Temani Aku, Ken!
"Jam 09.00 WIB, bapak baru turun dari kamarnya. Jadi kau harus menyiapkan sarapan paling tidak lima menit sebelumnya. Jangan pernah memperlihatkan dirimu ketika ia sedang makan,"
"Baik, Bu,"
"Setelah ia meninggalkan meja makan, kau baru bisa membereskannya. Jika hari Senin, Rabu dan jumat dia turun lebih pagi, jam 07.00 WIB untuk olahraga di ruang GIM. Siapkan handuk kecil, kaos kaki dan sepatunya. Jangan lupa air hangat di Tumbler ukuran 1 liter. Letakkan saja di sofa depan TV,"
Ken manggut-manggut, tangannya terus saja mencatat semua penjelasan ibunya agar ia bisa mengingat dengan baik tugasnya selama 40 hari ke depan.
"Setelah sarapan, ia akan membaca koran. Siapkan koran yang ada di teras dan herbal water di gazebo depan, samping kolam ikan. Biasanya ia akan menghabiskan waktunya di situ hingga pukul 10.00 WIB.
"herbal water atau rimpang?"
"Sejenis racikan herbal untuk kesehatan gitulah. Resep dan jadwalnya sudah ada di kitchen set dapur. Ibu tempel di sana,"
"Oh, iya. Yang ala-ala ustad di IG itu kan. Aku tau!" Ken kembali mencatat point ini dalam catatan tugasnya.
"Entahlah, ibu tidak faham soal itu. Ibu memuat ramuan berdasarkan catatan yang di buat olehnya. Itu juga baru sekitar 2 tahun belakangan. Selama ini ia hanya minum air putih hangat," ujar ibu sembari mengangkat kedua bahunya. Ia tidak tahu apa yang dimaksud IG, ala-ala yang disebutkan anaknya itu.
"Makan siang dan malamnya?" tanya Ken kemudian.
"Jika tidak ada permintaan khusus, apapun yang dihidangkan dia mau. Yang penting tidak terlalu asin dan berminyak. Dia juga tidak suka jenis masakan yang bersantan. Semua makanan harus hangat. Jangan pernah menyajikan menu yang sama. Ia paling tidak suka itu. Makan siang usai dhuzur dan makan malam usai isya,"
"Rewel sekali,"
"Tidak, sayur bening sama tempe goreng juga mau asal hangat dan baru di masak,"
"Baiknya ibu bikin daftar menu, agar aku tidak bingung mengaturnya,"
"Sudah ada, sayang. Semua ada di kitchen set bagian bawah. Rak kecil yang ada di sisi kanan,"
"Pakaian pribadinya harus di cuci manual, ia tidak mau menggunakan mesin cuci. Ambil pakaian kotor ketika ia sedang membaca koran, setiap hari. Sekaligus bersihkan kamarnya. Ganti seprey setiap tiga hari sekali. Nah kalau seprey dll boleh kau cuci pakai mesin. Hari ini ibu sudah mengganti seprey, berarti lakukan dua hari ke depan,"
"Iya, Bu. Lalu apa lagi yang harus aku kerjakan?"
"Kalau sudah menyiapkan makan, kau bisa mengerjakan tugas-tugasmu karena selama ibu pergi Pak Parman yang akan beres-beres ruangan ini, termasuk nyapu dan ngepel. Dia tukang kebun sekaligus orang kepercayaan bapak. Dia mengurus rumah ini jauh sebelum tinggali oleh empunya"
"Oh, jadi aku hanya mengurus makan dan kebutuhan dia saja, termasuk membereskan kamar pribadinya setiap pagi,"
"Iya, Nak. Bapak memberikan kompensasi karena dia tahu kau sedang kuliah,"
"Baik, Bu. Apalagi yang harus aku ingat,"
"Dia tidak suka dengan kebisingan. Jadi jangan sampai kebiasaan mu yang suka nyanyi waktu masak atau di kamar mandi terdengar beliau. Ingat itu, ya! Jika ingin mendengar musik atau nonton tv di kamar juga ada,"
"Baiklah,"
"Dan, jika kau ingin ke kampus tinggalkan pesan saja di pintu kamarnya atau di meja makan. Jangan pernah pamit langsung padanya,"
"Ingat baik-baik apa yang ibu pesankan tadi. Ibu sudah bekerja 10 tahun di Jakarta yang kita dapat hanya cukup untuk makan dan biaya sekolahmu. Sejak kerja di rumah ini hidup kita lebih baik. Meski keberadaannya cukup misterius, tapi dia orang yang baik. Ibu ikut semua aturan beliau selama tidak melanggar aturan hukum dan dia sepertinya cukup senang dengan hasil kerja ibu. Untuk itu ia tetap mempertahankan ibu bekerja di sini dan memberikan imbalan yang sangat besar. Jaga kepercayaan dia. Kita masih membutuhkan pekerjaan ini untuk menopang hidup,"
"Baik, Bu. Ken akan mengingat pesan ibu baik-baik. Apa ibu tidak memperkenalkan aku dengan bos ibu?"
"Dia tidak memintanya. Saat ibu ijin membawamu ke rumah ini dan menggantikan tugas ibu selama umroh, dia tidak keberatan. Jika ada sesuatu yang ingin kau tanyakan, hubungi saja Pak Parman,"
"Oh.....,"
"Berapa usianya?" tanya Ken penasaran.
"Ibu tidak tahu persis. Lima tahun kerja di sini kami jarang sekali komunikasi,"
"Apa ibu tau pekerjaannya?"
"Tidak, Nak. Ibu tidak tahu apa-apa. Sepanjang hari ia ada di rumah dengan rutinitas yang ibu sebutkan tadi. Selain Pak Parman dan Ibu, ada Pak Bram yang sering datang dan menemuinya. Seminggu 2 hingga 3 kali. Apa yang mereka bahas ibu juga tidak ingin tahu,"
Ken semakin merinding mendengarkan penjelasan ibunya. Bagaimana ia bisa bekerja dengan orang yang selalu menutup diri dengan dunia luar. Bahkan identitasnya saja ibu tidak tahu.
"Bagaimana jika ternyata majikannya itu bandar narkoba atau buronan? Bisa jadi ia punya penyakit menular?. Hi ....," Ken semakin bergidik.
Namun kecurigaannya ini tidak ia ungkapkan pada ibunya. Ia tahu, ibunya tidak akan faham akan hal ini jika ia mengungkapkan kekhawatirannya. Paling tidak, selama ini ibunya tidak menangkap sesuatu yang ganjil di rumah ini dan bos besarnya ini cukup loyal terhadap karyawannya.
Ibu bangkit dari sisi tempat tidur, ia berjalan ke arah bufet kecil yang ada di kamarnya itu. Membuka laci kecil yang tidak terkunci dan menunjukkan sesuatu pada putrinya.
"Uang belanja dan keperluan rumah lainnya ada di sini. Biasanya, setiap awal bulan bapak selalu meletakkan uang di atas meja makan. Jika uang bulan lalu masih tersisa tak usah dilaporkan, dia tidak butuh laporan itu. Semua catatan pengeluaran ibu tulis di buku ini walaupun tidak pernah diminta,"
"Apa uangnya cukup?"
"Lebih dari cukup, bahkan sisa uang belanja dari awal ibu bekerja tetap ibu simpan. Ada di amplop ini. Sepertinya jumlahnya sudah puluhan juta, ibu tidak pernah menghitungnya,"
"Kenapa ibu tidak memakai atau mengembalikan padanya?"
"Jika ibu pakai itu bukan hak kita, ia tidak pernah memberikan pada ibu. Ibu pernah bilang tetang hal ini, tapi dia hanya diam saja,"
"Aneh!"
"Seaneh apapun keadaannya, yang jelas kita bisa hidup layak setelah ibu bekerja padanya. Kau juga bisa kuliah di kampus yang bagus,"
"Iya, Bu. Keny faham!"
Ken mendekati ibunya yang masih berdiri di sisi bufet, ia peluk perempuan yang telah merawat dan membesarkannya seperti anaknya sendiri. Perempuan yang begitu tulus mencurahkan kasih kasih sayang yang tidak bisa dihitung besarnya.
"Aku akan menggantikan tugas ibu di sini. Beribadah lah dengan tenang. Doakan semoga aku bisa lulus tahun ini dan segera bekerja lagi,"
"Iya, Nak. Ibu pasti akan mendoakan mu. Hanya kamu yang ibu miliki di dunia ini,"
Kedua perempuan beda usia itu berpelukan. Cukup lama. Mereka tak henti-hentinya saling mengucapkan terimakasih. Saling menatap dan menghapus air mata satu sama lainnya. Malam itu begitu haru, Bu Ros akan meninggalkan putrinya dan menitipkan pekerjaannya sebagai asisten rumah tangga di rumah ini selama ia melaksanakan ibadah umroh.
"Ayo kita tidur! Usai subuh ibu harus berangkat," perempuan separuh baya itu segera menuju ke pembaringannya. Merebahkan tubuhnya di sisi kiri tempat tidur, menyisakan sebagaian lagi untuk putrinya.
Meskipun diperuntukkan sebagai kamar pembantu, kamar yang ditempati ibunya ini cukup luas. Kasurnya cukup untuk dua orang, berikut lemari dan peralatan lainnya terbilang cukup mewah. Kamar ini lebih luas daripada kontrakan yang ia tempati sekarang ini.
*******
Happy reading all! Author tidak bosan-bosan minta dukungannya. Mohon untuk tinggalkan
✓ LIKE
✓ KOMENTAR
✓ VOTE -nya
Apresiasi dari kalian semua membuat saya semakin bersemangat untuk update, terimakasih!
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 107 Episodes
Comments
Ira Susana
assalamu'alaikum mmpir thour,, kira ken pria ternyata wanita🥰
2024-10-15
1
Hitam dan Putih
gue udah baca ulang tapi nggak bosen
2021-04-09
1
Rian Cappuchino
Kak mampir yuk kenovelku.Judulnya "Ray Stardust."
Kutunggu kedatanganmu.
Terima kasih
2021-02-02
2