Empat pemuda berpenampilan kece berjalan beriringan melewati koridor di mana para mahasiswa dan mahasiswi yang sedang ada di sekitar kompak menatap takjub ke arah mereka.
Pemandangan seperti ini sudah biasa. Sudah jadi rahasia umum kalau Pain Killer itu adalah geng paling disegani di Universitas Neosantara. Selain karena anggotanya merupakan anak-anak dari orang penting yang memegang kuasa di kampus ini, keempat pemuda itu juga dianugerahi wajah rupawan dan mulut manis madu yang bisa membuat siapa pun lawan bicara mereka bertekuk lutut tanpa banyak usaha yang perlu dikeluarkan.
Kalian pernah menonton serial drama Korea yang berjudul Boys Before Flower, di mana ada empat pemuda tampan yang tergabung ke dalam satu geng bernama F4? Nah, begitulah kira-kira penampakan Pain Killer ini.
Bedanya, mereka tidak senang merundung orang-orang yang taraf ekonomi ataupun status sosialnya lebih rendah ketimbang mereka. Bagi mereka, perbuatan itu sangat rendahan.
Meskipun mereka hobi taruhan untuk mendapatkan hati para gadis di kampus ini untuk kemudian mereka putuskan satu bulan kemudian, para anggota Pain Killer tidak pernah berbuat lebih untuk menyakiti para gadis yang menjadi incaran mereka. Aturannya ada 3 : Tidak menyentuh, tidak mempermalukan dan memberikan ganti rugi.
Ganti rugi? Iya. Mereka akan memberikan ganti rugi kepada para gadis yang telah mereka jadikan bahan taruhan. Hitung-hitung sebagai upah karena gadis-gadis itu mau meluangkan waktu untuk bersenang-senang dengan mereka dalam kurun waktu satu bulan.
"Siapa yang mau mulai duluan?" tanya Reno ketika mereka sampai di depan ruang kelas pertama mereka.
"Barengan." Sahut Juan.
Mendengar itu, Reno melotot. "Kalau barengan, nanti dia tahu kalau lagi dijadiin bahan taruhan!"
"Well, semua orang di kampus ini juga pasti langsung tahu kalau mereka lagi jadi target taruhan kita. Reputasi kita di kampus ini nggak main-main, Ren." Kata Juang, yang langsung diangguki oleh Baskara. Sementara Fabian seperti biasa cuma diam mendengar perdebatan antara teman-temannya.
"Tapi si Biru ini kan anak baru,"
"Anak baru bukan berarti dia buta soal informasi di kampus ini. Dari ujung depan sampai ujung belakang, di seluruh penjuru kampus, siapa yang nggak kenal sama Pain Killer?" kata Baskara.
Reno terdiam. Tidak punya lagi sanggahan untuk dikatakan kalau Baskara sudah mulai menekankan soal seberapa terkenalnya mereka di lingkungan kampus.
"Barengan aja, kayak biasanya. Biar lebih adil juga, kan, kalau kita start di waktu yang sama?" lanjut Baskara.
Ketiga temannya kompak mengangguk, lalu mereka berjalan beriringan memasuki ruang kelas yang seketika menjadi senyap ketika mereka muncul dari balik pintu.
Sekumpulan mahasiswi yang tadinya sedang bergosip sontak mengatupkan bibir rapat-rapat dan langsung terpaku menatapi satu persatu anggota Pain Killer yang duduk bersebelahan.
Menanggapi hal itu, keempat pemuda itu cuma cuek saja. Mereka mulai mengeluarkan peralatan tempur mereka, dan dalam sekejap telah tenggelam ke dalam dunia mereka masing-masing.
Sementara itu ...
Di gedung faklutas lain, Biru yang tidak tahu-menahu bahwa dirinya sedang menjadi bahan taruhan dari geng paling disegani di kampus pun menjalani kehidupan perkuliahannya seperti biasa.
Biru fokus menatap layar proyektor di depan kelas, memperhatikan setiap penjelasan yang dosen pengajarnya sampaikan sambil sesekali menggerakkan tangannya untuk menulis poin-poin penting di buku catatan.
Di sebelahnya, dua gadis lain tampak saling berbisik sembari menunjuk layar ponsel milik salah satu di antara mereka.
Biru melirik ke arah dua gadis tersebut. Sedari awal masuk kuliah, dua gadis itu memang sudah terkenal menjadi biang onar. Selalu saja ada tingkah mereka yang membuat mahasiswa lain geram. Bahkan, di kelas terakhir minggu lalu, mereka dikeluarkan karena terlalu berisik dan mengganggu jalannya kegiatan belajar mengajar.
Tetapi sepertinya mereka sama sekali tidak kapok. Mungkin mereka memang cuma iseng saja mendaftar kuliah, daripada cuma rebahan di rumah dan membuat anggota keluarga yang lain terkena iritasi mata.
Karena pada dasarnya Biru tidak suka keributan, dia akhirnya diam saja, tidak berusaha menegur dua gadis tersebut walaupun sebenarnya dia sudah sangat geregetan. Lagipula, ini masih semester awal, dia tidak ingin reputasinya menjadi buruk hanya karena meladeni manusia tidak punya adab seperi mereka.
Satu setengah jam kemudian, kelas pertama selesai. Berhubung ada jeda sekitar 45 menit sebelum kelas ke-dua dimulai, Biru memutuskan untuk membereskan barang-barangnya dan keluar dari kelas.
Selain karena dia sudah malas mendengar bisik-bisik dua gadis menyebalkan tadi yang semakin lama semakin mengganggu, dia juga merasakan perutnya melilit. Para cacing yang menghuni perutnya seolah sedang berdemo minta diberi makan. Jadi, sebagai majikan yang baik, dia akan mengabulkan permintaan para peliharaannya itu.
Di sepanjang perjalanan menuju kantin fakultas, Biru hanya fokus pada jalanan yang dia lewati. Sepenuhnya mengabaikan sekelompok mahasiswa yang melemparkan tatapan ke arahnya sambil saling berbisik.
Kalau cuma berbisik, Biru tidak akan meladeninya. Tapi kalau sudha ada satu saja di antara mereka yang melakukan cat calling terhadap dirinya, Biru akan langsung putar balik dan menghampiri gerombolan mereka untuk melayangkan tendangan maut ke wajah mereka yang pas-pasan.
Sedikit informasi, Biru adalah pemegang sabuk hitam taekwondo. Jadi soal urusan mematahkan leher seseorang bukanlah hal yang sulit untuk dirinya.
Sampai di kantin fakultas, Biru mengambil posisi duduk yang paling dekat dengan akses keluar. Alasannya cuma satu, supaya dia bisa langsung melesat pergi setelah selesai makan tanpa harus banyak menghabiskan langkah.
Setelah meletakkan tas di atas meja yang dia pilih, Biru berjalan santai menuju satu kedai yang menjual soto ayam. Dia segera memesan satu, lengkap dengan gorengan dan kerupuk udang. Entahlah apa soto match dengan kerupuk udang, Biru hanya mengambil apa yang nampak di depan matanya saja. Untuk minumnya, Biru memilih teh tawar hangat karena dia tidak terlalu suka segala sesuatu yang manis.
Pesanannya telah siap kurang dari lima menit. Segera dia bawa nampan berisi semuanya pesanannya itu menuju meja yang sudah dia incar setelah melakukan pembayaran.
Nampan diletakkan, satu persatu yang ada di atasnya dipindahkan ke atas meja dan dalam sekejap saja, Biru sudah anteng menikmati makanannya.
Sembari makan, Biru melemparkan pandangannya ke area luar kantin. Pada jajaran pohon tinggi nan rindang yang menaungi beberapa bangku di bawahnya. Kalau siang hari, bangku-bangku itu akan dipenuhi oleh para mahasiswa yang sedang kepanasan dan berharap bisa mendapatkan kesejukan dari pohon-pohon di sekitar.
Dan berhubung ini masih lumayan pagi, bangku-bangku itu masih tampak kosong.
Sendok demi sendok tersuap ke dalam mulut. Sampai akhirnya, Biru memasukkan suapan terakhir dan mengunyahnya dengan gerak lambat sebelum menelannya.
Sendok diletakkan dengan posisi tengkurap, lalu dia menyambar teh tawar hangat miliknya dan langsung meneguknya hingga setelah tandas.
Keringat mulai membasahi wajahnya, namun Biru sama sekali tidak merasa terganggu. Dia biarkan bulir-bulir bening itu mengalir melewati lekuk wajahnya sampai beberapa jatuh membasahi baju. Ada tisu di atas meja, tetapi Biru menolak untuk menggunakannya karena sekali menarik satu, dia akan menarik lebih banyak tisu untuk menghapus jejak keringat di wajahnya. Menurutnya, itu adalah sebuah pemborosan.
Sisa teh di dalam gelas Biru tenggak sampai tandas, lalu dia bangkit dari kursi dan segera beranjak dari sana sebelum sisa waktu menuju kelas ke-dua semakin menipis.
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 122 Episodes
Comments
Raudatul zahra
nggak ada visual nya kah ini????
2023-11-14
9
Nenieedesu
sudah aq like dan favoritkan kak
2023-06-19
2
🔵◡̈⃝︎☀MENTARY⃟🌻
Hwaiting Kk
Ry Benci Pakpol mampir
2023-02-23
3