" Hei, bangun!" seketika aku terloncat, kaget.
Saat membuka mata, ada wajah mas Adzam tersenyum menatap ku.
" Nangis lagi?" Tangannya meraih wajahku.
" Nanti cepat tua loh..." candanya.
Aku memalingkan wajah, malu karena tak bisa setegar mas adzam.
" Jam berapa mas?" tanya ku.
" Tuh lihat sendiri." Mas Adzam menunjuk jam yang menempel di dinding.
Aku menepuk keningku. "Maaf lupa mas."
aku cengengesan.
" Sana ambil wudu, kita shalat subuh berjamaah!" perintahnya.
Aku bergegas mengambil air wudhu.
Indahnya hidup jika sejalan dengan suami.
************
Setelah selesai shalat, aku bergegas kedapur. Masak tersimpel hari ini adalah nasi goreng.
Masakan hari ini selesai. Mas Adzam sudah tampil rapi.
" Rapi banget sih mas?"
Ia tersenyum menatapku. " uda siap yang?"
" Uda sayang.. makan yuk!" Aku menyiapkan nasi goreng ke piring mas Adzam.
" Lezat banget yang..."
" Gombal banget sayang... lihat ini telinga ku sudah mau terbang." ucapku seraya memegang telinga.
hahaha.... kami tertawa bersama- sama.
Selesai sarapan mas Adzam bersiap-siap hendak berangkat kekantor. Aku mengantar kepergian mas Adzam tak lupa mencium dan memeluk mas Adzam.
" Hati-hati ya mas! Istrimu menunggu dirumah!" pesanku.
" Iya sayang..."
Mobil putih mas Adzam pergi meninggalkan ku. Aku segera masuk dan menutup pintu.
Setelah kepergian mas Adzam, Aku ingin beberes rumah karena setelah zhuhur aku akan pergi pengajian dimesjid.
Menyiram bunga sudah, beres-beres rumah sudah, mandi sudah. Ini waktunya aku rehat di kamar. Kamar adalah tempat ternyaman bagiku.
Kuambil handphone, membuka logo biru adalah sasaranku. Ada postingan teman-teman ku. Ada yang sedang jalan-jalan, sedang kumpul keluarga, sedang jemput anak sekolah. Bahagia sekali mereka. Aku melempar handphone ku. Ada rasa iri yang mengganjal dihati.
Ya Allah... jangan sampai iri dengki bersarang dihati.
*************
Siang ini selepas zhuhur, aku sudah sampai di tempat pengajian. Begitu banyak orang- yang datang. Aku memandang disekeliling. Ada sosok yang pernah ku kenal, perempuan bersyar'i merah muda itu. Aku mengetuk-ngetuk kepalaku. Ayo berpikir...
Hanum! iya itu Hanum teman kuliahku dulu.
Aku mendekatinya, memperhatikannya yang sedang mengobrol dengan temannya. Sadar diperhatikan oleh ku, Ia menatapku. Mata menyipit, mungkin berusaha mengingat.
" Rafidah..? Afi..?" ucapnya sambil menunjukku.
Aku mengangguk. Ia menghambur kearahku memeluk erat hingga aku merasa sesak.
" Aku tidak sangka kita bisa berjumpa ditempat ini." serunya riang.
Sepanjang pengajian aku bahagia karena bisa bertemu dengannya lagi.
setelah selesai pengajian, akhirnya kami mampir di warung bakso. Kami memesan dua mie ayam bakso dan dua gelas es teh manis.
" Kamu sudah menikah num?" aku membuka obrolan kami.
" Sudah, tapi suamiku sudah pergi di jemput Allah." ucapnya datar.
Aku terkejut." Jangan bercanda num.."
" Tidak ada kematian di buat bercanda Fi.."
Ia menyeruput es teh dihadapannya. " Dua tahun yang lalu." jawabnya lagi.
" Sakit?" aku penasaran.
" Kecelakaan saat berangkat kerja."
" Lalu anakmu ada berapa?"
" Kemarin aku sempat hamil dua bulan, karena depresi suami meninggal akhirnya aku keguguran." jawabnya santai. Sepertinya ia sudah move on. seperti tidak ada lagi kegetiran.
" Kamu sendiri? gimana dengan hidupmu?" tanyanya balik.
Aku menarik napas dan menghembuskan.
tidak ada cerita yang menarik dalam hidupku.
" Aku sudah menikah lima tahun yang lalu, tapi belum di percaya Allah untuk punya momongan." Aku mencoba tersenyum meski pahit sekalipun.
ia mengelus pundak ku " Sabar, Allah tidak akan menguji umatnya diluar batas kemampuan."
Aku mengepalkan tangan " semangat!"
Akhirnya kami tertawa bersama-sama
Aku melihat fotoku dengan Hanum. Sebelum berpisah kami menyempatkan untuk foto bareng. Hanum termasuk kembang desa di kampus. Hidung mancung dipadukan alis yang lebat, lebih tepatnya ke Arab-araban.
Aku tersenyum, sebahagia inikah bertemu dengan sahabat lama? sampai aku tak sadar mas Adzam sudah duduk disampingku dan meraih handphone ku.
" Lihat apa?"
Aku menarik handphoneku dari tangan mas Adzam. " Ih mengganggu saja." merengut sudah wajahku.
" Segitunya sampai suami sendiri di cemberutin. Hati-hati diluar sana banyak cewek cantik yang memberi senyum manis pada suami mu ini." candanya.
Aku melotot menakutinya. Tapi yang ada dia bukan takut malah menertawaiku. Lucu katanya.
" Mas lihat deh!" Aku memberikan handphone ku pada mas adzam.
" Foto kamu sama siapa?" heran di wajahnya tampak tergambar.
" Cantikan siapa mas?" Aku meminta penilaiannya.
" Cantikan yang ini." Ia menunjuk foto Hanum.
Reflek aku mencubit pinggangnya, geram.
" Aduh.. ampun sakit sayang.."
"Rasain!" kujulurkan lidah pada suami ku itu.
" Emang siapa perempuan ini yang?" Tanyanya serius.
" Dia sahabatku, tak sengaja tadi aku bertemu dengannya di pengajian. Sudah menikah, tapi suaminya meninggal karena kecelakaan. Pernah hamil, tapi keguguran." Aku menjelaskan kisah sahabat dengan runtut.
" Jangan nangis.." ucapnya sembari mengusap puncak kepalaku.
" Enggak, aku cuma sedih mas.."
**************
Hari ini kami ada janji dengan dokter sarah, kami sudah menjalani beberapa tes, dan kini kami sedang menunggu hasil pemeriksaan minggu lalu.
Disinilah kami sekarang, saling berpegangan tangan untuk menguatkan.
Dan pagi ini seperti Ada petir yang menyambar disiang bolong, dadaku seoerti dipukul palu besar. Sesak, sakit memenuhi rongga dadaku kala dokter menjelaskan, akulah sesungguhnya yang mandul.
Aku menggigit bibirku kuat, ada rasa asin yang kurasakan. Dengan cara seperti itu aku bisa meredam tangis ku.
Sepanjang perjalanan air mataku turun tak terbendung. Seperti tak siap hati ini menerima kenyataan. Setelah sekian kali menjalani program, ini adalah yang aling menyakitkan.
Perjalanan menuju rumah seakan melambat.
Hanya nyanyian dari Rossa mengalun dari tape mobil milik mas Adzam. Aku pun tak berbicara sepotong kata pun. Termasuk saat mas Adzam mengajak ku makan karena jadwal makan siang sudah terlewat sementara ini sudah sore.
Aku hanya ingin cepat-cepat sampai dirumah. Hari ini adalah hari terlelah dalam kehidupan ku.
Mobil memasuki area rumah kami, aku turun. Masuk kekamar dan menguncinya dari dalam. Aku butuh ketenangan batin.
Aku merasa malu pada diriku sendiri, karena lagi-lagi Allah tak percaya padaku. Allah tidak ingin aku merasakan kebahagian untuk menjadi seorang ibu.
gedoran pintu berkali-kali dilakukan mas Adzam, bahkan handphone ku pun berbunyi. Aku tau itu, karena aku memberikan nada dering khusus untuk mas Adzam.
Aku berbaring diranjang, mataku bengkak sudah. Keadaanku sudah tak karuan. Bahkan aku tak berminat mandi sedikitpun. Perutku seperti diaduk-aduk, mungkin karena dari tadi siang belum sebutir nasi masuk kedalam perutku.
Tok..Tok..Tok..
suara pintu diketuk.
" Yang, bukalah pintunya. Ini sudah pukul sepuluh malam dan kamu belum makan." panggilnya.
Aku hanya menatap pintu itu tanpa ingin membukanya.
Aku tau mas Adzam tidak akan menemukan kunci duplikatnya. Karena ia tidak pernah mengurusi keadaan rumah ini. Aku menyimpan kunci di bagian lemari dapur.
Semakin lama pandanganku semakin buram, semua benda yang kulihat bergoyang. Termasuk dinding kama ini.
Aku mulai ketakutan " Mas..mas Adzam tolong aku... " teriakku.
" Kamu kenapa? Buka pintunya yang!" Gedoran di pintu semakin kencang.
" Gak bisa, semuanya goyang." tangisku semakin kencang.
" Kunci duplikat dimana?" teriak nya dari luar.
" Dilemari dapur mas." Jawabanku melemah sudah.
Setelahnya aku tidak tahu apa yang terjadi. Gelap!
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 56 Episodes
Comments
buk e irul
keknya seru nih
2023-08-28
1