Taruhan
Pada suatu siang, di taman belakang Fakultas Teknik Universitas Neosantara, di saat mahasiswa lain sedang sibuk dengan berbagai peralatan tempur berupa buku sketsa, pensil dan alat ukur, ada empat mahasiswa yang memisahkan diri dari aktivitas memusingkan tersebut.
Mereka adalah Pramudya Baskara, Arkafabian Syailendra, Reno Irvansyah dan Juananda Pratama. Keempat pemuda itu adalah mahasiswa Teknik Sipil semester empat. Tetapi tidak seperti mahasiswa Teknik Sipil lain yang rajin mengerjakan tugas, mereka berempat lebih suka nongkrong di gazebo belakang fakultas sembari nyebat dan mengobrolkan hal-hal random seperti sekarang.
"Lo lagi pada gabut, nggak?" Baskara, yang pertama kali menghabiskan rokoknya, memulai pembicaraan.
Dalam banyak kesempatan, Baskara memang selalu menjadi orang pertama yang membuka obrolan sekaligus pencetus ide-ide gila yang berakhir disepakati dan dieksekusi oleh tiga temannya yang lain. Bisa dibilang, Baskara adalah pentolan di circle pertemanan mereka.
"Lumayan." Reno yang duduk di seberangnya menjadi orang pertama yang menyahut. Dia baru saja mematikan rokok pertamanya dan hendak menyalakan yang ke-dua.
"Gue ada bahan baru." Kata Baskara antusias, membuat Reno yang hendak memantik korek api seketika mengurungkan niat dan mencurahkan perhatian kepadanya.
Fabian dan Juan yang masih menikmati rokok mereka masing-masing juga ikut memperhatikan, walau pada kenyataannya mereka masih enggan bersuara.
Menyadari tiga temannya sudah sepenuhnya mencurahkan perhatian, Baskara pun tersenyum senang. Lalu dia mengeluarkan ponsel dari saku celana, tampak fokus menggulir layar selama beberapa saat kemudian menyodorkan ponsel tersebut ke tengah-tengah supaya tiga temannya yang lain bisa melihat apa yang ada di sana.
Ketiga temannya pun segera memajukan tubuh, melongokkan kepala untuk melihat apa yang Baskara tunjukkan.
Dan ketika mereka melihat foto seorang gadis cantik terpampang di layar ponsel pemuda itu, mereka tahu bahwa itu adalah sebuah sinyal yang menandakan bahwa 'perburuan' mereka akan kembali dimulai.
Ketiganya saling pandang. Berusaha berkomunikasi melalui tatapan mata sebelum akhirnya serempak menoleh ke arah Baskara yang sudah tersenyum lebar sampai ke telinga.
"Taruhannya apa?" tanya Fabian, membuat Juan dan Reno keheranan sebab biasanya anak itu yang paling kalem dan hanya ikut-ikut saja saat diajak.
Fabian tidak pernah secara aktif menunjukkan ketertarikannya pada hobi taruhan yang mereka jalani. Seolah anak itu cuma sekadar berpartisipasi supaya masih dianggap bagian dari Pain Killer (nama geng mereka).
"Cimol." Kata Baskara.
Cimol yang dia maksud di sini bukanlah makanan berbahan dasar tepung aci berbentuk bulat-bulat kecil yang biasa dijual di gerobak abang-abang tukang gorengan, melainkan satu unit Ducati Panigale V4, motor kesayangan Baskara yang biasa pemuda itu pakai untuk balapan.
Mendengar Baskara sampai mau mempertaruhkan si Cimol, tiga temannya langsung berasumsi bahwa tingkat kesulitan dalam taruhan mereka kali ini cukup tinggi. Karena sejauh yang mereka tahu, Baskara bahkan lebih menyayangi Cimol ketimbang orang tuanya sendiri.
"Siapa yang bisa dapetin cewek di foto itu dan macarin dia selama sebulan, maka dia berhak mengadopsi Cimol." Jelas Baskara, menatap tiga temannya satu persatu dengan senyum yang dikulum.
"Kalau nggak ada yang berhasil?" tanya Juan, mulai curiga karena taruhan yang Baskara sodorkan kali ini tidak main-main.
"Lo bertiga harus transfer ke gue, masing-masing 200 juta."
"Bangsat! Enteng banget mulut lo ngomong! Bapak gue nggak sekaya bapak lo, Bas!" gerutu Reno.
"Nggak sekaya bapak gue, tapi duit 200 juta tetap kecil kan, buat lo?" tanya Baskara sembari menaik-turunkan alisnya.
Reno tidak menjawab. Setelah mengembuskan napas keras-keras, pemuda itu malah melanjutkan aktivitasnya menyalakan rokok dan mulai menyesap nikotin di dalam lintingan itu hingga asap pekat memenuhi paru-parunya.
"Berarti, cukup satu orang aja yang berhasil, kan?" tanya Fabian lagi, sekadar memastikan.
Baskara menoleh ke arah Fabian dan mengangguk mantap. "Yep. Cukup satu di antara kalian yang berhasil dan berhak mengadopsi Cimol. Yang nggak berhasil nggak perlu keluarin duit sepeser pun."
"Lo nggak ikut dalam 'misi' kali ini?" tanya Juan lagi.
"Nggak, anggap aja gue berperan sebagai pihak penyelenggara yang tugasnya cuma menyediakan hadiah dan menerima denda kalau nggak ada di antara kalian yang bisa menyelesaikan 'misi'."
"Tumben? Biasanya lo yang paling semangat buat cetak rekor?" cibir Reno disela-sela kegiatannya merokok.
"Gue mau rest bentar lah, bro! Harus perbaiki image dulu biar bisa menangkap ikan yang lebih besar." Baskara mengerlingkan mata sembari tersenyum tengil.
"Brengsek emang," Juan terkekeh, meninju pelan bahu Baskara kemudian mereka tertawa bersama.
Sementara itu, tanpa sepengetahuan yang lain, Baskara sedari tadi terus mencuri pandang ke arah Fabian yang terpaku menatapi gambar gadis di layar ponselnya. Kemudian, dia tersenyum kala menemukan Fabian mengangkat kepala dan mulai menyuarakan kesediaannya untuk ikut berpartisipasi di dalam 'misi' mereka kali ini.
"Jadi, lo semua ikut, ya?" tanya Baskara memastikan.
"Atur aja deh." Sahut Reno yang tidak mau ambil pusing. Dia masih lebih tertarik untuk menghabiskan rokoknya ketimbang mendengar Baskara mengoceh.
"Gue jelas ikut, hitung-hitung menambah track record gue supaya bisa nyaingin lo." Kata Juan.
"Gue juga ikut." Fabian menyahut.
Karena semua peserta sudah menyatakan kesediaannya untuk ikut, Baskara pun mengambil kembali ponselnya dan mengeluarkan kunci motor untuk menggantikan posisi ponsel tersebut.
"We're Pain Killer, we can beat the pain!" seru Baskara. Memimpin tiga temannya untuk mengudarakan slogan geng mereka yang legendaris.
Ketiga temannya saling mengulurkan tangan, kemudian mereka mengulangi apa yang Baskara katakan dengan suara lantang sampai beberapa mahasiswa yang ada di sana menoleh secara serempak.
"Slogan udah diteriakkan, pertanda misi baru telah dimulai." Komentar seorang mahasiswa.
"Kira-kira, target mereka kali ini siapa lagi?" komentar yang lain.
"Semoga target kali ini keras kepala dan berhati batu, biar mereka sesekali ngerasain gimana rasanya ditolak sama cewek."
"Taruhan mulu, nggak ada kapok-kapoknya mereka."
"Gimana mau kapok kalau korban mereka malah bangga karena udah pernah jadi pacar anggota Pain Killer, walaupun cuma sebentar dan sebagai bahan taruhan?"
"Branding mereka emang nggak main-main, sih. Soalnya walaupun cuma taruhan, mereka treat bahan taruhan mereka dengan baik. Pas putus juga nggak dilaukin di depan umum, jadi korbannya nggak malu-malu amat."
"Kok gue nggak pernah dijadiin bahan taruhan, ya, sama mereka?"
"Mereka kapan tobat, sih?"
Dan masih banyak komentar lain yang terlontar dari bibir-bibir mahasiswa yang ada di sana. Yang meskipun ada beberapa ucapan mereka yang berhasil sampai ke telinga anggota Pain Killer, empat manusia itu tetap tidak peduli.
Sebab, mereka hidup untuk melakukan apa pun yang mereka inginkan. Tanpa peduli pada penilaian orang lain.
Bersambung
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 122 Episodes
Comments
Raudatul zahra
baru bacaaa...
2023-11-14
2
Aresteia
yolo abiez ya anak nya
2023-03-23
3
Gabriella Samantha
cimol? key baekla
2022-12-18
2