Dimanfaatkan Keluarga Suami (Mari Bercerai, Mas)

Dimanfaatkan Keluarga Suami (Mari Bercerai, Mas)

Episode 1

Anggi Sauna, perawan tua yang dua kali dilamar tapi dua kali juga batal nikah. Alasannya hanya satu, pria yang melamarnya selalu meminta jatah sebelum menjadi suami dari Anggi dan Anggi menolak mentah-mentah permintaan itu. Akibatnya Anggi tak mau lagi menikah di usia yang baru 25 tahun. Setelah batal nikah dengan pria kedua, Anggi memasukkan lamaran pekerjaan di Dinas Kesehatan yang kebetulan membuka lowongan.

Batal nikah membuat Anggi ingin melajang seumur hidup namun para tetangga juga orang-orang di lingkungannya bahkan sang Ibu–Fatma Larasati kerap menyentil Anggi dengan kalimat yang terdengar menyindir. Sekalipun begitu, Fatma adalah Ibu yang luar biasa. Selama Anggi bekerja, Fatma tidak pernah meminta uang pada sang putri. Justru sebaliknya, wanita tua itu menyisihkan sedikit uang dari hasil tani yang kerap dia panen sebulan sekali. Bukan hanya itu, Fatma juga tak menggunakan uang yang Anggi berikan tiap bulannya.

Anggi memiliki dua orang Kakak yang dua-duanya telah memiliki pasangan hidup. Mengingat kedua kakaknya terlibat dalam membiayai biaya kuliah Anggi, Anggi pun tak melupakan kebaikan kedua Kakaknya. Dia berjanji akan menyisikan sedikit uang dari gaji yang dia dapatkan untuk keperluan mendadak sang Kakak. Terlebih kedua kakaknya memiliki anak yang suka jajan bahkan sebentar lagi akan lulus Sekolah.

Dan kini, usia Anggi 29 tahun. Usia yang sudah sangat matang bahkan melebihi kata matang untuk wanita.

...

Alarm manual membuat Anggi yang masih terlelap harus membuka mata. Siapa lagi kalau bukan Fatma. Suara Fatma yang melengking terkadang membuat Anggi kesal namun dia suka mendengar Ibunya menggedor pintunya pagi-pagi.

"Anggi bangun ... Anak gadis apa yang tidurnya sampai jam segini .. Ingat umur Anggi ... Nggak baik lagi Ibu bangunin kamu kek anak kecil!"

Berkacak pinggang di depan kamar sang putri, Fatma mengomel seperti pagi sebelumnya.

"Ibu, aku sudah bangun. Tapi masih duduk-duduk di balkon" sahut Anggi berbohong.

"Apa kamu pikir Ibu nggak tahu kebiasaan kamu! Cepat bangun ..."

Menghela napas kasar, Anggi beranjak dari ranjang. Tanpa merapikannya lebih dulu, wanita itu langsung membuka pintu kamar. Dia mendapati Ibunya menatap kesal padanya.

"Udah tua, tapi masih mau diperlakukan kek anak kecil. Disuruh nikah tapi banyak sekali alasannya. Apa dia pikir aku bakalan hidup sampai waktu tak terhitung!" celetuk Fatma seraya meninggalkan putrinya yang diam dan hanya bisa menghela napas panjang.

"Apa Ibu pikir cari laki-laki yang setia itu gampang!" celetuk Anggi sedikit kesal.

"Anak Pak Broto itu setia Anggi ... lihat, sudah 8 tahun dia menunggu jawaban mu ..." balas Ibu Fatma yang kebetulan mendengar ocehan putri bungsunya.

Tak ingin berdebat, Anggi memilih ke kamar mandi. Walau hari ini hari minggu tapi mandi adalah rutinitas pagi yang tak bisa dilewati. Setelah mandi, Anggi menemui Ibunya di dapur. Di sana, dia mendapati ibunya sesak nafas. Mata Anggi membulat, segera dia menompang tubuh Ibunya.

"Ibu, ayo kita ke rumah sakit" ucap Anggi cemas.

Fatma menggeleng pelan. "Ibu nggak Papa, ini bukannya Ibu sakit parah, ini sesak nafas biasa" jelas Fatma.

"Buk, kita ke rumah sakit ya" Anggi segera menuntun Ibunya ke mobil. Dalam perjalanan, Fatma tiba-tiba ingin minum, segera Anggi memberikannya sebotol Aqua yang ada di mobil.

"Anggi, ayo kita pulang, Nak. Hubungi kedua saudaramu, minta mereka ke rumah sekarang" pinta Fatma kembali menyandarkan bahu di kursi.

"Buk, kok pulang sih. Kita kan belum berobat" protes Anggi. Air matanya pun menetes melihat kondisi ibunya.

"Anggi, tolong dengarkan kata Ibu. Kali ini saja" ucap Ibu Fatma mulai melemah.

Anggi segera memutar arah. Tak berapa lama, dia sudah sampai di rumah. Di depan rumah, sudah ada kedua Kakak Anggi juga suami mereka berserta anak-anak mereka. Irsan–suami Dita, kakak pertama Anggi, pria itu menggendong Ibu mertuanya.

"Ibu, kenapa Ibu nggak mau ke rumah sakit?" tanya Irsan.

"Ibu nggak mau meninggal di sana. Ibu mau di rumah" lirih Fatma.

"Buk ... kok ngomong kek gitu sih!" Anggi yang menyusul Irsan ke kamar semakin meneteskan air mata. Begitu juga dengan Santi, Kakak kedua Anggi.

"Mas Re, tolong bantu aku" pinta Irsan pada suami iparnya, Renal.

Renal membantu Irsan membaringkan Ibu mertua mereka di ranjang. Lalu keduanya mengambil tempat di sisi kiri sang Ibu. Melihat Ibu Fatma mengatur napas, Irsan menatap Renal yang mulai berkaca kaca.

"Renal, Irsan, Ibu titip Anggi ya. Biarpun dia sudah tua, tapi dia tetap putri kecil Ibu. Tolong jaga adik kalian. Carikan dia laki-laki yang keluarganya baik-baik" pinta Ibu Fatma.

Tangis Anggi pun semakin pecah. Dia meraih tangan Ibunya, menciumnya sambil menangis di sana. "Ibu ..."

"Ibu ..." Santi dan Dita memeluk Ibu mereka. Mendengar tangis kedua sang Kakak, Anggi mendongak menatap sang Ibu. Tangis ketiganya semakin menjadi saat sang ibu tak lagi bernapas.

Menangis hingga Anggi jatuh pingsan. Saat dia membuka mata, dia mendapati dirinya di rumah sakit sedang diinfus. Di sampingnya, ada Dita dan Irsan. Anggi berharap Ibunya masih ada, jadi dia menunggu sang Ibu datang tanpa harus bertanya pada Dita dan Irsan. Hampir setengah jam menunggu, dan Ibunya tak jua datang.

"Mbak Dita ... Ibu kok nggak datang. Ibu marah ya sama aku" Anggi kembali menangis.

"Anggi, Mbak tahu kamu belum bisa menerima kenyataan ini. Kamu harus kuat sayang, kamu harus bisa mengikhlaskan kepergian Ibu" ucap Dita.

Waktu berlalu, sudah sepuluh hari kepergian Ibu Fatma. Kepergian wanita cerewet itu menjadi luka untuk putrinya, Anggi. Di dalam kamar, Anggi menangis di bawa selimut kesayangan Ibunya. Rindu itu berat, dan penyesalan itu lebih berat. Andai dia tahu, hari itu adalah ajal sang Ibu, maka pagi itu dia akan bangun lebih awal menyiapkan sarapan pagi untuk ibunya.

"Ibu ... Aku kangen Ibu. Hiks hiks hiks ..." tangis Anggi semakin menjadi.

"Anggi, jangan larut dalam kesedihan, Dek. Ikhlaskan kepergian Ibu. Ayolah Sayang ... jangan seperti ini. Ibu akan sedih bila melihatmu seperti ini" Dita menghampiri.

Anggi menarik diri hingga duduk. "Mbak Dita, pagi itu Ibu omelin aku, hiks hiks ... Ibu minta aku bangun tapi aku malah buat Ibu kesal. Hiks ... Mbak Dita ..." ungkap Anggi menangis.

Benar kata Ibu Fatma, Anggi memang sudah tua tapi tingkahnya masih seperti anak-anak. Tapi, dia akan berpikiran dewasa bila membahas masalah orang dewasa, seperti tentang cinta.

"Anggi, Mas Irsan punya kenalan pria, dia bekerja di Apotek keluarga. Kata Mas Irsan, pria itu baik, dia begitu berbakti pada kedua orang tuanya. Seperti pesan Ibu, Mas Irsan mencarikan kamu pasangan yang baik" ungkap Dita tak mau menunda waktu untuk memberitahu adiknya.

"Mbak, jika memang pria itu baik, aku mau kok menikah dengannya. Asalkan dia juga mau menerimaku" lirih Anggi.

Tanpa Irsan dan keluarga tahu, pria yang akan dikenalkan dengan Anggi adalah pria yang sangat sangat berbakti pada kedua orang tuanya. Saking berbakti nya, 98% gaji yang tiap bulan dia terima selalu diserahkannya pada sang Ibu. Karena itu, Sonaya, istri dari pria berbakti tersebut bunuh diri akibat terlalu menahan sesak di dada.

Terpopuler

Comments

Nuraini

Nuraini

mampir thor

2023-07-18

0

lihat semua

Download

Suka karya ini? Unduh App, riwayat baca tak akan hilang
Download

Bonus

Pengguna baru dapat mengunduh App untuk membuka 10 bab secara gratis

Ambil
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!