Refleks saja, dengan sorot matanya yang tajam Ken memandangi orang yang kini berada di dekatnya itu. Ia nyaris tidak percaya dengan apa yang dilihatnya saat itu. Jantungnya berdebar semakin kencang dengan daya kejut maksimal.
"Oh my God, pria ini begitu tampan," pekiknya nyaris tak tertahan. Untung saja suaranya itu tertahan di tenggorokan hingga pria itu tidak bisa mendengar isi hatinya.
Wajah itu terlihat begitu teduh dan tenang. Kulit muka yang putih dan bersih, sungguh sempurna berpadu dengan bentuk muka ovalnya. Ken mengamati setiap sisi wajah laki-laki itu tanpa terlewat sedikitpun. Alisnya yang tebal, bibirnya yang merah, dan hidungnya yang mancung membuat ia tampak begitu menawan.
Jauh dari apa yang ia bayangkan semalaman ini. Ia pikir majikan ibunya yang misterius ini punya muka yang sangar dan menakutkan hingga tidak mau menampakkan mukanya di depan orang.
Kini Ken beralih ke bagian tubuh yang lain, ia menyapu tubuh laki-laki itu mulai dari ujung kaki hingga kepala.
"Tidak ada yang cacat. Semuanya terlihat normal" bisiknya lagi.
"Ehemm ...," Pria itu mengingatkan Ken yang sejak tadi tidak henti-hentinya menyelidiki keadaan tubuhnya.
"Maaf," hanya itu yang sanggup Ken ucapkan begitu ia menyadari bahwa pria itu memperhatikan tingkahnya dan membuatnya tidak nyaman.
Pria itu maju satu langkah ke depan. Kini antara dirinya dan Ken tidak ada jarak sedikitpun. Pria itu menatap Ken dengan pandangan yang menghakimi.
"Apa kau sedang mengenali seseorang?" tanyanya dengan tegas.
"Tidak, maafkan aku," Ken buru-buru menundukkan kepalanya. Kali ini pandangannya jatuh ke lantai.
Ia bisa melihat kaki pria itu yang beralaskan sendal jepit dengan jari-jari yang begitu bersih. Masih tetap berdiri mematung di tempatnya semula. Bulu-bulu kaki yang tumbuh begitu lebat membuat Ken semakin merinding tidak karuan.
"Apa yang akan dilakukan pria ini?" Pikiran begitu menyesali diri.
"Permisi, aku mau mengantarkan air minum ini ke depan. Aku minta maaf, harusnya aku sudah melakukannya sejak tadi dan tidak mengganggu anda," kini suara itu makin terbata-bata bahkan dengar seperti setengah terisak.
Ken memang begitu ketakutan, pria itu menghadangnya. Posisinya kini terkunci hingga ia tidak bisa melangkah dan meninggalkan tempat itu.
"Apa kau takut denganku?"
"Tidak, tidak ada alasan saya takut dengan anda," buru-buru Ken menjawab pertanyaan itu namun masih dengan menundukkan kepalanya.
"Mana mungkin aku takut dengan cowok tampan dan begitu nyaman dipandang seperti mu," bathin Ken dalam hati.
Pria itu mengangkat dagu Ken. Kini pandangan mereka bertemu. Begitu dekat.
"Apa kau anak Bu Ros?" tanya pria itu kurang yakin.
"Iya, aku putrinya,"
"Status dalam KTP-nya ia tidak menikah, bagaimana mungkin ia bisa punya anak?" tanya pria itu lagi.
Ia selalu minta foto kopi identitas orang-orang yang bekerja padanya. Begitu Bu Ros minta izin mau cuti ia menyebutkan akan membawa anaknya untuk menggantikan tugasnya di rumah ini. Bu Ros belum pernah menikah tapi ia bilang akan digantikan putrinya? Ia waktu itu berpikir positif saja, mungkin yang dimaksud Bu Ros itu keponakan atau saudara jauhnya.
"Saya anak angkatnya. Sejak bayi sudah di rawat ibu karena orang tua saya nemberikan bayinya pada pada Bu Ros. Selama ibu bekerja di Jakarta, aku tinggal dengan nenek (ibu dari Bu Ros) di kampung," Ken yang sudah takut karena kesalahannya, tiba-tiba menjadi terisak. Ia sedih jika harus mengingat masa kecilnya.
Menurut cerita neneknya, ibu kandungnya itu menitipkan Ken yang masih berumur 3 hari pada Bu Ros karena ia akan menyelesaikan administrasi rumah sakit rumah sakit dimana ia melahirkan Ken. Namun hingga kini ia tidak menampakkan batang hidungnya. Setiap hari Bu Bu Ris menunggu ibunya namun ia tidak pernah kembali. Berkabar pun ia tidak pernah.
Ken baru mengetahui jika ibunya itu adalah TKW yang bekerja di Arab Saudi dan terpaksa kembali ke Indonesia karena ia mengandung anak tanpa ikatan pernikahan. Statusnya tidak jelas, dalam akte kelahirannya hanya tercantum nama ibunya dan keterangan " anak dari hubungan di luar pernikahan"
"Maaf jika aku mendadak cengeng," Ken menyeka air matanya. Berusaha sebisa mungkin agar bisa tenang.
"Aku melihat tidak ada kemiripan diantara kalian. Untuk itu aku bertanya," ujar pria itu lagi.
Ken semakin serba salah, pria itu masih memandangi wajahnya dengan tatapan yang begitu intens. Ada raut kesedihan yang ia tangkap, namun ia tidak berbuat apa-apa selain hanya memandang Ken dengan tidak berkedip sedikitpun.
"Aneh sekali orang ini. Ada cewek cantik ymnangis didepannya didiemin aja. Bukannya dipeluk gitu, dielus-elus rambutnya," gerutu Ken begitu kesal.
"Maaf Pak, permisi! Saya mau mengantarkan air ini ke depan," Ken buru-buru mohon diri karena ia tidak tahan jika dipandangi terus seperti itu. Bisa-bisa ia menjatuhkan diri dalam pelukan pria itu jika harus berlama-lama dalam situasi seperti itu.
"Biar aku saja," pria itu menarik tangannya dari saku celananya dan berusaha mengambil nampan yang ada di tangan Ken dan hendak membawanya sendiri ke depan.
"Jangan, pak. Biar saya aja. Ibu berpesan agar saya bisa melakukan pekerjaan ini dengan baik," Ken yang memegang erat benda di tangannya itu dan melangkah pergi menuju teras depan.
Tidak ada pilihan lain, pria itu berjalan mengikuti Ken dengan langkah yang tenang. Kini ia bisa dengan bebas mengamati perempuan yang berjalan di depannya itu.
Benar-benar tidak ada kemiripan antara perempuan ini dan pembantunya. Bu Ros degan face jawanya yang medok sementara Ken mempunyai wajah yang begitu cantik, lebih mirip warga blasteran. Darah Arab lebih kental pada garis wajahnya. Perempuan ini juga lebih tinggi di banding Bu Ros, yang mempunyai tubuh sangat pendek.
"Tempatnya di sini," pria itu buru-buru menahan langkah Ken yang ingin berbelok ke kanan.
"Iya, maaf pak. Saya belum hafal dengan bagian-bagian rumah ini," Ken berhenti sebentar, memutar tubuhnya dan kembali melangkah. Dari kejauhan ia bisa melihat gazebo yang di maksud dan bunyi percikan air dari kolam itu.
Saat melintasi teras, Ken melupakan koran yang tertumpuk di meja itu. Entah karena lupa atau ia begitu grogi mendapati majikan ibunya itu sejak tadi sejak tadi berjalan mengikuti langkahnya.
Tiba di tempat yang di maksud, Ken meletakkan air itu di sisi Gazebo.
"Astaga, aku melupakan sesuatu," ujarnya begitu reflek.
"Maaf, Pak. Korannya lupa aku bawa," ujarnya lagi.
Pria itu masih berdiri di hadapan Ken, dengan tenang ia menunjukkan tiga buah koran pagi yang ia sambar sembari lewat di teras tadi.
"He..he...," Ken hanya bisa tersenyum karena malu.
Ken malu atas keteledorannya yang ia lakukan berkali-kali sepagi ini. Ia langsung meninggalkan tempat itu tanpa pamit lebih dulu pada majikan tampannya.
"Pak," panggil pria itu begitu ia melihat Parman hendak masuk rumah.
Merasa dipanggil oleh majikannya, pak Parman mengurungkan niatnya melangkah ke rumah. Ia segera berbalik arah, menuju gazebo dimana datangnya sumber suara.
"Apa wanita yang di rumah itu putri Bu Ros?" tanyanya dengan serius. Ia masih ragu atas pengakuan Ken. Untuk itu ia perlu penegasan dari Pak Parman.
"Iya, Den. Dia putrinya Bu Ros,"
"Bapak yakin?"
"Iya, saya melihat ia datang kemaren sore. Tadi pagi mereka saling berpelukan layaknya ibu dan anak ketika Bu Ros akan pergi,"
"Oh, berati bapak lihat perempuan itu bersama Bu Ros?"
"Iya, saya melihatnya,"
"Baiklah, bapak bisa pergi,"
Setelah mendapat ketegasan dari pria yang sudah dipercaya selama belasan tahun itu, ia baru yakin bahwa gadis itu memang benar anak pembantunya. Kekhawatirannya kini tidak terbukti, tadinya ia berpikir jangan-jangan perempuan itu mata-mata yang sengaja dikirim orang untuk mengetahui keberadaannya.
****
Happy reading all! Author tidak bosan-bosan minta dukungannya. Mohon untuk tinggalkan
✓ LIKE
✓ KOMENTAR
✓ VOTE -nya ya🙏🙏🙏
Apresiasi dari kalian semua membuat saya semakin bersemangat untuk update. terimakasih 😊😊😊
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 107 Episodes
Comments
Ersa
siapa sih sebenernya si Bapak majikan ini?
2023-08-11
0
Errna Errna Errna
aq pikir jga pria ken itu
2021-03-15
3
@M⃠ⁿꫝieʸᵃɴᵉᵉʰʜɪᴀᴛ𓆊🎯™☂⃝⃞⃟ᶜᶠ
semangat kak
cinta pak bos hadir😊
2020-09-25
2