Suamiku Musuhku

Suamiku Musuhku

Bab 1 : Dunia yang Selebar Daun Kelor

Kring~ Kring~

Suara alarm sudah sejak tadi memenuhi kamar berukuran 3x4 meter persegi dengan cat berwarna putih berpadu dengan warna abu-abu.

Di atas ranjang tidur berukuran sedang, masih dengan setia seorang wanita bergelung dengan selimut.

Namanya Sabrina Qirani Prima yang akrab disapa Sabrina. Wanita berusia dua puluh empat tahun itu memang memiliki kebiasaan bangun siang. Meskipun sudah menyetel alarm untuk dibangunkan pukul tujuh pagi, tapi tampaknya belaian bantal tidurnya lebih membuainya. Hari ini rencananya ia ada interview dengan perusahaan tempat sahabatnya bekerja, Delisa. Namun tampaknya interview dengan perusahaan tempat sahabatnya bekerja tidak bisa ia hadiri karena saat ini sudah menunjukkan pukul delapan. Sedangkan aturannya, pukul setengah delapan pagi ini ia harus sudah berada di lokasi interview.

Sabrina pasrah saja kalau memang sudah demikian. Apalagi saat ini kondisi hatinya sedang tidak baik-baik saja. Baru pekan kemarin dia harus kembali menelan pil pahit kehidupan karena untuk ketiga kalinya ia gagal menikah.

Padahal semua sudah dipersiapkan dengan matang dan sudah mencapai sembilan puluh persen. Sisa perintilan-perintilan kecil saja yang masih belum rampung. Tapi semuanya harus berakhir dengan kekecewaan saat sang calon suami memberitahu kalau ia tidak bisa meneruskan pernikahan dengan Sabrina. Bahkan alasannya hanya alasan kompleks—tidak ada kecocokan di antara mereka. Konyol memang, tapi itulah kenyataannya.

Maka dari itu beberapa malam terakhir, Sabrina memilih untuk menghabiskan waktu sendiri di apartemennya dengan minum-minum sampai mabuk.

Ia merasa dirinya tidak berharga sama sekali sehingga para pria yang dekat dengannya bisa seenaknya memutuskan hubungan.

Padahal selama ini, ia sudah banyak mentoleransi sikap semena-mena para mantannya yang terkadang tidak sesuai dengan ekspektasi Sabrina. Namun yang terjadi tetap saja berakhir gagal.

Maka dari itu dia sudah bertekad tidak akan mau membuka hati untuk pria lagi. Lebih baik hidup sendiri. Single happy. Begitulah prinsip hidup yang Sabrina akan terapkan mulai sekarang.

"Argh, berisik banget sih!" gerutu Sabrina sambil menjulurkan tangan menjangkau jam weker di nakas.

Usai mematikan alarmnya, Sabrina berniat untuk melanjutkan tidurnya kembali, namun suara dering ponsel miliknya menginterupsi.

Dengan malas-malasan Sabrina meraih ponselnya dan melihat siapa gerangan yang menelpon.

Sejak semalam ia memang tidak peduli dengan benda pipih miliknya meskipun hampir setiap menit berdering.

Semalam ia tidak mau diganggu. Ia hanya mau menenangkan diri sejenak, mengumpulkan kekuatan untuk menghadapi dunia selanjutnya yang tentu saja sudah bersiap mencemooh dirinya dengan asumsi.

Utamanya dari pihak keluarga dan tetangga orang tuanya yang memang julid nauzubillah. Terkadang Sabrina saja heran dengan mereka yang selalu saja hobi mencampuri kehidupan orang lain. Padahal belum tentu juga kehidupan mereka lebih baik dibandingkan dengan kehidupan orang yang mereka gibahi.

"Ini nomor siapa ya?" ucap Sabrina ketika melihat nomor asing yang muncul pada layar sentuh di tangannya.

Penasaran, wanita itu pun memilih untuk menjawab teleponnya saja. "Halo," ucap Sabrina sesaat setelah ia menggeser tombol terima di layar.

"Halo, selamat pagi Bu Sabrina Qirani Prima. Kami dari PT. Ocean Tbk memberi tau kalau Bu Sabrina ditunggu hari ini di ruangan Pimpinan untuk bekerja sebagai sekretaris," ucap seorang wanita di seberang telepon.

Mendengarnya membuat Sabrina melonjak kaget. "Apa? Maksudnya saya langsung diterima gitu, Mbak?"

"Iya, Bu."

Sabrina masih belum percaya dengan apa yang baru ia dengar. "Serius nih, Mbak? Ini bukan prank, kan?" kata Sabrina lagi.

"Tidak, Bu. Kalau tidak percaya Ibu silakan datang langsung ke kantor hari ini. Nanti Ibu bisa bertanya langsung pada Pimpinan kami," sahut wanita di seberang telepon.

Sabrina memijit pelipisnya pusing. Ini terlalu mendadak. Dia tidak mengerti dengan birokrasi yang berlaku di perusahaan tempat ia memasukkan lamaran beberapa hari lalu.

Tapi ini sedikit aneh. Bahkan bisa ia langsung diterima tanpa ada tes seleksi. Padahal jelas-jelas jabatan yang akan ia isi adalah sekretaris Pimpinan perusahaan yang harus memiliki kemampuan mumpuni di bidangnya.

"Halo, halo Bu Sabrina anda masih di situ?" Suara wanita yang sedang menelpon Sabrina membuatnya kembali ke dunia nyata. Ia terkesiap sejenak kemudian menyahut dengan gumaman.

"Hari ini mungkin saya agak telat ke kantor, Mbak. Tidak apa-apa, kan? Soalnya ini dadakan, jadi saya belum ada persiapan," ujar Sabrina sejujurnya. Memang benar bukan kalau ia tidak ada persiapan sama sekali. Penampilannya masih nauzubillah seperti ayam yang baru lahiran, eh memang ayam lahiran ya? Ah, sudahlah. Pokoknya sekacau itulah penampilannya saat ini.

Masa bodo kalau Pimpinan perusahaan itu keberatan. Salah sendiri kenapa memberi tau tiba-tiba.

Namun ternyata pihak perusahaan itu mengiyakan perkataannya. Baru saja wanita yang mewakili perusahaan Ocean itu mengamini perkataan Sabrina. Sabrina jadi merasa tidak enak sendiri.

Akhirnya mau tidak mau Sabrina harus segera bersiap untuk mendatangi kantor PT. Ocean—bertemu dengan Pimpinannya. Ia penasaran seperti apa sosok Bos barunya. Syukur-syukur masih muda dan tampan, bisalah kalau dijadikan gebetan. "Lu mikir apa sih, Sabrina. Ingat enggak ada lagi yang namanya cowok dalam hidup lu. Lu itu sudah dikutuk jadi jomblo seumur hidup!" ujar Sabrina lantas bergegas masuk ke kamar mandi.

Hari patah hatinya terpaksa ditunda dulu. Ada yang lebih penting untuk dilakukan yakni meneruskan hidup dengan berkarir di perusahaan lain. Lebih tepatnya memulai hidup di tempat baru dan berharap bisa lepas dari bayang-bayang kegagalannya di masa lalu.

......................

Sabrina sudah berada di ruangan bernuansa pastel dan putih yang ukurannya kalau dikira-kira bisa dua kali lipat besarnya apartemen minimalis miliknya yang ia beli dengan susah payah itu.

Wanita berlesung pipi dengan rambut sampai siku itu pun menatap sekelilingnya dengan tatapan takjub. Memang sih, bukan kali pertama dia masuk ruangan Bos sebuah perusahaan. Tapi baru kali ini ia melihat ruangan yang seluas dan seestetik ini. Semua ornamennya pun terbilang unik.

Beberapa saat lalu, ia diberitahu untuk menunggu Bosnya di ruangan karena Bosnya sedang memimpin rapat dengan beberapa kepala tim pelaksana lapangan di ruang meeting. Alhasil, Sabrina harus bersabar saja menunggu. Toh, tempatnya adem begini.

Karena terlalu lama menunggu, Sabrina sampai ketiduran di sofa tamu ruangan Bosnya.

Seorang pria tampak memasuki ruangan itu didampingi seorang pria yang merupakan asistennya. Dia adalah Evan Wijaya.

"Kamu atur saja semua supa—" Ucapan Evan tertahan ketika pria itu melihat ada sosok wanita yang tertidur di ruangannya. Seutas senyum tercetak di wajahnya yang tampan.

Sang asisten yang akrab disapa Firman, ingin maju untuk membangunkan wanita yang lelap tertidur di sana tapi dicegah oleh Evan. Akhirnya pria berkulit sawo matang itu kembali mundur.

"Dia adalah calon sekretaris yang Pak Bos minta datang," ucap Firman memberi tau.

"Hmm. Kamu bisa keluar. Biar saya yang akan membangunkannya," kata Evan dengan ekspresi datar. Walaupun dalam hati ia merasa sangat senang bisa melihat kembali wanita yang sudah lama ia cari-cari sejak lulus kuliah.

Evan langsung mendekati sofa tempat Sabrina tertidur dan mengambil tempat duduk di sebelah wanita itu. 'Akhirnya aku nemuin kamu, Brin.' Evan berucap dalam hati.

Pria bermata cokelat itu berniat menyentuh puncak kepala Sabrina tapi ia urungkan dan memilih untuk berdehem cukup kencang agar wanita itu terbangun.

Evan sedikit merapikan jasnya yang sebenarnya tidak berantakan lalu menegakkan tubuhnya di sana. Pria itu memasang wajah datar ketika melihat Sabrina sudah membuka mata dan sadar kalau di ruangan itu ada orang lain selain dirinya.

Namun saat Sabrina memperjelas penglihatannya, wanita itu langsung melonjak kaget melihat sosok yang ada di depan matanya. Karena tidak yakin dengan apa yang ia lihat, maka Sabrina kembali menggosok-gosok matanya dengan telunjuknya.

"Lu... ngapain di sini?" ujar Sabrina dengan suara lantang seraya menunjuk pada Evan. Matanya membulat sempurna.

"Ini tempat saya. Justru saya yang bertanya sama kamu, ngapain kamu ada di ruangan saya?" Evan berujar—enteng saja, berpura-pura tidak tau menahu mengapa Sabrina ada di sana.

Sabrina mengurut pangkal hidungnya mencoba mencerna apa yang sebenarnya terjadi di sini. Tadi oleh bagian personalia, ia diminta menunggu di ruangan Pimpinan perusahaan. Dan baru saja pria di depannya mengatakan kalau dirinya adalah pemilik ruangan tempat Sabrina berada saat ini.

"Tadi lu bilang kalau ini tempat lu—"

"Ini ruangan saya," potong Evan sebelum Sabrina menyelesaikan kalimatnya.

"Apa? Jadi lu hmm maksudnya saya, jadi anda adalah Bos yang dikatakan Mbak Devi?" ujar Sabrina masih dengan ekspresi terkejutnya.

Bukan apa-apa, dari sekian orang yang ada di muka bumi ini kenapa harus Evan si pria menyebalkan itu yang menjadi Bosnya? Apa dunia ini memang selebar daun kelor ya? Sampai-sampai dia harus ditakdirkan bertemu dengan orang yang paling ingin dimusnahkan di muka bumi ini. Saking Sabrina gedek dan jengkelnya pada sosok Evan yang sudah menjadi musuhnya sejak jaman kuliah dulu.

...----------------...

...--bersambung--...

Terpopuler

Comments

martina melati

martina melati

maaf y thor... gagal nikah ini apa krn adany kontroversial dari evan

2024-10-24

0

lihat semua
Episodes
1 Bab 1 : Dunia yang Selebar Daun Kelor
2 Bab 2 : Harus Profesional
3 Bab 3 : Mendadak Jadi Istri
4 Bab 4 : Malam Pertama
5 Bab 5 : Setelah Menikah
6 Bab 6 : Hari Pertama di Rumah Evan
7 Bab 7 : Mobil untuk Sabrina
8 Bab 8 : Teman Baru
9 Bab 9 : Makan Siang dari Evan
10 Bab 10 : Bertemu Sahabat
11 Bab 11 : Berbagi Cerita
12 Bab 12 : Bertemu Mantan Dajjal
13 Bab 13 : (Hanya) Mandi Bersama
14 Bab 14 : Rasa yang Tidak Terucapkan
15 Bab 15 : Di Balik Keceriaan Sabrina
16 Bab 16: Ngedate Setelah Menikah
17 Bab 17 : Berbicara Hati ke Hati
18 Bab 18 : Kedatangan Mertua
19 Bab 19 : Masih Belum Percaya
20 Bab 20 : Cinderella Menunggangi Kuda
21 Bab 21 : Menantu Idaman
22 Bab 22 : Rencana Honeymoon
23 Bab 23 : Kerisauan yang Tersembunyi
24 Bab 24 : Modusnya Evan
25 Bab 25 : Karena Mimpi Buruk
26 Bab 26 : Yang Dirahasiakan Evan
27 Bab 27 : Kecewa
28 Bab 28 : Upaya Evan
29 Bab 29 : Kena Mental
30 Bab 30 : Jahilnya Evan
31 Bab 31 : Salah Paham
32 Bab 32 : Belum Percaya Sepenuhnya
33 Bab 33 : Menjenguk Riana
34 Bab 34 : Dugaan
35 Bab 35 : Evan yang Seperti Bunglon
36 Bab 36 : Lu, Gua Sudah End!
37 Bab 37 : Didekati Mantan
38 Bab 38 : Gara-gara Chat Riana
39 Bab 39 : Kesalnya Riana
40 Bab 40 : Pertengkaran
41 Bab 41 : Keputusan Evan
42 Bab 42 : Gagal Bertemu Riana
43 Bab 43 : Penebusan Salah
44 Bab 44 : Memanjakan Istri
45 Bab 45 : Nekatnya Riana
46 Bab 46 : Ke Rumah Riana
47 Bab 47 : Bijaknya Sabrina
48 Bab 48 : Rahasia yang Disimpan Evan
49 Bab 49 : Curhat dengan Delisa
50 Bab 50 : Uneg-uneg Sabrina
51 Bab 51 : Gangguan Mantan
Episodes

Updated 51 Episodes

1
Bab 1 : Dunia yang Selebar Daun Kelor
2
Bab 2 : Harus Profesional
3
Bab 3 : Mendadak Jadi Istri
4
Bab 4 : Malam Pertama
5
Bab 5 : Setelah Menikah
6
Bab 6 : Hari Pertama di Rumah Evan
7
Bab 7 : Mobil untuk Sabrina
8
Bab 8 : Teman Baru
9
Bab 9 : Makan Siang dari Evan
10
Bab 10 : Bertemu Sahabat
11
Bab 11 : Berbagi Cerita
12
Bab 12 : Bertemu Mantan Dajjal
13
Bab 13 : (Hanya) Mandi Bersama
14
Bab 14 : Rasa yang Tidak Terucapkan
15
Bab 15 : Di Balik Keceriaan Sabrina
16
Bab 16: Ngedate Setelah Menikah
17
Bab 17 : Berbicara Hati ke Hati
18
Bab 18 : Kedatangan Mertua
19
Bab 19 : Masih Belum Percaya
20
Bab 20 : Cinderella Menunggangi Kuda
21
Bab 21 : Menantu Idaman
22
Bab 22 : Rencana Honeymoon
23
Bab 23 : Kerisauan yang Tersembunyi
24
Bab 24 : Modusnya Evan
25
Bab 25 : Karena Mimpi Buruk
26
Bab 26 : Yang Dirahasiakan Evan
27
Bab 27 : Kecewa
28
Bab 28 : Upaya Evan
29
Bab 29 : Kena Mental
30
Bab 30 : Jahilnya Evan
31
Bab 31 : Salah Paham
32
Bab 32 : Belum Percaya Sepenuhnya
33
Bab 33 : Menjenguk Riana
34
Bab 34 : Dugaan
35
Bab 35 : Evan yang Seperti Bunglon
36
Bab 36 : Lu, Gua Sudah End!
37
Bab 37 : Didekati Mantan
38
Bab 38 : Gara-gara Chat Riana
39
Bab 39 : Kesalnya Riana
40
Bab 40 : Pertengkaran
41
Bab 41 : Keputusan Evan
42
Bab 42 : Gagal Bertemu Riana
43
Bab 43 : Penebusan Salah
44
Bab 44 : Memanjakan Istri
45
Bab 45 : Nekatnya Riana
46
Bab 46 : Ke Rumah Riana
47
Bab 47 : Bijaknya Sabrina
48
Bab 48 : Rahasia yang Disimpan Evan
49
Bab 49 : Curhat dengan Delisa
50
Bab 50 : Uneg-uneg Sabrina
51
Bab 51 : Gangguan Mantan

Download

Suka karya ini? Unduh App, riwayat baca tak akan hilang
Download

Bonus

Pengguna baru dapat mengunduh App untuk membuka 10 bab secara gratis

Ambil
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!