Terikat Cinta Pertama

Terikat Cinta Pertama

Bab 1

Kisah Bermula ...

Andai saja cinta itu tidak pernah tumbuh mungkin saja rasa sakit ini tidak akan pernah ada~ Anindya.

Seandainya aku bukanlah lelaki yang punya banyak masalah, mungkin saja aku sudah memilikinya~ Gian Saputra.

.

.

Sepuluh tahun yang lalu ....

Menjadi siswi yang rajin, pintar juga dari keluarga yang berada tidak membuat Anindya menjadi pribadi yang sombong juga angkuh.

Senyum manis dari wajah ayu itu selalu terpancar bagai kilauan mentari yang menyinari setiap sisi gelap di sekitarnya.

Belum ada yang mampu menyentuh hati gadis dengan lesung pipi alami itu.

Selain karena Anin terlahir dari keluarga kaya, Anin juga tidak mau menjalin kisah kasih yang bernama 'pacaran'.

Itulah kenapa, banyak para pengagum gadis cantik itu harus membuang jauh-jauh perasaan untuk memiliki Anin.

"Selamat pagi Anin," sapa Mauren, sahabat sekaligus teman duduk Anin di kelas.

"Pagi juga Ren." Anin meletakkan tas ranselnya lalu duduk di sebelah Mauren yang masih asik merapikan polesan bedak di wajahnya.

Anin bukan tipe gadis yang pandai bergaul atau tipe remaja yang ahli dalam dunia fashion apalagi soal mengoles make up.

Ia gadis kaya yang memiliki tingkat kesederhanaan yang tinggi. Baginya, selama ia nyaman itu sudah menjadi kebahagiaan tersendiri untuknya.

Suara riuh terdengar dari luar kelas. Seorang remaja laki-laki dengan seragam putih abu-abu mengikuti langkah seorang wanita paruh baya yang sudah lama menjadi guru matematika di sekolah menengah atas tersebut.

Bu Melda selaku wali kelas Xll IPA 1 masuk ke dalam kelas yang menjadi tanggung jawabnya.

"Perkenalkan diri kamu!" suruh Bu Melda pada laki-laki yang mengikutinya sejak tadi.

Bisik-bisik kagum terdengar begitu kentara saat lelaki itu mulai memperkenalkan dirinya sebagai murid baru di SMU tersebut.

Gian Saputra, murid pindahan dari luar kota. Tidak ada senyum ramah saat ia memperkenalkan diri, wajahnya datar dengan tatapan mata yang tak ada takutnya.

Bola mata bulat dengan hidung mancung dan bibir merah alami. Lelaki itu memiliki tinggi badan di atas rata-rata serta berkulit putih seperti bayi. Namun siapa sangka sikapnya tak mencerminkan karakter baby face-nya.

"Cari bangku kosong dan duduklah!" titah Bu Melda setelah Gian memperkenalkan dirinya.

Gian melirik tiga bangku kosong yang ada di kelas itu. Ia memilih bangku kosong tepat di belakang tempat duduk Anin.

Mauren langsung menampakkan wajah ceria saat Gian ternyata memilih duduk di bangku kosong di deretan paling belakang. Bangku kosong sebelah Andre yang kebetulan tidak masuk hari ini.

"Selamat datang ke kelas istimewa ini lelaki tampan." Mauren dengan genit menyambut Gian. "Aku Mauren." Mauren mengulurkan tangannya dengan ramah, tapi tak ada balasan dari lelaki itu. Gian tak peduli dengan uluran tangan Mauren yang mungkin saja sudah lelah ingin menyambut tangan halus siswa tampan itu.

Gian tak peduli. Dengan raut wajah cool ia duduk tanpa menoleh Mauren sedikitpun.

Mengambil sebuah buku tebal di dalam tasnya lalu meletaknya di atas meja. Tak sampai semenit, lelaki itu tampak merebahkan kepalanya di atas buku tersebut.

Dengan lengan yang menjadi penopang pipi mulusnya.

Mauren menggerutu. Baru kali ini ada seorang lelaki yang menolak uluran tangan tanpa nodanya. Anin terkekeh melihat Mauren yang berbalik ke posisi semula dengan wajah jutek.

"Tidak berhasil?" Anin bertanya sembari tersenyum mengejek. Karena sejak tadi Anin sudah curiga bahwa usaha sahabatnya itu kali ini akan sia-sia.

Walaupun Anin akui, Mauren adalah gadis populer di sekolah ini, tapi sejak awal melihat ekspresi Gian yang memperkenalkan diri di depan kelas, ia sudah menyangka bahwa Gian bukan tipe lelaki yang mudah bergaul atau mudah di dekati.

Pelajaran pun di mulai dengan suara hening. Tidak ada yang akan berani berbicara jika Bu Melda sudah menerangkan rumus matematika yang rumit di papan tulis.

***

Gian merentangkan tangannya lebar setelah bel istirahat berbunyi. Kelas tampak sepi. Hanya ada dia yang baru bangun tidur dan Anin yang masih fokus membaca buku pelajaran selanjutnya.

"Hei, hei." Gian menarik ujung rambut panjang Anin dengan santai.

Anin menoleh kesal ke arah laki-laki itu. "Bisakah kamu sopan? Aku punya nama." Sebal Anin pada murid baru itu.

"Aku murid baru, tidak tau namamu. Apa kamu bodoh?"

"Makanya jangan pura-pura tidak butuh teman. Namaku Anindya panggil saja Anin." Anin memperkenalkan diri tanpa mengulurkan tangan.

"Aku panggil Dya saja, aku tidak suka Anin," ketus Gian.

Anin mengerutkan dahinya. Menatap sinis lelaki yang sudah seenaknya merubah nama panggilan gadis itu.

"Aku lapar, temani aku ke kantin!" Gian beranjak dari duduknya. Ia berdiri di dekat meja Anin.

"Pergi saja sendiri! aku masih ingin belajar. Tanya saja pada murid lainnya yang berada di luar."

"Aku ingin kamu Dya!" Gian membungkukkan badannya. Menatap wajah Anin dari dekat. Tangannya dengan cepat merampas buku yang sedang Anin pelajari.

"Hei kembalikan!" Anin mendongak.

tetapi karena wajah Gian terlalu dekat. Kepala Anin malah beradu dengan dagu Gian.

"Awww ...." Anin dan Gian sama-sama meringis kesakitan. Mengusap letak rasa sakit masing-masing dan saling menatap kesal.

"Dasar gadis ceroboh," ringis Gian yang merasa rahangnya hampir terlepas.

"Kamu yang salah bukan aku," bela Anin yang juga masih mengusap kepalanya yang sakit dengan tangan.

"Ayo cepat! aku semakin lapar, sebagai permintaan maafmu, kamu yang bayar." Gian menarik tangan Anin tanpa peduli semua orang menatap mereka dengan tatapan curiga dan kesal.

"Lepaskan Gian!" berontak Anin.

"Diam! aku akan melepaskanmu setelah perutku kenyang."

Anin dan Gian menuju kantin sekolah. Anin duduk dengan tenang di hadapan Gian. Semula ia ingin pergi setelah mengantar Gian, tetapi lelaki berwatak dingin itu tak membiarkan Anin pergi.

"Tunggu sebentar! aku tidak suka makan sendiri."

"Kita baru saja kenal, kenapa kamu sudah berani mengancam ku?" Kesal Anin.

"Aku tidak punya siapa-siapa di sini, aku hanya mengenalmu sekarang." Sahut Gian sembari menyuapkan bakso ke mulutnya.

"Bukannya tadi Mauren ingin kenalan denganmu, tapi kamu malah cuek?"

"Siapa Mauren?" Gian seolah lupa.

"Teman sebangku aku, Gian."

"Oh."

"Oh? Lalu kenapa kamu tidak memintanya menjadi temanmu?"

"Aku tidak suka dia. Masih sekolah sudah berdandan menor." Gian berkata tanpa rasa bersalah sedikitpun.

"Dia sahabatku Gian. Apa pantas kamu bicara begitu di depanku?"

Gian tak menjawab, ia tak peduli. Ia mengeluarkan uang dari saku celananya lalu menaruhnya di depan Anin.

"Bayar! aku tunggu di luar."

Anin mengusap dada. Merasa sudah di perbudak lelaki yang belum sehari dikenalnya.

Walau terpaksa, Anin tetap melakukan apa yang Gian suruh.

Gian tersenyum tipis saat melihat Anin menuju kasir untuk membayar makanannya.

"Gadis penurut," ucap Gian merasa senang.

***

Baru mulai, selamat membaca...

Jangan lupa dukungannya ya!!

Like n vote gaes^^

Terpopuler

Comments

Zainab ddi

Zainab ddi

cowok aneh

2022-10-31

0

Anonymous

Anonymous

baru mulai..langsung sukak aja sama bab ini🥰🥰

2022-06-07

0

mam Cahya

mam Cahya

seru nih kyy

2021-07-24

0

lihat semua

Download

Suka karya ini? Unduh App, riwayat baca tak akan hilang
Download

Bonus

Pengguna baru dapat mengunduh App untuk membuka 10 bab secara gratis

Ambil
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!