Bab 2 : Harus Profesional

Sabrina berjalan menuju toilet yang tersedia di lantai lima belas gedung Ocean Tbk usai bertemu dengan pria yang menjadi Bosnya.

Wanita itu benar-benar tidak menyangka kalau akan dipertemukan dengan Evan setelah sekian lama. Bahkan dalam daftar orang yang tidak ingin Sabrina temui lagi, Evan adalah orang pertama selain para mantan calon suaminya.

Tapi kenapa takdir malah membawa dirinya bertemu dengan Evan? Apa jalan hidupnya memang sudah ditentukan tidak bisa jauh dari yang namanya kesialan?

Sabrina menyalakan keran air wastafel untuk membasuh tangannya. Wanita itu menatap pantulan dirinya pada cermin segi empat yang terpasang di hadapannya. "Kenapa gua jadi terjebak dalam situasi canggung seperti ini sih?" gumamnya seraya menghela napas panjang.

Beberapa menit lalu di ruangan Evan...

"Kenapa kamu menolak jadi sekretaris saya?" tanya Evan dengan nada datar tapi tatapan matanya begitu mengintimidasi membuat Sabrina sedikit canggung.

"Gak ada alasan apa-apa. Saya nggak mau aja. Kenapa? Kamu kecewa ya karena saya tidak mau jadi sekretaris kamu?" ujar Sabrina membalasnya dengan dagu terangkat—sombong.

Evan tersenyum tipis, "Kalau saya jawab iya. Apa kamu mau mempertimbangkannya lagi?" kata pria itu yang bergeser mendekati Sabrina membuat wanita itu harus ikut bergeser ke tepi sofa panjang yang ia duduki karena tidak nyaman berada dalam jarak sedekat itu dengan musuh bebuyutannya.

"A-apaan sih kamu. Sana jauh-jauh dari saya. Kita ini adalah musuh. Ingat kita adalah musuh. Lantas bagaimana mungkin dua orang yang saling bermusuhan jadi Bos dan sekretaris? Helo pikiran kamu ini dimana sih?" seru Sabrina mengantarkan pendapatnya.

"Bilang aja kalau kamu itu takut sama saya. Atau semua profil tentang kamu yang disampaikan pada lembar lamaran pekerjaan yang kamu tulis itu bohong semua. Makanya kamu tidak mau menerima pekerjaan sebagai sekretaris saya?" ucap Evan terdengar meremehkan Sabrina. "Takut kalau sebenarnya kamu itu tidak punya skill apa-apa?" lanjut Evan memprovokasi Sabrina. Ia tau untuk wanita di hadapannya sangat tinggi gengsi dan harga dirinya.

Hal itu tentu saja membuat Sabrina sangat marah. Ia tidak terima kalau ada orang yang dengan seenaknya menilai dirinya rendah seperti itu. Terlebih lagi orang itu adalah musuhnya sejak dulu. Enak saja pria sok kecakepan itu mengatainya berbohong. Memang Sabrina belum pernah bekerja di perusahaan sebesar milik Evan. Tapi kalau bicara soal kemampuan, Sabrina termasuk sekretaris yang bisa diandalkan. Buktinya pemilik perusahaan tempatnya bekerja sebelumnya tidak rela saat dirinya menyampaikan resign. Hal itu karena memang kinerjanya yang bagus.

"Baik. Saya terima pekerjaan ini. Tapi kamu juga harus janji akan profesional dalam bekerja. Saya tidak mau kamu memanfaatkan posisimu sebagai atasan untuk menindas saya. Gimana?" cetus Sabrina merasa tertantang. Tapi tentu saja dia tidak mau gegabah menerimanya begitu saja.

Sabrina sangat mengenal Evan. Pria egois dan sombong itu akan selalu mencari celah untuk menindasnya.

"Oke. Kamu tenang saja. Saya ini orangnya profesional kok. Apalagi sama teman sendiri. Masa saya bersikap semena-mena?" Evan kembali mencondongkan wajahnya mendekat pada Sabrina membuat Sabrina jadi gugup karena ditatap sedemikian intens.

Sabrina sontak mendorong tubuh Evan agar menjauh darinya lalu ia segera bangkit dari duduknya. "Saya izin ke toilet sebentar, kebelet pipis."

Bahkan sebelum Evan menyahut, Sabrina sudah ngacir dari hadapan Evan. Sabrina butuh menghirup udara bebas sejenak di luar ruangan itu sebelum kembali menghadapi si pria menyebalkan yang sayangnya akan menjadi Bosnya di masa depan.

Mau mundur tidak bisa—ia tidak mau dikatai pengecut atau pembohong karena menolak menjadi sekretaris Evan. Pasrah dan hadapi. Hanya itu yang bisa dilakukan Sabrina saat ini.

......................

Sabrina ditarik dari lamunannya saat ponselnya berdering dalam saku blazer yang ia kenakan.

Huuft!

Wanita itu mengembuskan napas panjang sebelum akhirnya merogoh saku blazer untuk mengambil ponsel.

Di sana ada nama Ibunya—Sofie.

Meski ragu-ragu, Sabrina pun akhirnya menjawab telepon ibunya. "Halo, Bu. Assalamualaikum."

"Waalaikumsalam, Brin. Kamu ini kenapa gak jawab telpon Ibu dari semalam?" Sabrina hanya mendengarkan saja perkataan ibunya dan menyahut dengan gumaman saja.

"Sabrina lagi tidur, Bu. Jadi gak denger," ucap Sabrina—berdusta. Tidak mungkin dia mengatakan pada ibunya kalau dia mabuk. Auto dipecat jadi anak oleh Sofie. Sabrina sangat paham kalau ibunya sangat tidak suka kalau dia menyentuh minuman tidak berfaedah itu.

"Alasan saja kamu. Ini ibu mau kasih tau kalau akhir pekan ini kamu pulang ke rumah. Ibu sama Bapak kangen," cetus Sofie—terdengar tegas seolah itu adalah titah yang tidak bisa dibantah.

Lalu tanpa ba-bi-bu, teleponnya terputus secara sepihak.

Sabrina mendesah pelan. Kebiasaan ibunya seperti itu. Entah apa lagi yang akan direncanakan Ibunya kali ini. Sabrina berharap ibunya sudah tidak lagi mencoba menjodohkannya lagi dengan seseorang. Karena untuk kali ini Sabrina sudah tidak mau menikah ataupun memiliki pasangan. Ia mau fokus berkarir dan menunjukkan pada mantannya kalau ia baik-baik saja setelah ditinggalkan.

......................

Evan yang sedang duduk di kursi kebesarannya tampak memandangi sebuah foto usang yang sudah lama ia simpan di laci meja kerjanya. Namun ketika pintu ruangannya diketuk, Evan langsung menyimpan kembali foto di tangannya ke laci lalu menguncinya dengan memakai kombinasi angka yang hanya ia sendiri yang tau.

"Masuk."

Setelahnya, pintu terbuka dan tidak lama muncul di hadapannya. Sabrina yang wajahnya tampak segar.

"Silakan duduk, Brin."

'Apa? Dia manggil gua dengan sebutan Brin? Kita tidak sedekat itu!' gumam Sabrina dalam hati. Walau pada akhirnya dia menurut dan duduk di kursi yang ada di depan meja kerja Evan.

Evan menarik garis lurus pada kedua sudut bibirnya menyunggingkan senyum tipis dan itu tertangkap oleh Sabrina. "Ngapain kamu senyum-senyum? Senang banget ya ketemu sama saya?" sengal Sabrina terdengar ketus.

'Tentu saja aku seneng, Brin.' Kalimat itu hanya bisa diucapkan Evan dalam hati.

"Jangan geer deh. Lagi pula mau saya senyum atau apalah itu namanya, terserah saya dong. Dan ya... satu lagi. Jangan lupa kalau saat ini kamu sedang berada di lingkungan kantor. Jadi setidaknya kamu memiliki yang namanya sopan santun terhadap pimpinan. Mengerti?" ujar Sabrina tegas mengingatkan walaupun dengan wajah datar.

Melihat raut wajah kesal Sabrina di sana sebenarnya membuat Evan ingin terbahak. Sejak dulu Evan memang senang membuat Sabrina kesal sampai di ubun-ubun.

"Maaf, Bapak Evan ." Sabrina menyahut dengan nada penuh penekanan di setiap kata.

Evan melipat bibirnya menahan senyum, tapi buru-buru pria itu berdehem sekali. "Oke. Kali ini kamu saya maafkan. Nah, sekarang silakan baca dulu kontrak kerja kamu. Kalau ada yang kurang jelas bisa kamu tanyakan," ucap Evan seraya menyodorkan kontrak kerja pada Sabrina.

Sabrina mulai membaca kontrak kerja yang disodorkan Evan. Keningnya terlihat mengerut saat membaca salah satu poin yang tertera di sana.

"Kenapa ada poin kalau selama bekerja dan terikat kontrak dengan perusahaan, saya tidak boleh memiliki pacar atau kekasih?" tanya Sabrina. Wanita itu tertera sumbang. "Bukankah itu adalah urusan pribadi saya, kenapa perusahaan harus mengatur-atur?" lanjutnya kemudian. Sabrina tidak habis pikir dengan orang yang membuat aturan itu.

"Karena saya tidak mau pekerjaan sekretaris saya terganggu hanya karena hubungannya dengan pasangan. Hal itu untuk mengantisipasi hal yang sama terjadi lagi. Sekretaris saya yang sebelumnya tiba-tiba saja resign karena pasangannya mengajaknya untuk hijrah ke kota lain. Tau dong gimana kacaunya jadwal kerja saya? Makanya sekarang saya mau mengantisipasi hal itu terjadi. Untuk itu perusahaan akan memberikan benefit yang pantas untuk orang yang menjadi sekretaris saya. Perusahaan akan memberikan gaji tinggi disertai fasilitas yang mumpuni," jelas Sabrina.

"Jadi maksudnya selama dua tahun kontrak kerja saya di sini maka selama itu pula saya tidak boleh punya pasangan gitu?" ujar Sabrina memperjelas peraturan di perusahaan itu.

"Iya, kenapa? Apa kamu keberatan atau saat ini kamu sedang menjalin hubungan dengan seseorang?" cecar Sabrina tidak tau. Meskipun ia tau kalau saat ini Sabrina sedang tidak bersama dengan siapapun.

Kalau ditanya dari mana Evan tau itu, maka jawabannya adalah dari kedua orang tua Sabrina sendiri.

Sabrina mendengkus mendengar penuturan Evan. Ia tidak mau kalau sampai musuhnya itu tau kemalangan yang sudah ia alami.

Bagaimana pun juga harga dirinya setinggi langit. Sabrina tidak mau dicap sebagai wanita apes karena sudah gagal menikah tiga kali. Itu adalah aib bagi Sabrina. Terlebih lagi itu di depan Sabrina yang pasti akan menertawakan dirinya kalau tau apa yang sudah ia alami.

"Kenapa diam?" tegur Sabrina.

"Nggak kok. Saya setuju dengan aturannya," jawab Sabrina cepat kemudian tanpa lanjut membaca kontraknya langsung membubuhkan tanda tangan di sana.

Pikirnya, aturannya sama dengan keinginannya saat ini. Setelah gagal menikah tiga kali, Sabrina hanya ingin fokus pada diri sendiri. Lagi pula gaji dan fasilitas yang ditawarkan cukup menggiurkan.

Namun bagi Evan, dengan Sabrina menandatangani kontrak kerja dengan perusahaannya, hal itu sama saja Sabrina memberi kesempatan padanya untuk memperbaiki kesalahannya di masa lalu pada wanita itu.

Kesalahan yang membuat Evan merasa berutang maaf pada Sabrina hingga detik ini.

...----------------...

...--bersambung--...

Terpopuler

Comments

martina melati

martina melati

hahaha... modus nih terbaca aromany (dplesetin... alur)

2024-10-24

0

martina melati

martina melati

teman ato teman dlm selimut /Facepalm/

2024-10-24

0

martina melati

martina melati

bukan takdir tp sdh drencana dr awal...

2024-10-24

0

lihat semua
Episodes
1 Bab 1 : Dunia yang Selebar Daun Kelor
2 Bab 2 : Harus Profesional
3 Bab 3 : Mendadak Jadi Istri
4 Bab 4 : Malam Pertama
5 Bab 5 : Setelah Menikah
6 Bab 6 : Hari Pertama di Rumah Evan
7 Bab 7 : Mobil untuk Sabrina
8 Bab 8 : Teman Baru
9 Bab 9 : Makan Siang dari Evan
10 Bab 10 : Bertemu Sahabat
11 Bab 11 : Berbagi Cerita
12 Bab 12 : Bertemu Mantan Dajjal
13 Bab 13 : (Hanya) Mandi Bersama
14 Bab 14 : Rasa yang Tidak Terucapkan
15 Bab 15 : Di Balik Keceriaan Sabrina
16 Bab 16: Ngedate Setelah Menikah
17 Bab 17 : Berbicara Hati ke Hati
18 Bab 18 : Kedatangan Mertua
19 Bab 19 : Masih Belum Percaya
20 Bab 20 : Cinderella Menunggangi Kuda
21 Bab 21 : Menantu Idaman
22 Bab 22 : Rencana Honeymoon
23 Bab 23 : Kerisauan yang Tersembunyi
24 Bab 24 : Modusnya Evan
25 Bab 25 : Karena Mimpi Buruk
26 Bab 26 : Yang Dirahasiakan Evan
27 Bab 27 : Kecewa
28 Bab 28 : Upaya Evan
29 Bab 29 : Kena Mental
30 Bab 30 : Jahilnya Evan
31 Bab 31 : Salah Paham
32 Bab 32 : Belum Percaya Sepenuhnya
33 Bab 33 : Menjenguk Riana
34 Bab 34 : Dugaan
35 Bab 35 : Evan yang Seperti Bunglon
36 Bab 36 : Lu, Gua Sudah End!
37 Bab 37 : Didekati Mantan
38 Bab 38 : Gara-gara Chat Riana
39 Bab 39 : Kesalnya Riana
40 Bab 40 : Pertengkaran
41 Bab 41 : Keputusan Evan
42 Bab 42 : Gagal Bertemu Riana
43 Bab 43 : Penebusan Salah
44 Bab 44 : Memanjakan Istri
45 Bab 45 : Nekatnya Riana
46 Bab 46 : Ke Rumah Riana
47 Bab 47 : Bijaknya Sabrina
48 Bab 48 : Rahasia yang Disimpan Evan
49 Bab 49 : Curhat dengan Delisa
50 Bab 50 : Uneg-uneg Sabrina
51 Bab 51 : Gangguan Mantan
Episodes

Updated 51 Episodes

1
Bab 1 : Dunia yang Selebar Daun Kelor
2
Bab 2 : Harus Profesional
3
Bab 3 : Mendadak Jadi Istri
4
Bab 4 : Malam Pertama
5
Bab 5 : Setelah Menikah
6
Bab 6 : Hari Pertama di Rumah Evan
7
Bab 7 : Mobil untuk Sabrina
8
Bab 8 : Teman Baru
9
Bab 9 : Makan Siang dari Evan
10
Bab 10 : Bertemu Sahabat
11
Bab 11 : Berbagi Cerita
12
Bab 12 : Bertemu Mantan Dajjal
13
Bab 13 : (Hanya) Mandi Bersama
14
Bab 14 : Rasa yang Tidak Terucapkan
15
Bab 15 : Di Balik Keceriaan Sabrina
16
Bab 16: Ngedate Setelah Menikah
17
Bab 17 : Berbicara Hati ke Hati
18
Bab 18 : Kedatangan Mertua
19
Bab 19 : Masih Belum Percaya
20
Bab 20 : Cinderella Menunggangi Kuda
21
Bab 21 : Menantu Idaman
22
Bab 22 : Rencana Honeymoon
23
Bab 23 : Kerisauan yang Tersembunyi
24
Bab 24 : Modusnya Evan
25
Bab 25 : Karena Mimpi Buruk
26
Bab 26 : Yang Dirahasiakan Evan
27
Bab 27 : Kecewa
28
Bab 28 : Upaya Evan
29
Bab 29 : Kena Mental
30
Bab 30 : Jahilnya Evan
31
Bab 31 : Salah Paham
32
Bab 32 : Belum Percaya Sepenuhnya
33
Bab 33 : Menjenguk Riana
34
Bab 34 : Dugaan
35
Bab 35 : Evan yang Seperti Bunglon
36
Bab 36 : Lu, Gua Sudah End!
37
Bab 37 : Didekati Mantan
38
Bab 38 : Gara-gara Chat Riana
39
Bab 39 : Kesalnya Riana
40
Bab 40 : Pertengkaran
41
Bab 41 : Keputusan Evan
42
Bab 42 : Gagal Bertemu Riana
43
Bab 43 : Penebusan Salah
44
Bab 44 : Memanjakan Istri
45
Bab 45 : Nekatnya Riana
46
Bab 46 : Ke Rumah Riana
47
Bab 47 : Bijaknya Sabrina
48
Bab 48 : Rahasia yang Disimpan Evan
49
Bab 49 : Curhat dengan Delisa
50
Bab 50 : Uneg-uneg Sabrina
51
Bab 51 : Gangguan Mantan

Download

Suka karya ini? Unduh App, riwayat baca tak akan hilang
Download

Bonus

Pengguna baru dapat mengunduh App untuk membuka 10 bab secara gratis

Ambil
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!