nya.

"Halah alasan saja capek, manja banget sih kamu de. Abang ngga suka kamu manja begitu." Rasyid sangat hafal karakter adik bungsu nya ini. Ia akan merengek dan mempertahankan kemauannya meskipun itu adalah hal yang salah, Sarah akan tetap merengek karena ia tahu ibu dan ayah nya pasti mengiyakan.

"Ya sudah kamu istirahat saja ya nak. Kasian anak gadis bapak kecapean. Rasyid jaga adikmu ya." ucap pak Hadi.

"Rasyid mau mencari pekerjaan pak."

"Hari ini jaga adikmu saja dulu." Pinta bu Tuti

Selalu saja, setiap Sarah mengeluh sakit atau apapun seluruh perhatian seisi rumah dipaksa tertuju hanya pada Sarah. 

"Oh iya ini uang jajan untuk kamu, dan ini buat Anton." pak Hadi mengeluarkan dua lembar uang masing-masing lima ribu rupiah di berikan kepada Rasyid juga Anton yang sedang bersiap pergi ke sekolah.

"Aku ngga di kasih jajan pak? Kan aku lagi sakit." tanya Sarah dengan manja nya sambil menggosok mata yang masih berat.

"Berdua dulu sama bang Rasyid ya cantik. Uang bapak sedikit lagi, ini sisa untuk bensin bapak."

Sambil memakaikan sepatu tali dan bergegas pergi ke sekolah, Anton menyampaikan bahwa uang jajan jatahnya hari ini di berikan saja kepada Sarah.

"Uang Anton sisa kemarin masih ada pak, jadi uang jajan anton hari ini buat ade saja."

"Benar masih ada?" Tanya pak Hadi

"Ada pak, dan hari ini kebetulan Anton ada kerjaan lain. Pulang sekolah nanti Anton di minta membetulkan rem motor milik Yana (teman sekolah Anton)."

Anton anak yang mandiri, untuk urusan uang jajan pun ia berusaha mencari sendiri dengan keahlian yang ia miliki yaitu membetulkan bagian-bagian motor yang rusak seperti mesin atau rem karena sejak SMP jika hari minggu Anton selalu ikut bekerja di bengkel milik tetangga nya. Meski upah nya tidak seberapa namun Anton selalu bersyukur karena ia sudah bisa mencari uang sendiri, tidak seperti abangnya yang masih selalu meminta uang jajan kepada orangtua.

"Alhamdulillah, yang jujur ya nak kalau bekerja agar kamu semakin di percaya banyak orang. Bapak bangga sama kamu."

"Tapi aku ngga bangga sama bang Anton soalnya abang tidak pernah kasih jajan buat aku. Bang anton pelit." ucap Sarah sambil membereskan bekas tidur nya yang berantakan.

"Hus, tidak boleh seperti itu sama abangmu. Uang jajan kamu kan selalu bapak kasih nak." pak Hadi menanggapi dengan raut wajah sedikit kesal kepada Sarah.

"Berisik ade, uang jajanmu hari ini juga itu jatah abang. Sudah Anton pamit ya pak, bu." Sambil mencium tangan pak Hadi dan bu Tuti.

"Assalamualaikum."

"Waalaikumsalam nak, hati hati." Jawab bu Tuti

"Eh ton, abang titip bakso ya nanti pulang kamu sekolah." 

"Aku juga bang. Sambel nya yang banyak." pinta Sarah

"Uang nya mana?"

"Pakai uangmu lah." jawab Rasyid cepat sambil tertawa

"Ogah. Anton pergi ya sudah siang. Assalamualaikum."

Anton pergi mengayuh sepeda dengan cepat karena sudah terlambat akibat perdebatan kecil di tempat tinggalnya yang selalu terjadi hampir setiap hari. 

Setelah Anton pergi sekolah, pak Hadi juga bergegas pergi bekerja di toko oleh-oleh dekat rumahnya. Ia bekerja sebagai satpam sudah hampir 6 tahun. Sebelum bekerja di tempat itu pak Hadi adalah seorang pemabuk dan preman pasar yang menakutkan juga selalu membuat ricuh namun ia bertaubat setelah bertemu ibu Tuti.

Pada awal pernikahan, pak Hadi dan bu Tuti merintis usaha warung nasi namun tidak bertahan lama karena setelah Sarah lahir ibu Tuti sering sakit sakitan. Karena alasan itulah usaha warung nasi mereka terpaksa di tutup dan pak Hadi mulai mencari pekerjaan baru mulai dari menjaga kios pulsa, tukang parkir di minimarket, hingga akhirnya di tawari oleh tetangga untuk bekerja di toko oleh-oleh miliknya sebagai satpam. Berlatar belakang mantan preman membuat tetangga pak Hadi percaya toko oleh-oleh miliknya akan aman.

Saat ini Sarah sudah kelas 3 SMP tapi perilaku nya masih seperti anak kecil akibat terlalu di manja oleh orangtua nya dan apapun keinginan Sarah pasti akan di usahakan oleh pak Hadi dan ibu Tuti. Rengekan dan raut wajah yang berubah mendung adalah rayuan jitu agar semua keinginan Sarah dapat di penuhi. 

"Kamu sakit atau males?" Tanya Rasyid sinis

"Aku ada PR Matematika yang harus di kumpulkan hari ini. Susah banget bang makanya ngga mau masuk hari ini. Jangan bilang ibu ya."

"Biasanya minta bantuan Anton."

"Takut di marahi bang, kan sudah sering minta bantuan. Kata bang Anton aku harus mikir sendiri sekali kali."

"Ya memang betul kata si Anton, terus kenapa kamu ngga berusaha?"

"Males mikir bang. Pengen tiduran aja di rumah."

"Mau jadi apa kamu de ya Allah kalau ibu dan bapak tahu habis kamu de."

"Paling ibu nangis, bapak kan ngga pernah marah sama sarah jadi aman." Jawab Sarah dengan santai nya sambil memakaikan cat kuku di jari-jari tangannya.

"Astagfirullahaladzim ade! Kamu main sama siapa sih kok nakal begini?" 

"Hehehehe."

Sarah malah tertawa ketika di tegur Rasyid, menganggap ucapan kakak nya hanya sebuah gertakan pendek yang nanti nya Rasyid juga lupa atas ucapan nya sendiri. Tertawaan Sarah di sambut gemuruh suara petir yang cukup keras di siang hari itu.

"Angkatin jemuran sana! Nanti ibu marah kalau jemuran nya kebasahan." 

"Abang aja. Aku kan pendek nanti kalau jatuh gimana?"

"SARAH!" Bentak Rasyid seraya mata nya melotot menatap tajam wajah adik nya yang masih sibuk dengan cat kuku hadiah dari sang ayah.

"Iya iya ih abang bawel banget si." Sarah berlalu meninggalkan Rasyid untuk mengambil jemuran di lantai atas kontrakan mereka. Ketika Sarah selesai mengambil jemuran hujan pun turun sangat deras di sertai angin yang cukup kencang. Beruntung Sarah sudah kembali ke dalam kontrakan.

*****

Download

Suka karya ini? Unduh App, riwayat baca tak akan hilang
Download

Bonus

Pengguna baru dapat mengunduh App untuk membuka 10 bab secara gratis

Ambil
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!