"Kak Dewa, kok tau aku disini ".
"Hehe... Tapi bokap ngasi tau papa kamu lagi dirawat di sini jadi aku mampir sekalian mau nganterin ini".
Kulihat Kak Dewa membawa sekantong makanan kesukaanku. Martabak spesial. Aku gak nyangka banget kalok Kak Dewa bakalan datang.
"Martabak!!! Pake keju ma ceres kan kak".
"Plus susu cokelat juga kok". Sahut Kak Dewa yang membuat ingin tertawa. Kak dewa emang paling tau apa yang kuinginkan.
"Btw, kakak langsung balik ya".
"Eh, kok cepat amat kak? ".
"Iya tadi cuma mau nganterin ini sama liat kamu doang ".
Deg.
"Eh, ngapain kak".
"Haha... khawatir aja sama om om yang kemaren".
"Mmm, dia masih ganggu kamu? ".
"...".
"Oke deh kalok kamu gak mau ngebahas. Kakak balik dulu ya".
"Iya kak, dah".
"Dadah".
Aku memperhatikan punggung kak dewa yang semakin jauh dan menghilang ketika masuk kedalam lift.
"Emmm... martabak spesial. makan dulu ah. Dari semalem aku makannya gak jelas mulu".
Aku duduk di bangku yang sudah disediakan untuk penjaga pasien. Aku mencomoberhenti. emi satu martabak yang saat kumakan cokelat dan kejunya lumer dimulutku. Sungguh rasanya sangat lezat.
"Uhukh".
Mataku yang dari tadi merem melek menikmati martabak yang di antar kak dewa kini langsung menoleh kearah papa yang terbangun.
"Pa, mau apa? minum? ".
"Enggak usah, papa cuma terbangun. Kamu makan apa itu kok comeng comeng? ".
"Hehe... Tadi kak dewa mampir sekalian nganter martabak pa. Papa mau? ".
"O... kamu habisin aja. Papa lagi gak selera apa apa ini".
"Hemss... Papa kalok mau cepat sembuh harus banyak makanlah. Ini ini masih ada satu lagi". Ucapku sambil menyulangi Papa martabak spesial yang tinggal tersisa satu lagi.
"Aaaaa~~~".
"Iya iya papa makan sayang ".
"Enggak adel mau nyuapin Papa. Aaaaa~~~".
Wajah papa sedikit memerah yang membuat aku juga lumayan malu.
"Ih, papa ayo buka mulut".
"Iya ini nih. Aaaa... ".
Nyam... potongan besar martabak itu kumasukkan semua ke mulut papa.
"Mkmamu manmuknmya-".
"Ditelan dulu baru ngomong pa".
Aku tertawa melihat kedua pipi Papa menggembung seperti bengkak.
"Permisi ".
Tawaku langsung terhenti waktu aku mendengar suara yang saat ini tidak ingin kudengar.
"Oh, dirga kamu sudah datang ya".
"Pa kok dia ada disini? ".
"Tadi papa suruh om pian nelpon dirga buat nemanin kamu jaga papa".
"Untuk apa sih pa, adel bisa kok jaga papa sendirian".
"Adel".
"Udah ah males disini. Nanti kalok Om dirga udah pulang baru adel balik".
Aku pergi meninggalkan papa dan om dirga di ruangannya. Sedikitpun aku tidak ingin melihat wajahnya.
**********
"Dirga saya rasa kamu sudah tau kan ".
"...".
"Tolong jaga adel. Memang dia itu masih terlalu kekanak kanakan tapi dia enggak pernah bikin saya kecewa".
"Pak sebaiknya adel harus dikasi tau dulu ".
"Enggak untuk sekarang. Dia anak yang penurut meski saya selalu ngatur hidupnya".
"Kalo begitu saya gak bisa ngomong apa apa lagi. Tapi pak apa adel itu anak yang cerdik dia pasti bakalan tau sendiri".
"Hahaha... kamu ini ya. Kalo udah saatnya saya yang akan ngasi tau adel".
"Itu harus pak Hendra. Kayaknya saya harus pulang pak, soalnya adel pasti udah ngantuk".
"Maafkan kelakuan anak saya ya. Dia memang keras kepala tapi sifatnya sangat lembut".
"Iya pak. Kelihatan kok dari cara dia nyuapin bapak tadi".
Wajah pak Hendra memerah tak menyangka kalau aku sudah melihat adegan memalukan yang dilakukan oleh putrinya itu.
"Sudahlah kamu pulang besok harus kerja juga kan".
"Iya pak.Saya permisi dulu assalamualaikum".
"Waalaikum salaam".
Ceklek.
Aku keluar dari ruangan Pak Hendra. Aku melihat Adel yang tengah tertidur pulas dikursi tunggu rumah sakit. Rambutnya terurai menutupi wajah imutnya yang sedang tidur. Sesekali mulutnya seperti sedang mengunyah makanan. Aku mendekati gadis itu. Mengelus lembut puncuk kepalanya. Tiba tiba Adel meneteskan air mata.
"Ma... ".Gumam Adel lirih.
Lagi aku mengelus lembut kepala adel. Aku mendekatkan wajahku. Kukecup lembut kening Adel.
"Maafkan keegoisanku". Gumamku sambil menatap lekat wajah adel yang terlihat cukup pucat.
Ketika aku beranjak dan ingin melangkah pergi melihat tempat adel untuk tidur di ruang rawat papanya Adel tiba tiba menarik tanganku .
"Ma... Jangan tinggalin Adel... ". Gadis itu bergumam cukup keras. Membuatku semakin khawatir dengan keadaan adel.
Aku mengangkat tubuh adel yang sangat ringan menurutku. Tubuhnya sangat kecil tapi bukan pendek. maksudku adalah tubuh adel sangat ramping dan langsing. Aku merebahkan tubuhnya di sofa yang berada di ruangan papa adel.
"Lho, kamu belum pulang ya?". Aku kaget mendengar suara papa adel yang ternyata masih belum tidur.
Aku menggaruk garuk kepalalu yang ntah kenapa aku merasa sedikit malu.
"Iya pak. Tadi adel ketiduran diluar jadi saya gendong aja kesini". Ucapku sambil tersenyum kikuk.
"Oo... terima kasih ya. kalok enggak pasti adel udah masuk angin besok".
"Hehe... Iya pak sama sama. Kalok begitu saya balik dulu ya pak".
"Iya hati hati dijalan ya nak dirga".
Aku tersenyum kemudian keluar dari ruangan pak Hendra dan pergi ke area parkir diluar rumah sakit. Aku masuk kedalam mobil dan berpikir sejenak.
"Apa yang kulakukan sekarang adalah yang terbaik? ". Berkali kali aku mengulang kata itu didalam otakku. Sampai terakhir aku mendengar suara ketukan keras dari kaca mobilku. Aku terkejut itu Adel. Wajahnya terlihat sangat ketakutan. Aku segera keluar dari mobil dan mencoba bertanya kepada Adel.
"Adel kenapa".
"Om papa om! ". Ucap adel yang air matanya sudah membasahi kedua pipinya yang chubby itu.
"Papa kamu kenapa? ".
"Gak tau om. Tadi papa tiba tiba manggil adel papa bilang kepala pusing gak lama papa mimisan terus pingsan".
"Kamu udah panggil dokter? ".
"Udah om".
Aku berusaha menenangkan Adel yang menangis tersedu sedu. Aku mengajaknya kembali keruangan papanya. Aku terkejut melihat banyaknya dokter dan perawat yang mengani papa Adel. Hatiku sedikit merasa akan ada hal besar yang akan terjadi.
**********
Aku melihat Om dirga lebih khawatir daripada aku. Matanya tak berpaling sedikitpun dati ruangan papa. Wajahnya sangat tegang. Aku tak bisa menebak apa yang sedang ada dalam pikirannya.
Beberapa saat kemudian Om pian keluar dari ruangan papa. Wajahnya terlihat lesu. Padangan matanya seakan memberi isyarat Papa butuh aku sekarang. Tanpa pikir panjang aku memasuki ruangan papa. Kulihat beberapa perawat melepas alat alat bantu perawatan papa.
"Sus, kenapa semuanya dilepas! ". Bentakku tak sadar.
"Be.. begini-". Belum sempat menjawab papa memanggilku untuk mendekat padanya.
Wajah papa jauh lebih pucat dari yang tadi. Aku mulai takut. Kondisi papa sama seperti kondisi yang pergi jau meninggalkan ku. Perlahan aku mendekati papa. Papa menarik dan mengenggam erat kedua tanganku.
"Adel... ". Papa menatap mataku dalam dalam. Ingin kulari dan menutup telingaku. Didalam hati aku sangat meyakini ini adalah salam perpisahan dari papa. Aku tidak ingin mendengarnya.
"Adel ". Papa memanggil namaku untuk kedua kalinya. Suara papa semakin melemah. Aku berusaha tegar dan menyiapkan hati untuk mendengarkan papa.
Hiks hiks hiks...
Air mataku sudah tak terbendung. Aku tidak bisa menahannya lagi.
"Sayang... maafkan papa".
Aku menggeleng gelengkan kepalaku sambil membiarkan air mataku menetes tak berhenti
"Maaf selama ini papa bohongin kamu nak... 2 bulan lalu papa divonis sakit parah dan udah terlambat untuk diobati... Papa juga gak nyangka secepat ini tubuh papa ngedrop".
Aku tidak sanggup untuk berbicara. Suara ku tidak bisa keluar.
"Papa tau kalo papa udah gak akan bisa selalu disamping kamu nak. Karena itu papa ngubungin Reno Ayahnya dirga untuk membantu papa menjodohkan kamu sama dia".
Aku menatap papa dan berganti menatap Om dirga. Dia terlihat sangat khawatir dengan Papa.
"Pernikahan ini papa lakuin supaya Dirga bisa gantiin papa buat jaga kamu nak".
Aku sudah tidak sanggup untuk berdiri tegak. Kakiku lemas aku tersungkur disamping papa. Air mataku mengalir jauh lebih deras. Aku gak bisa kalo papa juga harus pergi secepat ini.
"Huwaa..... ".
"Adel... ". Papa mengelus elus kepalaku dengan lembut dan berkata.
"Menikahlah dengan dirga. Cuma dirga yang bisa papa percaya-Ekh... ".
Tubuh papa menegang. Papa terlihat seperti sedang merenggang nyawa. Aku menjerit. Memeluk dan memanggil papa.
"PA!!!!! ".
"A.. del.. Pa-pa... mau... Ketemu ma-mama kamu du... dulu ".
Tiiit....
Monitor detak jantung papa menunjukkan angka nol. Papa sudah tidak bernafas lagi. Papa pergi dengan senyuman Indah berseri diwajahnya.
Aku melangkah mundur dan terjatuh. Om Dirga menangkapku. Aku *** pergelangan lengannya.
"PAPA... JANGAN TINGGALIN ADEL SENDIRIAN DISINI!!!! ". Teriakku tak bisa membendung kesedihan yang melandaku saat ini.
Satu lagi malaikat pelindungku telah pergi. Terbang kembali pada pemiliknya. Aku masih belum bisa menerima kenyataan pahit uang terus menghampiriku ini.
---------
Hai para readers ehmm... makasih buat yang udah baca ya. jangan lupa dilike dong sama comment pendapat kalian.
Thanks.... very much hehehee....
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 42 Episodes
Comments
Eni Enyon
sedihhhh
2020-05-28
1
Dewi
nangis dah jadinya ni thor
2020-05-21
1
Masaria Hia
sedihnya aku thor jadi ingat almahum papa 😭😭😭😭
2020-05-01
1