Episode 5

Anggi bersiap pulang, begitu juga dengan Vika dan Maya. Karena mereka beda jalur, maka mereka pun berpisah setelah keluar dari lingkungan Kantor. Sebelum pulang ke rumah, Anggi menyempatkan waktu untuk ke tempat kerja suaminya. Anggap saja dia jalan-jalan. Toh mau buat apa dia di rumah, paling tidur siang.

"Mas, makan bakso yuk" ajak Anggi kebetulan Gibran sedang istirahat.

"Ayo" balas Gibran. Gibran dan Anggi ke Warung Bakso depan Apotek tempat dimana Gibran bekerja.

Sambil menunggu bakso yang dipesan, Gibran melirik Anggi sekilas. "Sayang" panggil Gibran pelan agar tak didengar oleh pengunjung yang lain.

Anggi menatap tanya suaminya. "Kenapa?" tanyanya penasaran.

"Kan tahun ini Jena dan Wati lulus sekolah, bisa nggak kamu bantuin aku biayai mereka berdua" kata Gibran serius.

Jleb!! Anggi bingung harus Jawab apa. Dia sudah berjanji pada Santi dan Dita dimana dia akan membantu sang Kakak. Tapi, Anggi juga tak ingin terlibat pertengkaran dengan suaminya.

"Iya bisa. Tapi, tidak semua gaji ku aku gunakan untuk biaya mereka, karena aku juga punya kebutuhan" balas Anggi. Dia tahu, dia sudah menikah, sudah seharusnya dia mengandalkan suami. Tapi, mendengar ungkapan suaminya tadi, Anggi yakin, gaji suaminya itu tidak akan bertahan di tangannya. Dan itu percuma saja menurutnya. Anggi harus punya simpanan untuk masa tuanya kelak. Atau tabungan untuk keturunannya kelak.

Belum sempat Gibran mengucapkan rasa terima kasih atas pengertian istrinya, mas penjual bakso telah meletakkan dua porsi bakso di meja dimana Gibran dan Anggi duduk. Anggi dan Gibran pun mulai menikmati bakso telur yang mereka pesan. Usai makan, Anggi pamit pulang ke rumah karena dia harus tidur siang.

Dalam perjalanan, Anggi kembali memikirkan pembahasan di warung Bakso tadi. "Uang di tabunganku masih ada 65 juta. Aku rasa itu cukup membantu Kak Santi" gumam Anggi.

Setibanya di rumah, Anggi tak mendapati orang rumah. Anggi menghubungi Gibran, bertanya dimana kunci pintu. Pasalnya dia tak membawa kunci cadangan.

"Oke, aku tutup ya" Anggi memutuskan panggilan. Lalu mengambil kunci dari dalam sepatu yang tersusun rapi di samping pintu depan rumah. Membuka pintu, Anggi menyeret langkah ke kamar.

Tanpa melepas pakaian kerjanya, Anggi mengeluarkan ponsel menghubungi Kak Santi. Tak berapa lama Santi menjawab. "Kak Santi, kalau 65 juta cukup nggak buat nambahin uang Kakak?"

"Itu jauh dari kata cukup, Dek" Santi diseberang telepon menjelaskan.

"Ya sudah. Kakak kirim nomor rekening sekarang" ucap Anggi. Dia harus mengirimnya sekarang. Uang itu adalah uang yang dia hasilkan sebelum menikah, jadi dia tak perlu izin dulu pada suaminya. Pikir Anggi. Entah pikirannya benar apa tidak, karena memang Anggi kurang mempelajari tentang itu.

"Bentar" kata Santi.

Pesan masuk, dilihatnya Santi mengirim nomor rekeningnya. Segera Anggi membuka aplikasi BRImo lalu melakukan transfer uang sebanyak 65 juta ke rekening tujuan. Selesai, Anggi mengirim pesan pada sang Kakak karena dia mau istirahat.

Sore hari, Anggi dibangunkan oleh suara ulekan dimana yang mengulek bawang adalah Mama Siska, Mama mertua Anggi yang bermuka dua. Wanita itu tak ingin membangunkan Anggi karena dia sudah mendapatkan kabar dari Gibran dimana Anggi setuju membantu biaya Jena dan Wati kuliah. Sesuai julukannya bermuka dua, maka dia harus bersikap baik dihadapan Anggi.

"Mama masak apa? Kali aja aku bisa bantu" tanya Anggi menghampiri.

"Mau masak sayur bunga pepaya campur kangkung" jawab Mama Siska. "Udah, kamu mandi gih, bentar lagi suami kamu pulang" tambahnya kemudian. Ya, Gibran mulai pulang sore. Tak seperti hari-hari sebelumnya yang pulang malam.

"Ini tuh harusnya Mbak Nena yang masak tapi katanya anaknya sakit" jelas Mama Siska.

Anggi manggut manggut kemudian menarik langkah ke kamar. Bukannya dia suka tak membantu mertuanya tapi kebetulan Anggi ingin melapor ke toilet. Saat wanita itu hendak membantu Mama mertuanya, Gibran datang dari tempat kerja.

"Mah, kok Mama yang masak. Mbak Nena nggak bisa ya?" Gibran mengambil tempat di kursi.

"Nggak, anaknya sakit. Gibran, carikan Mama ART dong, masa tiap hari Mama memasak. Apalagi istri kamu, dia udah cape kerja, masa harus masak lagi" jelas Siska melibatkan Anggi.

"Iya, Mama. Nanti baru aku carikan" ucap Gibran tanpa beban. "Mah, aku ke kamar dulu ya" pamitnya kemudian beranjak dari kursi.

Di kamar, Gibran mendapati Anggi mengoles lipstik di bibirnya. Gibran menarik senyum, dia menghampiri sang istri yang juga tersenyum kearahnya.

"Sudah aku siapin air hangat di dalam" kata Anggi.

"Terima kasih" ucap Gibran sekilas mendaratkan ciuman singkat di bibir sang istri.

Walau usianya tak lagi muda, tapi tindakan Gibran yang tadi membuat jantung Anggi berdetak cepat. "Sepertinya aku kena serangan jantung" batin Anggi.

"Kok bengong sih, mau lanjut?" Gibran tersenyum mesum.

"Apaan sih" Anggi malu. Segera wanita itu beranjak dari kursi berniat keluar kamar namun dicegah oleh suaminya.

"Sayang, ayok" ajak Gibran. Pikiran Anggi mulai menerawang ke hal-hal negatif. Sedetik setelahnya dia mengangguk setuju.

Di dapur, Mama Siska mengumpat karena tadi Anggi tidak membantunya. Kan Anggi bisa menjawab 'Nggak Papa, Mah,. Biar aku bantu ya. Atau biar aku saja yang masak, Mama istirahat saja' seperti itu kira-kira.

Belum selesai memasak, Siska dihampiri putrinya, Laras, yang baru datang dari kampus. Wajah Laras terlihat tidak bersemangat. Entah apa yang dipikirkan wanita itu. Penasaran, Siska bertanya.

"Kenapa?"

Tanpa menjawab, Laras menenggelamkan waja di meja dengan kedua tangan yang dilipat di atas meja. "Bagaimana jika Mama dan Bapak tahu, bisa dibunuh aku" batin Laras. "Aku harus meminta Liam segera menikahi ku sebelum terlambat. Bisa dibunuh aku kalau hamil diluar nikah" tambahnya membatin.

"Mah, Kak Laras kenapa?" tanya Jena yang kebetulan dari rumah tetangga.

"Mama juga nggak tahu" jawab Siska seraya melanjutkan pekerjaan.

"Aku harus menghubungi Liam" batin Laras.

Kembali ke kamar, Anggi kembali mandi setelah diajak bertempur oleh suaminya. Usai mandi dia menemui Mama mertuanya yang sementara menata makanan di atas meja.

"Panggil suami kamu, bilang ayo makan" titah Siska pada Anggi.

Sepeninggal Anggi, Siska menyumpahi menantunya yang tak membantunya memasak. "Andai bukan karena uangnya, aku nggak akan biarkan anakku menikah dengan wanita pemalas seperti dia" batin Siska.

Download

Suka karya ini? Unduh App, riwayat baca tak akan hilang
Download

Bonus

Pengguna baru dapat mengunduh App untuk membuka 10 bab secara gratis

Ambil
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!