Bab 5

Sudah sepuluh tahun berlalu, tapi Anin tidak bisa melupakan lelaki itu. Gian seolah menetap di hatinya dan tak mau pergi. Ia beranjak dari tempat tidurnya. Mengambil handuk lalu masuk ke kamar mandi.

Anin membersihkan tubuhnya di bawah guyuran air yang keluar dari keran shower.

Menghapus jejak-jejak mimpi yang selalu membuatnya teringat akan kenangan indah dan pahit di tinggalkan Gian.

Hari ini adalah hari keputusan atas lamaran seorang lelaki untuknya. Lelaki yang sudah berkali-kali meminta Anin pada orangtua gadis itu untuk menjadikan Anin pendamping hidupnya.

Sebenarnya ia ingin menolak, karena ia merasa belum bisa membuka hatinya pada pria lain, tapi keluarganya terus memaksa Anin untuk segera melepas masa lajangnya.

"Sampai kapan kamu akan terus memikirkan lelaki itu Anin? Mungkin kalian belum berjodoh. Lupakan dia sayang!"

Perkataan mamanya yang selalu terngiang di telinga Anin.

Anin menarik nafas dan membuangnya perlahan. Sudah saatnya ia bangkit pikir Anin.

Setelah membersihkan diri, Anin berganti pakaian. Ia turun ke lantai bawah, dimana orangtuanya sudah menunggu perempuan berusia 27 tahun itu.

"Pagi Pa, Ma," sapa Anin.

"Pagi juga Sayang, gimana perasaan kamu pagi ini? Sudah dapat jawaban?" tanya Ambar tanpa basa-basi pada anak satu-satunya itu.

Anin menarik kursi makan lalu duduk di hadapan orangtuanya. Ia melihat wajah Gunawan dan Ambar yang sudah penasaran mendengar jawabannya kali ini.

"Anin menyetujui pertunangan itu Ma," jawab Anin singkat.

"Alhamdulillah, akhirnya pilihan kamu tepat sayang, mama yakin Radit lelaki yang sangat cocok untuk kamu."

Anin tersenyum tipis bahkan hampir tak terlihat. Keputusan yang sangat sulit untuknya, tapi mungkin ini yang terbaik untuk keluarganya.

Mungkin ini satu-satunya jalan supaya ia bisa melupakan cinta pertamanya Gian.

***

~Siang hari ....

Dengan senyuman penuh kebahagiaan, Radit Tubagus membuka pintu mobilnya. Ia sengaja datang ke rumah sakit untuk menjemput Anin. Anindya adalah salah satu dokter di rumah sakit tersebut. Anindya berprofesi sebagai Dokter Spesialis Anak.

Sedangkan Radit adalah CEO di salah satu perusahaan Roy Tubagus Kakeknya. Radit sudah jatuh cinta pada Anin sejak acara amal yang di adakan perusahaan Roy Tubagus setahun lalu, waktu itu Anindya datang bersama kedua orangtuanya karena di undang oleh Roy. Gunawan papa Anindya adalah salah satu pemegang saham di perusahaan Roy, itulah kenapa keluarga Anin juga datang di acara amal tersebut.

Berulangkali Radit mencoba menarik perhatian Anin, tapi Anin tak bergeming sekalipun. Sehingga akhirnya Anin memutuskan menerima pertunangan atas keinginan orangtuanya.

Sebenarnya tidak ada yang kurang dari Radit Tubagus. Selain berwajah tampan, ia juga cerdas, dia lelaki dewasa yang mapan. Di usianya yang sekarang menginjak 31 tahun Radit sudah menjadi salah satu CEO ternama,

Meskipun ada sedikit campur tangan Kakeknya di awal ia berkarir, tapi Radit tetap berusaha sendiri untuk memajukan perusahaan yang ia pimpin.

Radit dan Anin melaju dengan kecepatan sedang meninggalkan rumah sakit.

"Kamu lapar?" tanya Radit. Sejak tadi ia selalu melirik Anindya yang duduk di sebelahnya.

"Tidak Kak, Anin sudah makan tadi," jawab Anin sopan.

Radit mengangguk lesu. Padahal ia sengaja tidak makan, karena ingin makan bersama calon tunangannya.

Anin menoleh Radit yang tampak lesu karena penolakannya. Ia menatap wajah tampan yang sedang fokus menyetir.

Kenapa aku tidak bisa jatuh cinta pada pria ini? Tidak ada yang kurang dari Kak Radit, dia nyaris sempurna. Kenapa hati ini tidak bisa menerima kehadiran Kak Radit?

Anin menarik nafas dalam-dalam, ia juga tidak tau kenapa hatinya tidak bisa diajak kompromi. Padahal ia sudah berusaha membuka hatinya pada lelaki baik yang ingin melamarnya. Radit adalah lelaki yang kesekian yang akhirnya ia terima pinangannya.

"Kakak lapar?" tanya Anin, bagaimanapun ia sudah memutuskan memilih Radit menjadi calon tunangannya, jadi Anin harus sedikit perhatian pada lelaki itu pikir Anin.

"Sangat, tapi kamu sudah makan, jadi kakak antarkan kamu pulang dulu baru kakak akan makan nantinya."

"Kita berhenti di restoran itu!" tunjuk Anin di sebuah restoran di pinggir jalan.

Radit menghentikan mobil yang mereka naiki. Ia tersenyum tipis. Dada lelaki itu menghangat saat melihat Anin mencoba mengerti dirinya.

"Anin cuma minum, tidak apa-apa 'kan Kak?"

Radit mengangguk. Mereka masuk ke dalam restoran tersebut lalu memesan makanan.

"Kamu yakin menerima pertunangan kita?" tanya Radit sedikit gugup, Radit sadar bahwa belum ada cinta di mata Anin untuk dirinya, tapi dia akan berusaha mendapatkan hati Anin cepat atau lambat, karena ia sudah sangat menyukai gadis itu.

Anin tak berani menatap Radit. Dia hanya mengangguk kepalanya pelan sebagai jawaban dari pertanyaan Radit.

"Kakak janji akan selalu membahagiakan kamu," ucap Radit lagi.

Tak lama kemudian, makanan dan minuman yang mereka pesan pun datang. Radit segera melahap makanan di depannya karena ia sudah benar-benar lapar.

Di saat Radit sibuk dengan makanannya, di saat itu pula Anin malah membayangkan cinta pertamanya. Andai saja lelaki yang berada di depannya adalah Gian, mungkin saja ia akan sangat bahagia. Senyum Gian tak pernah hilang dari ingatannya. Canda dan tawa lelaki itu selalu membekas di memori gadis itu, hingga ia akan merasa sesak dan tanpa sadar meneteskan airmata, apabila mengingat si pemilik hati yang entah kemana.

Anin sadar ia memang bodoh dan terlalu naif. Dia gadis yang tidak bisa menerima kenyataan bahwa Gian bukanlah jodohnya.

Anin juga tidak ingin menjadi gadis bodoh yang tidak bisa bangkit. Gadis polos yang terkurung oleh masalalu yang singkat.

Ya, pertemuan yang singkat, tapi mengesankan.

Pertemuan yang singkat, tapi mampu membuat kenangan indah yang tak terlupakan.

Pertemuan singkat, yang juga menorehkan luka yang tak kunjung sembuh.

Anin tiba-tiba saja tersenyum tipis sembari mengeluarkan air bening dari kelopak matanya.

Radit yang melihat itu spontan mengambil tisu. Mengelap airmata gadis yang sangat ia cintai itu dengan lembut.

"Kamu tidak apa-apa?" tanya Radit khawatir melihat Anin tiba-tiba menangis.

Anin mengerjap, lamunan tentang cinta pertamanya terbang bersama suara dari seorang lelaki yang sedang khawatir padanya.

"Tidak ... tidak Kak, Anin tidak apa-apa," jawab Anin gugup. Bagaimana mungkin ia bisa memikirkan lelaki lain saat ia bersama calon tunangannya.

Anin menerima tisu dari tangan Radit lalu menghapus airmatanya dengan tangannya sendiri.

"Kakak sudah selesai makan. Apa kita pulang? atau kamu masih ingin duduk di sini?"

"Pulang! Anin mau pulang saja Kak!" Anin beranjak dari duduknya, ia langsung mengambil tas dan berjalan keluar restoran.

Sepanjang perjalanan pulang Anin hanya memalingkan wajah. Ia tak berani menatap Radit, gadis itu sangat malu dengan kelakuan memalukan dirinya.

Gadis bodoh, apa yang sudah kamu lakukan? Bagaimana mungkin kak Radit menjadi Gian? Mereka orang yang berbeda Anin, lupakan Gian! sekarang lebih baik fokus pada kak Radit calon tunanganmu.

Anin hanya bisa menyesali kebodohannya.

Terpopuler

Comments

🤩😘wiexelsvan😘🤩

🤩😘wiexelsvan😘🤩

cinta pertama yg mengguras hati juga pikiran,,,d lupakan kebayang" trusss,d inget" menyakitkan hati 😢😢😢

2021-03-24

3

safira

safira

aku udh bom like

2020-09-17

0

lihat semua

Download

Suka karya ini? Unduh App, riwayat baca tak akan hilang
Download

Bonus

Pengguna baru dapat mengunduh App untuk membuka 10 bab secara gratis

Ambil
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!