Rintik-rintik membasahi tanah yang menjadi pijakan kaki penghuni bumi. Menurunkan air bening yang membuat sebagian murid berteduh sembari menunggu jemputan.
"Belum di jemput?" tanya Gian saat melihat Anin ikut berteduh.
"Hmmm," jawab Anin malas.
"Apa kamu suka tantangan?" Gian tersenyum tipis. Wajah dingin itu seketika berubah manis.
Anin tersentak kaget saat melihat senyuman lelaki itu. Untuk pertama kalinya Gian tersenyum padanya sejak ia menjadi murid di sekolahnya. "E ... tan ... tangan apa?" Anin menjawab dengan gugup, hanya karena sebuah senyuman ia bisa segugup itu.
"Ayo ikut aku!" Gian menarik tangan Anin. Ia berlari kecil menuju tempat parkiran motornya. Lelaki itu memasangkan helmnya kepada Anin. "Naik!" suruhnya.
"Untuk apa? Sebentar lagi supir akan menjemputku," tolak Anin.
Gian menatap Anin tajam, ia tidak suka di tolak. "Naiklah Dya! aku tidak akan menculikmu. Kamu akan menikmati sensasi berbeda. Percaya padaku!" lagi-lagi senyum manis itu membuat Anin gugup dan lupa akan semua hal.
Gian melaju motor gedenya menerobos rintik hujan. Anin yang tidak biasa naik motor memegang ujung baju seragam Gian dengan erat. Memang benar, sensasi ini tidak pernah Anin alami. Dinginnya air hujan membasahi kulitnya. Perlahan gadis itu merasakan setiap tetes hujan yang semakin lama semakin lebat.
Namun kedua remaja itu sangat menikmati setiap detik perjalanan mereka di bawah guyuran hujan.
"Dimana rumah kamu Dy?" tanya Gian.
"APA?" suara hujan membuat ia tak mendengar apa yang Gian katakan, ditambah lagi karena ia memakai helm milik Gian.
Gian menghentikan motornya di depan toko sembako di pinggir jalan. Membuka kaca helm Anin. "Dimana rumah kamu Dy ...?" tanya Gian sekali lagi.
"Ouw ... kamu belok kiri, terus lurus saja Gian!" jawab Anin menunjuk arah rumahnya dengan jari telunjuknya.
Gian mengangguk. Mereka menaiki motor kembali. Melewati jalanan yang tidak terlalu ramai dikarenakan hujan.
Ini pertama kalinya. Pertama dalam hidupnya, Anin membiarkan seorang teman lelaki dekat dengannya. Seolah hilang akal, Anin semakin erat memegang ujung seragam Gian. Entah karena takut jatuh ataukah Anin merasa nyaman dengan lelaki yang baru ia kenal itu.
Dua remaja itu menyusuri rintik hujan. Seolah hanya mereka saja yang menikmati suasana itu dengan rasa senang.
Gian berhenti di sebuah perumahan. Lelaki tampan itu membuka helm yang Anin kenakan.
"Apa kamu senang? Kamu tampak sangat menikmatinya tadi." Gian tersenyum lagi. Kali ini senyumannya lebih lebar dan sangat tulus.
Anin mengangguk. Tak dapat dipungkiri, ia memang sangat senang, walaupun ia pasti mendapat omelan dari sang ibu saat nanti ia masuk ke dalam rumah.
"Masuklah!cepat ganti pakaianmu! nanti kamu masuk angin."
"Salahmu bila aku masuk angin," jutek Anin.
"Tidak apa-apa, aku akan membawamu buah bila kamu sakit," balas Gian sambil menyalakan mesin motornya lagi dan pergi dari kediaman Anin.
"Dasar laki-laki pemaksa," gerutu Anin, tapi ucapannya tak sejurus dengan hatinya yang berbunga-bunga dengan perkataan Gian barusan.
***
Suara kulit tangan bertemu kulit pipi antara dua manusia dewasa terdengar di dalam sebuah rumah.
"Dasar istri tak berguna! karena kau, aku diusir si tua bangka itu." Marah Erlangga pada seorang wanita yang sudah menjadi istrinya selama sembilan belas tahun tersebut.
Ratna hanya bisa menangis menahan hinaan dan pukulan yang selalu ia dapatkan dari suaminya. Resiko yang harus ia tanggung karena menjadi yang kedua. Ingin sekali ia pergi, tapi ia urungkan demi sang putra.
Erlangga memijit pelipisnya. Kali ini perusahaannya kembali mengalami masalah. Sejak ia memilih menceraikan istri pertamanya dan menikah dengan Ratna. Ayahnya marah besar. Erlangga diusir dari rumah dan perusahaan keluarga.
Dengan simpanan uang yang ada, ia membangun perusahaan kecil untuk menghidupi putra dan istrinya, tapi ternyata bertahun-tahun penghasilan perusahaan itu tak sebanding dengan perusahaan yang ia miliki dari orang tuanya dulu.
Ratna masih meringis. Wanita berusia 40 tahunan itu terduduk sambil memegang pipinya yang memerah. Ia tak bisa berbuat banyak, semua perhiasan miliknya pun sudah ia serahkan pada suaminya untuk di jual sebagai modal awal membuka perusahaan.
Gian masuk ke dalam rumah dengan pakaian yang setengah basah. Ia menghela nafas sembari berjalan menghampiri Ratna. Mengangkat wanita yang sudah melahirkannya itu.
"Ayo kita ke kamar Ma!" Gian memimpin Ratna menuju kamar, ia tidak peduli pada pria paruh baya yang sedang duduk dengan raut marah di atas sofa.
"Dasar pembawa sial!" umpat Erlangga.
Gian dan Ratna tetap melangkah masuk ke kamar. Mereka sudah biasa mendengar cacian pria itu sehari-hari. Tak ada pilihan lain, Ratna hanya akan bertahan sampai Gian dewasa dan bisa menghidupi dirinya sendiri. Barulah Ratna mungkin akan pergi dari hidup pria kasar itu.
"Sampai kapan kita terus begini Ma?!" kesal Gian.
Lelaki itu sudah sering mengajak Ratna pergi untuk memulai kehidupan hanya berdua saja, tetapi Ratna selalu menolak.
"Sabar Gian! jika sudah waktunya, kita akan pergi bersama. Ayahmu sedang kesal karena perusahaannya bermasalah lagi, nanti dia juga akan baik lagi bila masalah perusahaan sudah bisa diatasi."
"Apa dia tidak bisa mengendalikan emosinya, setiap kali mengalami masalah, ia melampiaskan semuanya pada Mama.
Lebih baik kita miskin, tapi memiliki ayah yang lembut daripada hidup berkecukupan tetapi seperti ini." Gian mengerang kesal dengan perlakuan ayahnya.
"Huus ... jangan bicara begitu Gian! bagaimanapun dia ayahmu. Mama yakin suatu hari kelak ayahmu akan berubah."
"Berubah? Mungkin bila Kakek memaafkannya baru dia akan berubah. Kenapa dia tidak menceraikan Mama saja dan menikah kembali dengan istri pertamanya itu." Kesal Gian dengan kisah rumit keluarganya.
"Ada sebuah rahasia besar yang tidak kamu ketahui Gian. Rahasia yang mungkin akan membuat semuanya menjadi gempar bila Ayahmu mengungkap semuanya."
"Apa suatu hari kelak Mama akan memberitahu padaku?"
"Pasti Gian. Kamu akan tahu sendiri nantinya, kenapa ayahmu memilih bercerai dari isterinya dulu, tapi bukan sekarang. Kamu terlalu muda untuk tau itu." Ratna mengusap kepala putra satu-satunya itu dengan lembut.
"Gian tidak butuh semua ini Ma, Gian hanya ingin Mama bahagia." Gian berkata sembari memeluk tubuh Ratna.
"Mama tau sayang, dengan memilikimu saja Mama sudah bahagia. Bertahanlah sebentar! kita akan melewati semua ini dengan baik."
Gian memejamkan matanya. Ia belum memiliki kekuatan apapun untuk melindungi wanita yang sudah melahirkannya. Ia masih terlalu kecil untuk melawan ayah dan mungkin kakeknya yang tak kalah kejam.
Sebagai cucu dari wanita yang di benci keluarga kakeknya, Gian harus lebih banyak bersabar.
Anak lelaki dari pernikahan pertama Erlangga lah yang menguasai hati kakeknya yang kaya raya itu. Sebagai anak dan cucu pertama, Radit lebih bisa menguasai perusahaan milik kakeknya ketimbang dirinya.
Radit terlahir dari wanita yang sudah di anggap anak oleh keluarga ayahnya, sementara dia hanyalah anak dari wanita yang sudah membuat Erlangga bercerai dari isteri pertamanya.
Semoga aku cepat dewasa dan membawa Mamaku pergi dari keluarga ini.
Jangan lupa like n vote ya😊😊
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 52 Episodes
Comments
🤩😘wiexelsvan😘🤩
semangattt thorrr,,,standby dsni ma karyamu thorrr 😊😊😊
2021-03-24
1
Ern_sasori
seru thor 👍👍
2020-11-16
0
Emy
Pasti yang dicopet itu Arka yahh 😊
2020-10-26
2