IOTF #2

Pagi itu Juna tidak bersemangat pergi ke kantor karena Joanna tidak membalas pesan darinya atau sekedar membaca pesan yang di kirimnya tadi malam. Tapi, Juna tetap berangkat ke kantor supaya sang ibu tidak menaruh curiga padanya.

Juna berdiri di depan lift dan menunggu pintu itu terbuka, pikirannya tertuju kepada Joanna sampai tiba-tiba seseorang menabrak lengannya. Juna dengan malas melirik orang yang berkali-kali mengucapkan maaf padanya sambil menunduk.

"Maaf, pak. Saya tidak sengaja." Ucap orang itu untuk yang kesekian kalinya. Perhatian Juna dari orang itu teralih saat pintu lift bersuara dan terbuka. Juna kemudian masuk ke dalam lift tanpa merespon permintaan maaf orang itu.

Juna melihat orang yang menabraknya terdiam di depan lift, padahal tujuan mereka sama dan pintu lift akan segera tertutup. Juna menghela nafas dan menahan pintu itu sebelum benar-benar tertutup, lalu menyuruh penabraknya masuk lift.

"Eh."  Penabrak Juna memekik dan memberikan tatapan bingung. Dia adalah Keana, atau Juna memanggilnya dengan nama Audie. Juna lebih suka panggilan itu karena Anna merupakan panggilan sayang untuk kekasihnya, Joanna.

"Masuk!" Perintah Juna datar. "Saya tidak suka mengulang perkataan." Tambahnya masih dengan nada yang sama. Juna tidak memiliki maksud apapun saat menahan pintu lift, selain untuk membantu sekretarisnya supaya tidak telat.

Sekarang sudah hampir jam delapan pagi, Keana akan dianggap telat jika tidak ada di tempatnya tepat jam delapan. Sebagai atasan, Juna tidak tega orang kecil seperti Keana harus menerima potongan gajih karena telat beberapa menit.

"Terimakasih, pak." Lalu Keana masuk ke dalam lift dan berdiri di belakang Juna. Juna tidak terlalu merespon Keana. Karena meskipun pernah kuliah di kampus dan jurusan yang sama, mereka adalah orang asing terhadap satu sama lain.

Keana tidak tahu banyak tentang Juna, dia hanya tahu Juna merupakan pewaris D.K grup yang suka menyendiri di kampus. Keana baru mengetahui bagaimana Juna setelah menjadi sekretarisnya dan ternyata Juna laki-laki baik meskipun dingin.

Bukan sekali Keana menerima bantuan dari Juna, beberapa hari yang lalu Keana pernah naik mobil Juna ke kantor. Juna memberikan tumpangan saat Keana sedang menunggu kendaraan umum. Beruntung Keana bisa selamat dari gosip kantor.

Juna sendiri bisa merasa nyaman terhadap Keana karena Keana berbeda dengan perempuan lain, terlebih mereka memiliki kepribadian yang sama, dingin. Juna tidak perlu khawatir Keana menyalah artikan kebaikannya seperti perempuan lainnya.

Ya, meskipun Juna masih harus berusaha supaya tidak ada pikiran aneh yang terlintas dalam benak Keana. Tapi, dibandingkan perempuan lain diluar sana, Juna mempercayai Keana sebagai perempuan yang tidak akan tertarik padanya.

Juna tidak peduli jika bagi Keana dirinya tidak menarik, lagipula Juna tidak suka tebar pesona terhadap perempuan selain Joanna. Juna hanya akan mencintai Joanna dan akan tetap seperti itu sampai maut memisahkan mereka berdua.

Juna dan Keana saling terdiam menunggu lift berhenti di lantai tempat mereka bekerja. Tidak lama ponsel Keana berdering. Keana melihat nama yang tertera di layar ponselnya, lalu dia menarik nafas dan menggeser ikon hijau disana.

"Ya, Rafa?" Ucap Keana kepada orang yang berada di sebrang sana, suaranya terdengar sangat pelan berusaha tidak mengganggu Juna yang berdiri di depannya. Sementara Juna tidak begitu peduli meskipun Keana terkesan hati-hati terhadapnya.

Juna tahu betul siapa orang yang di panggil Rafa oleh sekretarisnya, Rafael. Juna mengenal Rafael sebagai laki-laki yang sering mengantar jemput Keana ke kantor sekaligus laki-laki yang selalu berusaha menjaga Keana di kampus mereka dulu.

"Aku sudah berangkat ke kantor. Maaf Rafa, aku buru-buru pergi dan lupa mengabarimu." Jawab Keana merasa bersalah ketika Rafael bertanya dimana dirinya. Pagi ini Keana memang tidak berangkat bersama Rafael dan memilih naik bus.

Keana tidak memiliki alasan untuk itu, dia hanya tidak ingin mengingat kejadian tadi malam saat bertemu Rafael. Jujur, Keana masih kecewa Rafael lebih mempercayai Amelia dibandingkan dirinya sehingga memilih menghindar sementara waktu.

"Hm, hati-hati." Keana menutup telponnya, lalu memegang erat ponselnya. Keana tahu sikapnya kepada Rafael sangat kekanak-kanakan, beberapa hari yang lalu saja Keana melakukan hal yang sama dan menghindari Rafael gara-gara Amelia.

"Maaf ..." Lirih Keana pelan. Juna yang mendengar itu hanya melirik sebentar kearah belakang. Tidak lama pintu lift terbuka, Juna keluar dari lift dan Keana mengikuti dari belakang. Mereka berjalan beriringan tanpa memperdulikan tatapan orang.

Sebenarnya, Juna sedikit penasaran mengenai alasan Keana mengucapkan maaf setelah bicara dengan Rafael di telpon. Tapi, Juna berusaha untuk tidak terlalu peduli. Karena dirinya tidak berhak mengetahui hal pribadi sang sekretaris.

"Bagaimana bisa Keana dan pak Juna berkali-kali kebetulan datang bersama?" Komentar seorang karyawan yang berbisik kepada rekan kerjanya. Keana masih bisa mendengarnya dengan jelas meskipun karyawan tersebut bicara pelan.

Begitu pun Juna, dia memasang telinga untuk mendengarkan obrolan karyawan yang sedang berkomentar tentang dirinya dan juga Keana sambil terus melangkah menuju ruang kerjanya. Sampai sebuah suara kembali terdengar.

"Benar. Menurutku Keana dan pak Juna memiliki hubungan khusus selama ini." Karyawan lain menyahuti sambil memberikan tatapan jijik kepada Keana dan secara terang-terangan menunjukkan rasa tidak suka terhadap Keana.

"Tidak disangka wajah jutek dan dinginnya itu sengaja di tunjukkan supaya terlihat lebih menarik di mata pria. Dasar murahan!" Karyawan lain yang memang menganggap Keana sebagai musuh cintanya juga terlihat tidak mau kalah.

Juna melirik kearah belakang, dimana Keana sedang berjalan disana. Juna berusaha tidak menunjukkan perhatiannya terhadap karyawan yang sedang menjelekan Keana. Karena hal itu mungkin akan membenarkan omongan mereka.

"Ah, menurutku kalian ini berlebihan, mungkin benar Keana dan pak Juna kebetulan datang ke kantor bersama. Lagipula yang aku tahu, Keana sudah memiliki kekasih dan kekasihnya juga lumayan tampan." Yang lain nampak tidak setuju.

Keana hanya mampu mendengus dan berusaha untuk mengabaikan semuanya. Sebagai sekretaris Juna, sudah biasa Keana menjadi bahan gosip bagi karyawan lain dan selama ini Keana mampu mengatasi semua itu dengan sikap dinginnya.

Beberapa hari yang lalu, Keana menjadi bahan pertanyaan karena datang bersama Juna, bahkan ada yang melihatnya turun dari mobil sang bos dan Keana membuat mereka diam dengan mengatakan dirinya tidak memiliki kontak Juna.

Ya, memang pertanyaan itu menyudutkan Keana saling bertukar janji untuk berangkat ke kantor bersama Juna. Tentu saja mereka diam setelah Keana menunjukkan kontak di ponselnya, disana hanya ada kontak keluarga Keana dan Rafael.

Tapi, entah apa yang terjadi dengan pikiran para karyawan itu, mereka tetap mencurigai Keana dan memandang Keana sebagai wanita rendahan. Juna yang terlihat diam dan tidak peduli saja sampai tidak habis pikir terhadap karyawannya.

"Audie, tolong buatkan saya kopi." Ucap Juna kepada Keana, sengaja mengalihkan perhatian Keana dari para penggosip di kantornya. Keana mengiyakan perintah Juna, lalu menyimpan tas ke meja kerjanya dan bergegas pergi ke pantry.

Juna masuk ke ruangannya setelah memastikan sekretarisnya pergi ke pantry. Dia tahu Keana mungkin tidak akan terpengaruh oleh perkataan orang, tapi hati kecil Juna merasa tidak tega membiarkan Keana mendengar hal buruk.

Tidak salah Keana menyebut Juna laki-laki baik. Juna peduli dengan perasaan Keana yang bukan siapa-siapa bagi dirinya. Tapi anehnya Juna tidak pernah peduli terhadap orang lain, hanya Keana dan Joanna yang mampu membuatnya peduli.

Juna menyandarkan punggungnya pada kursih kerjanya sambil menunggu Keana membawa kopi untuknya. Tiba-tiba perkataan Elisa, salah satu karyawannya berputar dalam pikirannya, tentang Keana yang sudah memiliki kekasih tampan.

Juna menebak, kekasih yang Elisa maksud pasti tidak lain dan tidak bukan adalah Rafael. Memang siapa laki-laki yang dekat dengan Keana selain dirinya dan Rafael. Ah, Juna tidak yakin dirinya bisa disebut memiliki kedekatan dengan Keana.

Tapi, bagaimana bisa Elisa berpikir Keana dan Rafael pacaran. Setahu Juna mereka berdua hanya teman baik. Tidak lebih. Juna kemudian teringat apa yang di lihatnya tadi malam dan suara sedih Keana di dalam lift. Apa mungkin sebenarnya ...

"Haish, apa yang aku pikirkan?" Gerutu Juna kepada dirinya sendiri, sepertinya tidak mendapat kabar dari Joanna membuatnya gila sampai harus memikirkan Keana. Setelah ini Juna harus bertemu Joanna supaya pikirannya membaik.

Juna merasa tidak seharusnya dirinya memikirkan orang lain disaat hubungannya dengan Joanna sedang mengalami masalah. Juna seharusnya lebih memikirkan tentang kemungkinan Joanna memiliki masalah yang belum di ketahuinya.

Setelah membuat secangkir kopi, Keana pergi ke ruangan besar yang bertuliskan direktur utama, dimana ruangan tersebut adalah ruang kerja Juna. Keana berusaha mengabaikan tatapan karyawan lain padanya dengan mengetuk pintu besar itu.

"Masuk!" Mendengar itu Keana membuka pintu dan perlahan memasuki ruangan Juna. Keana meletakkan kopi di meja kerja Juna beserta satu bungkus roti sandwich dan itu sudah menjadi kebiasaan saat Keana menghidangkan kopi.

"Barangkali bapak belum sarapan." Ucap Keana saat Juna memegang roti sambil memberikan tatapan yang sulit untuk di artikan. Sebenarnya, Keana sudah sering membawa roti untuk Juna sarapan, tapi reaksi Juna masih tetap sama.

"Hm, terimakasih. Kamu bisa kembali ke tempat kerjamu." Ucap Juna yang langsung mengalihkan pandangan dari Keana dan membuka dokumen, padahal tidak ada yang penting dalam dokumen itu, Juna hanya berpura-pura terlihat sibuk.

Juna tidak tahu mengapa dirinya merasa gugup hanya melihat tatapan Keana padanya. Beruntung Juna pandai bersembunyi dalam wajah tanpa ekspresinya, dia bisa membuat semuanya terlihat sangat natural dan terkesan tidak di buat-buat.

"Kalau begitu saya permisi." Ucap Keana sopan sebelum akhirnya melangkah keluar dari ruangan Juna, meninggalkan Juna yang sedang diam-diam mencuri pandang padanya. Keana memang tidak sedikit pun memiliki ketertarikan terhadap Juna.

Keana memiliki alasan dibalik perhatiaannya, dia menjalankan amanah dari seseorang yang memintanya untuk memperhatikan sang anak kesayangan. Benar, Erina yang meminta Keana untuk memperhatikan pola makan Juna di kantor.

Dulu pernah ada kejadian Juna sakit akibat tidak sempat sarapan di rumah dan tidak ada waktu untuk sarapan di kantor. Bahkan, roti yang selalu tersedia di pantry disediakan khusus untuk Juna dan hanya Juna yang tidak mengetahui hal itu.

"Juna, ada apa denganmu?" Ucap Juna mencibir dirinya sendiri setelah Keana keluar dari ruang kerjanya. Juna kemudian berusaha mengalihkan pikirannya terhadap Keana dengan mengambil ponsel dan mencoba menghubungi Joanna.

Juna tidak yakin Joanna akan menjawab telpon darinya, tapi setidaknya Juna bisa mengalihkan pikirannya tentang Keana. Tidak, bukan berarti saat ini pikiran Juna sedang di penuhi Keana, dia hanya merasa Keana mengganggu pikirannya.

"Juna ..." Suara itu membuyarkan lamunan Juna. Sekilas Juna melihat layar ponselnya, ternyata sudah empat puluh detik panggilan mereka tersambung. Juna sampai tidak menyadarinya karena pikirannya sedang tidak karuan.

"Oh Anna, kamu dimana sekarang? tadi malam ..."

"Juna, apa kamu tidak memberitahu mamah kamu kalau kita berdua sudah putus?" Tanya Joanna begitu saja menyambar perkataan Juna, bisa terdengar nafas Joanna naik turun. Juna menghela nafas sebelum memberi jawaban.

"Ya. Anna, mamah pasti kecewa kalau tahu ..."

"Cuaca saat ini sedang kurang baik. Juna, jangan lupa minum vitamin dan jaga kesehatanmu. Aku sudah memberitahu mamah kalau kita berdua sudah putus. Aku juga berharap kamu mendapat penggantiku." Ucap Joanna kembali menyambar.

"Aku mohon berhenti omong kosong." Ucap Juna, lalu menarik nafas sejenak. "Anna, bukankah sudah aku katakan padamu? kalau kamu sedang ada masalah dengan pekerjaanmu, kamu bisa mengatakan hal itu padaku, aku bisa ..."

"Hiduplah dengan baik, selamat tinggal." Joanna mengakhiri panggilan mereka secara sepihak dan membuat Juna menggeram emosi. Juna menelpon Joanna tadinya hanya untuk memastikan bahwa sampai sekarang hatinya milik perempuan itu.

Tapi, Juna malah dibuat geram karena perkataan Joanna barusan. Juna tidak tahu apa yang salah, semuanya masih baik-baik saja sebelum mereka bertemu di restoran tadi malam. Bahkan, Joanna masih menghubunginya seperti biasanya.

Dan apa yang Joanna katakan? perempuan itu sudah memberitahu mamahnya bahwa hubungan mereka sudah berakhir? semudah itu?! setelah lebih dari lima tahun bersama, Joanna dengan mudah mengatakan hal itu kepada sang mamah.

~TBC~

Terimakasih sudah membaca It's Okay, That's Fate. Mari berhubungan baik antara penulis dan pembaca. Jangan lupa juga untuk memberi dukungan kalian terhadap karyaku. Makasih 💙

Regards,

Nur Alquinsha A | IG : light.queensha

Terpopuler

Comments

Pusphyta Imanullah

Pusphyta Imanullah

g tahu lahirnya juna...tau2 dah dewasa ya thorrr....☺☺☺

2021-07-07

0

Nbil

Nbil

jangan lupa baca ceritaku yaaa sumpahseru bgt dan bkl ada ++++++ ijin promote thor😷judulnya choice

2020-04-24

1

lihat semua

Download

Suka karya ini? Unduh App, riwayat baca tak akan hilang
Download

Bonus

Pengguna baru dapat mengunduh App untuk membuka 10 bab secara gratis

Ambil
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!