Boleh Ku Pinjam Rahimmu?
Aku menatap layar handphone ku, terlihat wajah mungil nan lucu muncul di layar. Gelak tawanya sukses membuatku ikut tersenyum.
" Lucu sekali." batinku sibuk mengomentari video dilayar handphone ku.
Refleks tangan ini mengusap perutku yang datar. Andai saja ada...
Namaku Rafidah, biasanya dipanggil Afi.
Diumur ku yang sudah menginjak kepala tiga, ingin rasanya aku memiliki buah hati.
Jangan tanya perjalananku dan usahaku. Berbagai saran orang dan saran dokter selalu ku ikuti, tapi Allah belum jua mempercayai kami
Adzam, dia suamiku yang telah menikahiku kurang lebih lima tahun. usia kami hanya terpaut dua tahun. berarti sekarang ia sudah berusia tiga puluh dua. usia yang matang untuk menjadi seorang ayah.
Aku mengusap sudut mataku. Setiap membahas anak entah mengapa aku menjadi orang yang sangat rapuh. Wajarkah itu?
***************
Aku menutup pintu kamar. Kulirik jam yang menggantung di dinding. Sudah pukul empat sore, sebentar lagi mas Adzam akan pulang kerja. Aku mengambil handphone ku menekan nomor suamiku. Aktivitas yang tak pernah ku lupakan sejak lima tahun yang lalu. Hal yang kusukai adalah bertanya menu makan malam kesukaannya. Walaupun aku sudah tau jawabannya hanya satu kata yaitu terserah.
Sambungan telepon tersambung.
" Assalamu'alaikum sayang..."
Selalu seperti itu, Salam yang diucapkan mas Adzam sukses mengundang senyumku.
" Waalaikumsalam mas. Mau dimasakin apa hari ini?" tanyaku tanpa basa basi
" Terserah kamu, mas ikut aja." jawaban yang singkat dan padat.
" Oke ditunggu ya kepulangannya mas.. hati hati dijalan! Assalamu'alaikum mas.."
" Waalaikumsalam sayang..."
Sambungan telepon terputus
Aku berjalan menuju dapur, membuka lemari pendinggin. Ada cumi-cumi, kerang, udang, juga jagung. terlintas di pikiranku menyatukan ke empat bahan makanan itu.
******Seafood******! Aku sudah pernah memasaknya beberapa kali. Dengan lincah jari jemariku mengolah menu makan malam nanti.
setelah empat puluh lima menit berjibaku dengan bahan masakan, akhirnya selesai juga.
Masih ada waktu lima belas menit untuk bisa tampil cantik menyambut suamiku pulang.
gamis navy polos kupadukan jilbab motif flower warna senada menjadi pilihanku sore ini. Tak lupa memakai bedak lipstik juga minyak wangi agar tampilanku lebih segar.
Mempunyai suami yang bekerja diluar dan selalu berhadapan dengan wanita cantik membuatku berusaha selalu sempurna di hadapannya. Aku ingin pandangannya tetap segar walau sedang berada dirumah.
Sempurna! Aku tersenyum memandang tampilan wajahku di cermin.
Aku bergegas menuju teras depan untuk sekedar menikmati udara sore ini. Diteras ini aku memelihara tumbuhan bunga mawar. Berbagai warna ada didalam koleksiku. Saat berkekaran seperti ini bisa menjadi penghilang suntukku.
Saat sedang asyik menikmati bunga mawar milikku, terlihat mobil putih milik mas Adzam memasuki halaman rumah kami.
Ia menutup pintu mobil. Aku meraih tangannya, tangan lelaki halal ku yang tanpa lelah memenuhi semua kebutuhanku. Tak lupa Tas kerja miliknya ku ambil dari dalam mobil. Setelahnya kami masuk beriringan.
" Hem..wangi apa nih?" ia menatapku.
" Lapar ya? Mandi dulu deh mas biar gak bau asem." candaku sambil menutup hidungku.
" Ia tertawa, mengusap pucuk kepalaku dan berlalu masuk kekamar. Aku mengikutinya, menyiapkan pakaian gantinya.
Aku menunggunya sambil duduk di pinggir ranjang. Bermain handphone membuka logo biru. Begitu banyak status teman-teman ku terpajang disana. Begitu berwarna hidup mereka. Ada yang posting bersama anak-anak mereka. Sempurna!
Aku kapan ya Allah???
Mas Adzam sudah selesai mandi. Aroma sampo dan sabun menguar di indra penciumanku.
Satu kata untuk mas Adzam, macho.
Andai ada anak yang meramaikan rumah ini pasti kehidupan kami sempurna, batinku.
" Afi..." mas Adzam mengguncang bahuku.
" Eh, iya ada apa mas?" sontak aku terkejut.
" Mikiri apa? lagi banyak hutang ya? sampai gak dengar mas panggil."
Aku tersenyum " Uang yang kemarin saja belum habis loh mas."
" Hemat banget sih?"
"Afi harus belajar nabung mas.. kan enggak selamanya kita sehat. Kalau sekarang Afi foya-foya itu gak ada faedahnya mas." jelasku panjang lebar.
Mas adzam mendekatkan bibirnya. Cup! satu ciuman di pipi kiriku.
" Terima kasih sudah menjadi istri terbaik untuk mas ya sayang.."
Ah.. manis sekali suamiku. Aku memeluknya erat kemudian mengelitik pinggangnya.
Mas Adzam kegelian, meminta ampun. Itulah yang membuat kami selalu tampil harmonis.
*************
" Enak sekali masakanmu yang." pujian mas Adzam memabukkan bagiku.
" Ini sedang memuji apa menghina mas?" naik turun alis ku menggodanya.
" Masakan Istri mas adalah yang ter....enak... didunaia setelah masakan ibu. heheheh..." ia berkelakar.
Aku mengangguk anggukkan kepala. Memang benar yang dibilang mas Adzam, masakan ibu mertua sangat lezat. Aku banyak belajar dari ibu mas Adzam.
Nasi yang kumasak sebanyak dua cangkir ludes sudah. Seafood ala aku pun sudah bersih.
" Alhamdulillah... kenyang." tampak ia mengusap-usap perutnya.
" Kayaknya timbangan mas bakal nganan lagi lah yang.."
" Gak papa dong mas, aku malah senang. Berarti aku berhasil jadi istri kamu." kelakarku.
Aku mulai memberesi meja makan kami. Suamiku tersayang masih setia duduk menemaniku. Aku mencuci piring kotor bekas makan tadi, agar besok pagi dapurku sudah terlihat rapi.
Huft!
Selesai sudah acara makan malam kami. Setiap malam selalu kami habiskan dengan makan berdua,ngobrol berdua dan semuanya serba berdua.
Malam mulai datang. Jam di dinding sudah menunjukkan pukul sepuluh malam. Kami sedang berbaring diranjang. Sebelum tidur biasanya kami akan habiskan dengan menonton video yang lucu-lucu. Tapi kali ini aku memutar video anak bayi. Ada suara bayi yang menangis, ada juga suara bayi yang tertawa.
" Menggemaskan sekali yah mas!" Aku mulai memancing reaksinya.
Gak ada tanggapan sama sekali. Ia malah mengambil handphonenya dan asyik dengan handphonenya.
" Mas.." panggilku pelan.
Ia menoleh sebentar, kemudian asyik kembali dengan handphonenya.
" Mas..?"
" Sudah berapa kali mas bilang jangan lihat video seperti itu, jika ujung-ujungnya kamu bakalan nangis!"
" Kira-kira kita masih bisa punya anak enggak sih mas? Sudah lima tahun loh mas, tapi Allah ndak juga percaya sama kita." Nada suaraku mulai serak.
" Ada anak atau tidak, itu tidak akan mempengaruhi rumah tangga kita kan yang?"
Seperti biasa ia merengkuhku dalam pelukannya.
" Allah belum percaya sama kita. Sabar ya?" ucapnya lagi.
Dia memgambil handphoneku,menghapus semua video yang sudah ku download tadi pagi.
" Tidur yuk! besok pagi mas berangakt pagi. Ada rapat." Ia mematikan lamu kamar kemudian menarikku kedalam pelukannya.
Hangat dan nyaman.
Baru sebentar saja sudah terdengar denguran halus mas Adzam. Aku menatap lelaki pilihanku. Mengusap wajahnya lelahnya. Sampai kapan ia mampu bertahan dengan ku? Rasa khawatir ku kerap datang menghampiri ku.
***************
Suara ayam jantan berkokok terdengar bersahutan. Pukul tiga dini hari. Aku bangkit dari tidurku. Tiga tahun terakhir ini aku rutin melaksanakan shalat malam. Berharap Allah mengabulkan doa-doa ku.
mandi yang bersih juga berpenampilan terbaik ku persembahkan untu menghadap sang pencipta.
Shalat malam ku selalu ditemani dengan air mata yang berderai. Kutumpahkan segala keluh kesahku. Hingga di detik terakhir ku ulang ulang doaku
' YA ALLAH BERI AKU SEORANG ANAK'
Rapuh sudah jiwaku hingga untuk bangkit saja aku tak mampu. Doa yang selama tiga tahun ini tak pernah berubah dan selalu ku ucapkan dengan khusuk. Berharap didengar oleh sang pemberi nyawa
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 56 Episodes
Comments
Embunpagi
maaf bukan kak😊
2023-01-14
0