NovelToon NovelToon

Boleh Ku Pinjam Rahimmu?

Boleh Ku Pinjam Rahimmu 1

Aku menatap layar handphone ku, terlihat wajah mungil nan lucu muncul di layar. Gelak tawanya sukses membuatku ikut tersenyum.

" Lucu sekali." batinku sibuk mengomentari video dilayar handphone ku.

Refleks tangan ini mengusap perutku yang datar. Andai saja ada...

Namaku Rafidah, biasanya dipanggil Afi.

Diumur ku yang sudah menginjak kepala tiga, ingin rasanya aku memiliki buah hati.

Jangan tanya perjalananku dan usahaku. Berbagai saran orang dan saran dokter selalu ku ikuti, tapi Allah belum jua mempercayai kami

Adzam, dia suamiku yang telah menikahiku kurang lebih lima tahun. usia kami hanya terpaut dua tahun. berarti sekarang ia sudah berusia tiga puluh dua. usia yang matang untuk menjadi seorang ayah.

Aku mengusap sudut mataku. Setiap membahas anak entah mengapa aku menjadi orang yang sangat rapuh. Wajarkah itu?

***************

Aku menutup pintu kamar. Kulirik jam yang menggantung di dinding. Sudah pukul empat sore, sebentar lagi mas Adzam akan pulang kerja. Aku mengambil handphone ku menekan nomor suamiku. Aktivitas yang tak pernah ku lupakan sejak lima tahun yang lalu. Hal yang kusukai adalah bertanya menu makan malam kesukaannya. Walaupun aku sudah tau jawabannya hanya satu kata yaitu terserah.

Sambungan telepon tersambung.

" Assalamu'alaikum sayang..."

Selalu seperti itu, Salam yang diucapkan mas Adzam sukses mengundang senyumku.

" Waalaikumsalam mas. Mau dimasakin apa hari ini?" tanyaku tanpa basa basi

" Terserah kamu, mas ikut aja." jawaban yang singkat dan padat.

" Oke ditunggu ya kepulangannya mas.. hati hati dijalan! Assalamu'alaikum mas.."

" Waalaikumsalam sayang..."

Sambungan telepon terputus

Aku berjalan menuju dapur, membuka lemari pendinggin. Ada cumi-cumi, kerang, udang, juga jagung. terlintas di pikiranku menyatukan ke empat bahan makanan itu.

******Seafood******! Aku sudah pernah memasaknya beberapa kali. Dengan lincah jari jemariku mengolah menu makan malam nanti.

setelah empat puluh lima menit berjibaku dengan bahan masakan, akhirnya selesai juga.

Masih ada waktu lima belas menit untuk bisa tampil cantik menyambut suamiku pulang.

gamis navy polos kupadukan jilbab motif flower warna senada menjadi pilihanku sore ini. Tak lupa memakai bedak lipstik juga minyak wangi agar tampilanku lebih segar.

Mempunyai suami yang bekerja diluar dan selalu berhadapan dengan wanita cantik membuatku berusaha selalu sempurna di hadapannya. Aku ingin pandangannya tetap segar walau sedang berada dirumah.

Sempurna! Aku tersenyum memandang tampilan wajahku di cermin.

Aku bergegas menuju teras depan untuk sekedar menikmati udara sore ini. Diteras ini aku memelihara tumbuhan bunga mawar. Berbagai warna ada didalam koleksiku. Saat berkekaran seperti ini bisa menjadi penghilang suntukku.

Saat sedang asyik menikmati bunga mawar milikku, terlihat mobil putih milik mas Adzam memasuki halaman rumah kami.

Ia menutup pintu mobil. Aku meraih tangannya, tangan lelaki halal ku yang tanpa lelah memenuhi semua kebutuhanku. Tak lupa Tas kerja miliknya ku ambil dari dalam mobil. Setelahnya kami masuk beriringan.

" Hem..wangi apa nih?" ia menatapku.

" Lapar ya? Mandi dulu deh mas biar gak bau asem." candaku sambil menutup hidungku.

" Ia tertawa, mengusap pucuk kepalaku dan berlalu masuk kekamar. Aku mengikutinya, menyiapkan pakaian gantinya.

Aku menunggunya sambil duduk di pinggir ranjang. Bermain handphone membuka logo biru. Begitu banyak status teman-teman ku terpajang disana. Begitu berwarna hidup mereka. Ada yang posting bersama anak-anak mereka. Sempurna!

Aku kapan ya Allah???

Mas Adzam sudah selesai mandi. Aroma sampo dan sabun menguar di indra penciumanku.

Satu kata untuk mas Adzam, macho.

Andai ada anak yang meramaikan rumah ini pasti kehidupan kami sempurna, batinku.

" Afi..." mas Adzam mengguncang bahuku.

" Eh, iya ada apa mas?" sontak aku terkejut.

" Mikiri apa? lagi banyak hutang ya? sampai gak dengar mas panggil."

Aku tersenyum " Uang yang kemarin saja belum habis loh mas."

" Hemat banget sih?"

"Afi harus belajar nabung mas.. kan enggak selamanya kita sehat. Kalau sekarang Afi foya-foya itu gak ada faedahnya mas." jelasku panjang lebar.

Mas adzam mendekatkan bibirnya. Cup! satu ciuman di pipi kiriku.

" Terima kasih sudah menjadi istri terbaik untuk mas ya sayang.."

Ah.. manis sekali suamiku. Aku memeluknya erat kemudian mengelitik pinggangnya.

Mas Adzam kegelian, meminta ampun. Itulah yang membuat kami selalu tampil harmonis.

*************

" Enak sekali masakanmu yang." pujian mas Adzam memabukkan bagiku.

" Ini sedang memuji apa menghina mas?" naik turun alis ku menggodanya.

" Masakan Istri mas adalah yang ter....enak... didunaia setelah masakan ibu. heheheh..." ia berkelakar.

Aku mengangguk anggukkan kepala. Memang benar yang dibilang mas Adzam, masakan ibu mertua sangat lezat. Aku banyak belajar dari ibu mas Adzam.

Nasi yang kumasak sebanyak dua cangkir ludes sudah. Seafood ala aku pun sudah bersih.

" Alhamdulillah... kenyang." tampak ia mengusap-usap perutnya.

" Kayaknya timbangan mas bakal nganan lagi lah yang.."

" Gak papa dong mas, aku malah senang. Berarti aku berhasil jadi istri kamu." kelakarku.

Aku mulai memberesi meja makan kami. Suamiku tersayang masih setia duduk menemaniku. Aku mencuci piring kotor bekas makan tadi, agar besok pagi dapurku sudah terlihat rapi.

Huft!

Selesai sudah acara makan malam kami. Setiap malam selalu kami habiskan dengan makan berdua,ngobrol berdua dan semuanya serba berdua.

Malam mulai datang. Jam di dinding sudah menunjukkan pukul sepuluh malam. Kami sedang berbaring diranjang. Sebelum tidur biasanya kami akan habiskan dengan menonton video yang lucu-lucu. Tapi kali ini aku memutar video anak bayi. Ada suara bayi yang menangis, ada juga suara bayi yang tertawa.

" Menggemaskan sekali yah mas!" Aku mulai memancing reaksinya.

Gak ada tanggapan sama sekali. Ia malah mengambil handphonenya dan asyik dengan handphonenya.

" Mas.." panggilku pelan.

Ia menoleh sebentar, kemudian asyik kembali dengan handphonenya.

" Mas..?"

" Sudah berapa kali mas bilang jangan lihat video seperti itu, jika ujung-ujungnya kamu bakalan nangis!"

" Kira-kira kita masih bisa punya anak enggak sih mas? Sudah lima tahun loh mas, tapi Allah ndak juga percaya sama kita." Nada suaraku mulai serak.

" Ada anak atau tidak, itu tidak akan mempengaruhi rumah tangga kita kan yang?"

Seperti biasa ia merengkuhku dalam pelukannya.

" Allah belum percaya sama kita. Sabar ya?" ucapnya lagi.

Dia memgambil handphoneku,menghapus semua video yang sudah ku download tadi pagi.

" Tidur yuk! besok pagi mas berangakt pagi. Ada rapat." Ia mematikan lamu kamar kemudian menarikku kedalam pelukannya.

Hangat dan nyaman.

Baru sebentar saja sudah terdengar denguran halus mas Adzam. Aku menatap lelaki pilihanku. Mengusap wajahnya lelahnya. Sampai kapan ia mampu bertahan dengan ku? Rasa khawatir ku kerap datang menghampiri ku.

***************

Suara ayam jantan berkokok terdengar bersahutan. Pukul tiga dini hari. Aku bangkit dari tidurku. Tiga tahun terakhir ini aku rutin melaksanakan shalat malam. Berharap Allah mengabulkan doa-doa ku.

mandi yang bersih juga berpenampilan terbaik ku persembahkan untu menghadap sang pencipta.

Shalat malam ku selalu ditemani dengan air mata yang berderai. Kutumpahkan segala keluh kesahku. Hingga di detik terakhir ku ulang ulang doaku

' YA ALLAH BERI AKU SEORANG ANAK'

Rapuh sudah jiwaku hingga untuk bangkit saja aku tak mampu. Doa yang selama tiga tahun ini tak pernah berubah dan selalu ku ucapkan dengan khusuk. Berharap didengar oleh sang pemberi nyawa

Boleh Ku Pinjam Rahimmu 2

" Hei, bangun!" seketika aku terloncat, kaget.

Saat membuka mata, ada wajah mas Adzam tersenyum menatap ku.

" Nangis lagi?" Tangannya meraih wajahku.

" Nanti cepat tua loh..." candanya.

Aku memalingkan wajah, malu karena tak bisa setegar mas adzam.

" Jam berapa mas?" tanya ku.

" Tuh lihat sendiri." Mas Adzam menunjuk jam yang menempel di dinding.

Aku menepuk keningku. "Maaf lupa mas."

aku cengengesan.

" Sana ambil wudu, kita shalat subuh berjamaah!" perintahnya.

Aku bergegas mengambil air wudhu.

Indahnya hidup jika sejalan dengan suami.

************

Setelah selesai shalat, aku bergegas kedapur. Masak tersimpel hari ini adalah nasi goreng.

Masakan hari ini selesai. Mas Adzam sudah tampil rapi.

" Rapi banget sih mas?"

Ia tersenyum menatapku. " uda siap yang?"

" Uda sayang.. makan yuk!" Aku menyiapkan nasi goreng ke piring mas Adzam.

" Lezat banget yang..."

" Gombal banget sayang... lihat ini telinga ku sudah mau terbang." ucapku seraya memegang telinga.

hahaha.... kami tertawa bersama- sama.

Selesai sarapan mas Adzam bersiap-siap hendak berangkat kekantor. Aku mengantar kepergian mas Adzam tak lupa mencium dan memeluk mas Adzam.

" Hati-hati ya mas! Istrimu menunggu dirumah!" pesanku.

" Iya sayang..."

Mobil putih mas Adzam pergi meninggalkan ku. Aku segera masuk dan menutup pintu.

Setelah kepergian mas Adzam, Aku ingin beberes rumah karena setelah zhuhur aku akan pergi pengajian dimesjid.

Menyiram bunga sudah, beres-beres rumah sudah, mandi sudah. Ini waktunya aku rehat di kamar. Kamar adalah tempat ternyaman bagiku.

Kuambil handphone, membuka logo biru adalah sasaranku. Ada postingan teman-teman ku. Ada yang sedang jalan-jalan, sedang kumpul keluarga, sedang jemput anak sekolah. Bahagia sekali mereka. Aku melempar handphone ku. Ada rasa iri yang mengganjal dihati.

Ya Allah... jangan sampai iri dengki bersarang dihati.

*************

Siang ini selepas zhuhur, aku sudah sampai di tempat pengajian. Begitu banyak orang- yang datang. Aku memandang disekeliling. Ada sosok yang pernah ku kenal, perempuan bersyar'i merah muda itu. Aku mengetuk-ngetuk kepalaku. Ayo berpikir...

Hanum! iya itu Hanum teman kuliahku dulu.

Aku mendekatinya, memperhatikannya yang sedang mengobrol dengan temannya. Sadar diperhatikan oleh ku, Ia menatapku. Mata menyipit, mungkin berusaha mengingat.

" Rafidah..? Afi..?" ucapnya sambil menunjukku.

Aku mengangguk. Ia menghambur kearahku memeluk erat hingga aku merasa sesak.

" Aku tidak sangka kita bisa berjumpa ditempat ini." serunya riang.

Sepanjang pengajian aku bahagia karena bisa bertemu dengannya lagi.

setelah selesai pengajian, akhirnya kami mampir di warung bakso. Kami memesan dua mie ayam bakso dan dua gelas es teh manis.

" Kamu sudah menikah num?" aku membuka obrolan kami.

" Sudah, tapi suamiku sudah pergi di jemput Allah." ucapnya datar.

Aku terkejut." Jangan bercanda num.."

" Tidak ada kematian di buat bercanda Fi.."

Ia menyeruput es teh dihadapannya. " Dua tahun yang lalu." jawabnya lagi.

" Sakit?" aku penasaran.

" Kecelakaan saat berangkat kerja."

" Lalu anakmu ada berapa?"

" Kemarin aku sempat hamil dua bulan, karena depresi suami meninggal akhirnya aku keguguran." jawabnya santai. Sepertinya ia sudah move on. seperti tidak ada lagi kegetiran.

" Kamu sendiri? gimana dengan hidupmu?" tanyanya balik.

Aku menarik napas dan menghembuskan.

tidak ada cerita yang menarik dalam hidupku.

" Aku sudah menikah lima tahun yang lalu, tapi belum di percaya Allah untuk punya momongan." Aku mencoba tersenyum meski pahit sekalipun.

ia mengelus pundak ku " Sabar, Allah tidak akan menguji umatnya diluar batas kemampuan."

Aku mengepalkan tangan " semangat!"

Akhirnya kami tertawa bersama-sama

Aku melihat fotoku dengan Hanum. Sebelum berpisah kami menyempatkan untuk foto bareng. Hanum termasuk kembang desa di kampus. Hidung mancung dipadukan alis yang lebat, lebih tepatnya ke Arab-araban.

Aku tersenyum, sebahagia inikah bertemu dengan sahabat lama? sampai aku tak sadar mas Adzam sudah duduk disampingku dan meraih handphone ku.

" Lihat apa?"

Aku menarik handphoneku dari tangan mas Adzam. " Ih mengganggu saja." merengut sudah wajahku.

" Segitunya sampai suami sendiri di cemberutin. Hati-hati diluar sana banyak cewek cantik yang memberi senyum manis pada suami mu ini." candanya.

Aku melotot menakutinya. Tapi yang ada dia bukan takut malah menertawaiku. Lucu katanya.

" Mas lihat deh!" Aku memberikan handphone ku pada mas adzam.

" Foto kamu sama siapa?" heran di wajahnya tampak tergambar.

" Cantikan siapa mas?" Aku meminta penilaiannya.

" Cantikan yang ini." Ia menunjuk foto Hanum.

Reflek aku mencubit pinggangnya, geram.

" Aduh.. ampun sakit sayang.."

"Rasain!" kujulurkan lidah pada suami ku itu.

" Emang siapa perempuan ini yang?" Tanyanya serius.

" Dia sahabatku, tak sengaja tadi aku bertemu dengannya di pengajian. Sudah menikah, tapi suaminya meninggal karena kecelakaan. Pernah hamil, tapi keguguran." Aku menjelaskan kisah sahabat dengan runtut.

" Jangan nangis.." ucapnya sembari mengusap puncak kepalaku.

" Enggak, aku cuma sedih mas.."

**************

Hari ini kami ada janji dengan dokter sarah, kami sudah menjalani beberapa tes, dan kini kami sedang menunggu hasil pemeriksaan minggu lalu.

Disinilah kami sekarang, saling berpegangan tangan untuk menguatkan.

Dan pagi ini seperti Ada petir yang menyambar disiang bolong, dadaku seoerti dipukul palu besar. Sesak, sakit memenuhi rongga dadaku kala dokter menjelaskan, akulah sesungguhnya yang mandul.

Aku menggigit bibirku kuat, ada rasa asin yang kurasakan. Dengan cara seperti itu aku bisa meredam tangis ku.

Sepanjang perjalanan air mataku turun tak terbendung. Seperti tak siap hati ini menerima kenyataan. Setelah sekian kali menjalani program, ini adalah yang aling menyakitkan.

Perjalanan menuju rumah seakan melambat.

Hanya nyanyian dari Rossa mengalun dari tape mobil milik mas Adzam. Aku pun tak berbicara sepotong kata pun. Termasuk saat mas Adzam mengajak ku makan karena jadwal makan siang sudah terlewat sementara ini sudah sore.

Aku hanya ingin cepat-cepat sampai dirumah. Hari ini adalah hari terlelah dalam kehidupan ku.

Mobil memasuki area rumah kami, aku turun. Masuk kekamar dan menguncinya dari dalam. Aku butuh ketenangan batin.

Aku merasa malu pada diriku sendiri, karena lagi-lagi Allah tak percaya padaku. Allah tidak ingin aku merasakan kebahagian untuk menjadi seorang ibu.

gedoran pintu berkali-kali dilakukan mas Adzam, bahkan handphone ku pun berbunyi. Aku tau itu, karena aku memberikan nada dering khusus untuk mas Adzam.

Aku berbaring diranjang, mataku bengkak sudah. Keadaanku sudah tak karuan. Bahkan aku tak berminat mandi sedikitpun. Perutku seperti diaduk-aduk, mungkin karena dari tadi siang belum sebutir nasi masuk kedalam perutku.

Tok..Tok..Tok..

suara pintu diketuk.

" Yang, bukalah pintunya. Ini sudah pukul sepuluh malam dan kamu belum makan." panggilnya.

Aku hanya menatap pintu itu tanpa ingin membukanya.

Aku tau mas Adzam tidak akan menemukan kunci duplikatnya. Karena ia tidak pernah mengurusi keadaan rumah ini. Aku menyimpan kunci di bagian lemari dapur.

Semakin lama pandanganku semakin buram, semua benda yang kulihat bergoyang. Termasuk dinding kama ini.

Aku mulai ketakutan " Mas..mas Adzam tolong aku... " teriakku.

" Kamu kenapa? Buka pintunya yang!" Gedoran di pintu semakin kencang.

" Gak bisa, semuanya goyang." tangisku semakin kencang.

" Kunci duplikat dimana?" teriak nya dari luar.

" Dilemari dapur mas." Jawabanku melemah sudah.

Setelahnya aku tidak tahu apa yang terjadi. Gelap!

Boleh Ku Pinjam Rahimmu 3

Aku membuka mata, Aku ada di sebuah ruangan serba putih. Ada mas Adzam disampingku sedang menggenggam tanganku. Mamah mertua pun ada diruangan ini sedang duduk. Ada kecemasan di wajah mereka.

Aku meraba tanganku, ada selang infus terpasang.

" Gimana perasaannya? yang mana yang sakit?" tanya mas Adzam.

Aku menggeleng, mama mendekatiku.

beliau mengusap puncak kepalaku yang tertutup kerudung.

" Jangan sedih, Insya Allah ada jalan terbaik."

ucapan mama bagai Air yang mengalir di padang tandus.

Air mata mulai meluncur satu persatu.

Sedih rasanya hatiku. Hadir di dalam keluarga yang sangat baik, namun aku tidak bisa memberi kebahagiaan, khusunya untuk suamiku.

" Apa pun yang terjadi, rasa sayangku tak pernah pudar. Kita akan menua bersama." ucapnya penuh yakin.

Aku hanya bisa memberikan senyum yang hambar.

****************

Hari ini aku sudah boleh pulang, keadaan ku sudah mulai membaik. Aku di tuntun mas Adzam ke kamar. Sudah dua hari ini ia cuti bekerja, katanya ingin menemaniku. Mama pun masih berada dirumahku.

" Jangan sedih terus dong.. mas rindu sama bawelnya kamu. Rindu sama masakan kamu." sendu ucapan mas Adzam.

" Mas, pernah enggak sih kamu kepikiran tentang hal ini?" Aku mencoba untuk tidak nangis. " Aku uda mencoba untuk melupakan semua ini. Tapi... kata-kata Dokter semalam itu selalu terngiang di telingaku mas." Keluar sudah unek-unek yang mengganjal di hati ku.

" Sebagai perempuan, aku merasa tidak sempurna."

Lagi-lagi suamiku hanya bisa memelukku erat. Aku menangis didadanya, hingga bajunya basah oleh air mataku.

Tok..Tok..Tok ..

pintu kamar diketuk.

" Masuk aja ma!" ucap mas Adzam.

Mama masuk membawa sebuah mangkuk lengkap bersama nasi dan air putih. Tampak makanan itu baru dimasak, karena ada asap yang masih mengudara di sekitar makanan.

Aroma masakan mama memenuhi kamar ini. Membuat siapa pun yang mencium menjadi lapar.

" Makan dulu sayang.. mama hari ini masak sop buat kamu. Biar kamu cepat pulih." ucap mama sambil meletakkan makanan itu ke atas meja.

" Oh ya Zam, tolong kamu suapi Afi ya.. mama mau lanjut beres-beres rumah dulu ."

" mah. jangan capek-capek nanti mama sakit. Terimakasih suda mengurusi Afi dengan baik." ucapku tulus.

" Ini biasa buat mama Fi, yang terpenting kamu bisa pulih dulu." mama berlalu meninggalkan kami.

Aku makan disuapi mas Adzam. Selanjutnya minum obat. Rasa kantuk menyerangku hingga aku tak mampu membuka mata.

*****************

Huammm..! Aku melirik jam yang tergantung di dinding.

Sudah pukul Dua, Hari ini aku tidur siang hampir empat jam. Badanku terasa segar.

Aku mengambil handuk, kangen pengen mandi. Badanku terasa lengket. Bau asam!

" Yang! Ada yang nyariin." Suara mas Adzam memanggilku.

" Iya mas! sebentar lagi siap." sahutku.

Aku pun buru-buru mandi. Penasaran siapa yang datang mencariku.

Selesai sudah, Aku mematut tampilanku di cermin.

Aku melangkah keluar kamar.

Dari balik dinding aku melihat seorang wanita berhijab sedang asyik ngobrol bersama mama.

Aku melangkah mendekati mereka.

" Hanum!" panggilku.

" Hai.." Ia bangkit dari duduknya dan memelukku.

" Kamu sakit ya? Kok ngabari aku?" Ucapnya cemberut.

" Aku gak papa sayang.." ucapku meyakin kan.

"Kalau gak papa kenapa sampai dirawat? Itu tandanya kamu sakit." bantahnya lagi.

" Iya.. Maaf ya." Aku mengangkat du cari ku atas sebagai tanda permintaan maaf.

" Mama masuk kedalam dulu ya. Mau istirahat." ucap mama berlalu meninggalkan kami.

" Kamu ada masalah?" Hanum menyelidiki aku seperti Detektif.

Aku menghela napas. Berat rasanya ingin membicarakan masalahku.

" Aku sahabatmu, ceritalah! Mudah-mudahan aku bisa membantumu." ucapnya lagi.

" Aku MANDUL!" ucapku tegas.

Bahkan Allah tak izinkan ku hamil sekejap saja sepertimu." ucapku lagi.

Ia memelukku, berbisik di telingaku. " Yang sabar.." Ia memberi semangat padaku.

" Aku kadang -kadang suka heran dengan kehidupan ini." ucapku sendu.

" Kenapa? Kehidupan di dunia tidak ada yang sempurna Fi."

Aku mengangguk. Tiba-tiba saja mas Adzam keluar dengan pakaian rapi menenteng tas kerjanya.

" Loh mas mau kemana?"

"Maaf ya yang, mas harus berangkat kerja."

" Tapi kan uda sore..?"

" Ada metting mendadak." Ucapnya terburu-buru.

Cup! Mas Adzam mencium pipiku didepan sahabatku.

Aku mencubit pinggangnya pelan.

" Ih, gak malu." bisikku di telinganya

Kemudian Mas adzam menyapa Hanum dan berlalu pergi.

" Jadi pengen punya ayang.." Sindir sahabatku.

Kami pun tertawa bersama.

Tidak terasa hari beranjak sore, Hanum pun berpamitan pulang. Aku mengantar kepulangan sahabat ku di depan rumah.

" Jangan banyak pikiran, kesehatan itu di atas segalanya." Ia memelukku erat.

Aku tersenyum. " Terimakasih sudah main ke rumahku. Hati-hati ya!"

Mobil melaju meninggalkan pekarangan rumahku.

Aku menutup pintu.

Duduk di depan tv adalah favorit ku.

Saat sedang santai, Tampak mama menjinjing tas dengan pakaian yang rapi.

" Mama mau kemana uda sore?" tanyaku heran.

" Mama mau kerumah sakit, Rina sudah mau lahiran."

Rina adalah adik perempuan mas Adzam nomor dua.

"Afi ikut ya ma!" Aku bangkit hendak bersiap-siap.

" Enggak usah ikut kamu belum sehat, besok saja datangnya sama Adzam." Larang mama.

Aku merengut. Berhadapan dengan mama mertua sudah kuanggap seperti mama kandungku sendiri. Terkadang aku sudah bermanja-manja dengannya. Membuat mas Adzam iri melihatku.

" Kesehatanmu jauh lebih penting sayang.." ucap mama lembut.

Aku tersenyum malu, " Mama mau naik apa? Aku pesanin Taxi ya?"

" Oke." Mama mengangkat jempolnya.

Setelah beberapa menit, Taxi pesanan kami datang. Aku membantu mama membawa tas.

Mama memelukku. " Jaga kesehatan ya!"

" Siap bos." candaku.

Mama menghilang bersama perginya taxi yang di naikin oleh mama.

Huft! sepinya rumah ini.

Aku menutup pintu dan masuk kedalam kamar. Karena bosan aku bermain handphone.

Untuk mengusir rasa bosanku, aku menonton video. Lagi-lagi yang muncul adalah kelucuan tentang anak-anak.

Terkadang aku tertawa, terkadang aku sudah menangis.

Tak jarang aku mengusap perutku. Berkhayal ada nyawa yang tumbuh didalam rahimku.

Saat sedang asyik nonton video, handphone ku berbunyi. Nama mas Adzam terpampang di layar handphone ku.

(Assalamu'alaikum mas)

(waalaikumsalam, Fi sebentar lagi mas jemput kita kerumah sakit.) terdengar suara mas Adzam di telpon.

(Oke mas)

Sambungan telpon di tutup.

Aku pun mulai mengganti pakaian. Tak lupa pakaian ganti mas Adzam pun kupersiapkan.

Setelah menunggu hampir tiga puluh menit akhirnya mas Adzam pulang.

" Aku uda mau jamuran loh mas nunggu kamu." rajukku.

" Mana jamurnya? Sini mas bersihin." katanya tak mau kalah.

" Mas mandi sebentar ya, bau asam." Ia bergegas berlalu dari hadapanku.

Setelah lima belas menit, mas Adzam keluar dari kamar.

Aku terpesona menatapnya hingga tak sadar mulutku melongo membentuk huruf O.

" Biasa aja mulutnya yang, nanti lalat masuk bisa berabe." Candanya menggodaku.

" Ge-eR." Aku mencebik tak terima.

Kami membelah jalan basah yang disiram gerimis sore ini.

Lagu dari Andra the backbone mengalun menemani sore kami.

KAU BEGITU SEMPURNA, DIMATAKU KAU BEGITU SEMPURNA...

Mas Adzam ikut bernyanyi.

Aku hanya senyam senyum melihat tingkahnya.

" Kita makan dulu apa langsung yang?"

" Langsung aja lah mas, gak sabar pengen ketemu Rina dan debaynya." ucapku antusias.

Dan akhirnya kami sampai di rumah sakit. Mama menyambut kami di pintu masuk.

Kami pun beriringan masuk keruangan Rina, tampak Rina masih tergolek lemah.

Aku memeluk adik iparku. " Sehatkan sayang?"

"Alhamdulillah mbak.."

Aku menggendong bayi mungil yang sedang tertidur di box bayi.

Kucium lembut pipinya. Ku genggam tangannya. Ada rasa haru yang menyelimutiku. Hingga pandanganku menjadi kabur. Tanpa malu-malu Air mata berlomba-lomba menetes di pipiku.

Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!

Download Novel PDF
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!