Sabrina masih duduk di kursi baca dalam kamarnya. Sementara Evan duduk di tepi ranjang usai membersihkan diri dan berganti pakaian tidur yang sudah disiapkan oleh sang ibu mertua.
Evan melirik ke arah wanita yang beberapa saat lalu resmi menjadi istrinya. Pria itu menyunggingkan senyum tipis—merasa lucu saja karena harus menikahi Sabrina dengan cara seperti ini.
Tidak ada acara lamaran besar-besaran apalagi acara pernikahan yang mewah seperti yang biasa dilakukan oleh kalangan tajir seperti keluarga Evan. Semuanya memang terkesan dadakan.
Namun bagi Evan, itu bukanlah hal yang perlu dipusingkan. Yang jelas sekarang ia dan Sabrina adalah pasangan yang sah.
Itu yang paling penting.
"Brin, sini deh. Kok duduknya jauhan sih?" kata Evan. Pria itu menepuk tempat kosong di sebelahnya.
Sabrina tidak bergeming. Wanita itu tidak bergerak sama sekali dari tempatnya.
"Brin, kamu gak dengar ya apa kata suami? Dosa lo kalo gak nurut sama suami!" ujar Evan kembali. Kali ini sepertinya berhasil membuat Sabrina menurutinya.
Terlihat Sabrina langsung berdiri dari tempatnya duduk, berjalan malas-malasan ke arah Evan.
"Duduk, Brin." Evan kembali menepuk tempat kosong di sebelahnya—mengisyaratkan pada wanita di depannya untuk duduk di sana.
Sabrina tanpa berkata apapun langsung duduk di sebelah Evan. Wanita itu menghempaskan bokongnya sedikit kasar sehingga membuat permukaan kasur spring bed bergerak-gerak seperti ada gempa.
"Mau ngapain?" Setelah sekian purnama akhirnya Sabrina mengeluarkan suara juga. Usai wanita itu pingsan dan kemudian sadarkan diri, Sabrina sama sekali tidak pernah berkata-kata sedikitpun.
Dia hanya diam—membisu. Hal itu tentu saja membuat Evan dan yang kedua orang tua Sabrina jadi kebingungan.
Hingga akhirnya, Evan meminta pada sang mertua untuk mengijinkan dirinya berbicara berdua dengan Sabrina saja.
Dan di sinilah dua insan yang sudah menjadi sepasang suami istri itu berada. Dalam kamar tidur Sabrina yang sudah dihiasi mirip kamar pengantin meskipun hanya dengan hiasan sederhana saja.
"Kamu nanya mau ngapain sama aku?" Evan balik bertanya. Lalu pria itu terkekeh. "Kalau ditanya mau ngapain, ya aku jawab mau bermalam pertama sang istri!" lanjutnya kemudian yang langsung membuat Sabrina bedelik menatap Evan dengan tatapan tajam.
Hal itu bukannya membuat Evan takut tapi malah membuatnya terbahak. "Ngapain kamu ketawa ngakak? Memang ada yang lucu?" sengal Sabrina.
Evan langsung merangkul pundak Sabrina membawa wanita itu dalam dekapannya. Sabrina langsung berontak—mau melepaskan diri tapi dia kalah kuat dari Evan.
Akhirnya Sabrina memilih menyerah dan pasrah pada Evan. Awalnya Sabrina sebal dengan kelakuan pria itu namun lama-kelamaan Sabrina menikmati dekapan Evan. Apalagi aroma maskulin yang menguar dari tubuh Evan membuai penciuman Sabrina sehingga wanita itu terhanyut dalam situasi yang bisa dikatakan romantis sepanjang sejarah hubungan dua insan tersebut. Akan tetapi saat tangan Evan mulai menjalar ke bagian tubuh Sabrina yang sensitif, sontak Sabrina langsung mendorong keras tubuh Evan. Dan kali ini berhasil.
"Bapak mau ngapain saya?" ujar Sabrina dengan suara lantang.
Namun Evan langsung menarik Sabrina kembali mendekat padanya hingga akhirnya mereka terjatuh dan berbaring di ranjang bersama dengan Sabrina di atas tubuh Evan.
"Jangan keras-keras, Brin. Kamu mau orang tua kamu dengar apa yang kita lakukan sekarang, hem?" ucap Evan dengan suara serak. Bahkan pria itu menggesek hidung mancung miliknya pada hidung Sabrina.
Sabrina ingin mengangkat wajahnya menjauh tapi tengkuknya sudah lebih dulu ditahan oleh Evan.
"Karena sekarang kita sudah jadi suami istri, maka aku mau kita ngomong pake aku-kamu. Oke?" kata Evan dengan masih dalam posisi yang sama.
"Hem, setuju. Tapi, ini bisa gak sih Pak sorry maksudnya kamu lepasin aku? Aku gak nyaman ngomong dalam keadaan gini," sahut Sabrina.
Evan pun akhirnya mengamininya. Ia melepaskan tangannya dari tengkuk sang istri dan membiarkan wanita turun dari tubuhnya lantas duduk bersila di sebelah Evan.
Evan tau di benak Sabrina ada banyak pertanyaan yang ingin diutarakan oleh wanita itu padanya terkait pernikahan mereka yang terkesan mendadak.
Dan Evan mengijinkan wanita itu untuk mengeluarkan uneg-unegnya sekarang.
"Mau tanya apa?" ucap Evan.
"Hah?" Sabrina sepertinya belum loading karena masih sibuk menetralkan detak jantungnya yang tidak tau kenapa sejak tadi tidak beraturan.
"Aku tanya, kamu mau nanya apa sama aku?" ucap Evan mengulanginya.
Sabrina terlihat menghela napas sejenak sebelum akhirnya melontarkan kalimat yang memang sejak tadi ingin diutarakan. "Apa tujuan kamu menikahi aku?"
"Karena aku memang lagi nyari calon istri," jawab Evan enteng. Ia kemudian bangun dari posisi tidurnya dan duduk di depan Sabrina juga dengan posisi bersila.
"Ck, itu bukan jawaban yang ingin aku dengar. Pasti ada alasan kenapa kamu nikahin aku," ucap Sabrina lalu menatap penuh curiga pada Evan. "Apa sebenarnya yang sedang kamu rencanakan?" tanya Sabrina sarat dengan rasa curiga.
"Hahaha. Kok kamu bisa mikir gitu sih? Aku beneran nikahin kamu itu karena memang aku lagi nyari wanita yang masih single dan usianya cukup untuk menikah. Dan kebetulan aku ketemu sama Tante Sofie beberapa hari lalu dan ngasih tau kalau kamu masih single. Ya, aku pikir kenapa tidak? Toh kita ini kan sudah saling kenal. Benar nggak?" jelas Evan.
Sabrina mendeesah pelan. Ia tentu tidak percaya begitu saja dengan apa yang diucapkan oleh Evan.
Bukan apa-apa, sejak jaman kuliah pria itu kerap kali mencari masalah dengannya. Bahkan tidak sampai disitu. Evan bahkan seringkali membully Sabrina karena penampilan wanita itu yang memang kampungan pada jamannya.
Namun karena hal itulah yang membuat Sabrina bertekad untuk merubah dirinya menjadi seperti sekarang ini. Tapi bukan berarti juga pria itu bisa seenaknya datang dan menikahinya seperti sekarang.
"Terus kenapa mesti aku? Kenapa mesti aku orangnya yang kamu nikahi?" tanya Sabrina dengan penuh penekanan. "Lagi pula ngapain kamu nemuin ibuku dan tanya soal aku?"
Wanita itu kemudian turun dari ranjang lalu berkacak pinggang di sana. "Aku ini bukan cewek ABG yang tidak tau menahu soal circle pertemanan pria kaya seperti kamu di luar sana Bapak Evan Wijaya. Di luar sana ada banyak sekali cewek cantik yang lebih segalanya dari aku. Tapi, kenapa kamu malahan milih cewek kayak aku yang pernah ga—"
Sabrina menghentikan perkataannya. Hampir saja dia kelepasan menyebutkan kalau ia pernah gagal menikah sebanyak tiga kali. Bisa-bisa Evan akan meledeknya habis-habisan.
"Kenapa berhenti? Kamu mau bilang apa?" tanya Evan menginterupsi.
"Nggak. Bukan apa-apa, kok. Pokoknya aku masih gak percaya sama kamu!" seru Sabrina mengalihkan pembicaraan. Tidak mau lagi melanjutkan percakapan.
Wanita itu lantas mengambil bantal dan selimut untuk dia pakai tidur di lantai karena tidak mau seranjang dengan Evan namun tangannya langsung ditarik oleh pria itu.
Sabrina terlambat untuk mengelak karena tubuhnya sudah lebih dulu melayang dan kembali mendarat di kasur dan langsung menempel pada Evan.
"Kamu mau kemana, Brin. Kita ini sudah suami istri lo. Dan malam ini adalah malam pertama kita. Masa tidurnya harus berjauhan?" bisik Evan lalu tanpa embel-embel langsung melabuhkan ciumannya pada permukaan bibir Sabrina membuat Sabrina syok bukan main.
'Waduh sekate-kate aja nih si Evan. Langsung nyosor gua! Ini bibir gua udah gak peraawaan dong. Bapak, ibu tolongin Sabrina...' ucap Sabrina membatin.
Meskipun hatinya menolak dan ingin berontak tapi tubuhnya justru bereaksi lain. Sabrina rasanya ingin lari bersembunyi saja di kolong ranjang.
Bisa-bisanya dia menikmati ciuman Evan padanya. Padahal sebelum-sebelumnya, sama para mantan calon suaminya saja dia tidak pernah mengijinkan mereka untuk menyentuh daerah bibir dan bagian tubuhnya yang sensitif.
Sabrina hanya mau dipegang tangannya dan paling cium kening atau pipi saja. Tapi ini, Evan—musuhnya itu malahan langsung menyosor ******* bibirnya yang masih suci dari dosa.
'Kamprettt emang!' umpat Sabrina dalam hati.
Evan melepaskan lumatannya ketika merasa sudah hampir kehabisan oksigen. Sedang Sabrina masih diam—terbengong bagai patung di depan Evan. "Maaf ya, aku terbawa suasana. Lagi pula kita sudah halal kan, Brin. Jadi gak apa-apa dong aku cium kamu, hm?"
Evan mengusap-usap lembut bibir sang istri dengan lembut karena terlihat memerah akibat ulahnya. Entah mengapa pria itu selalu saja sulit mengendalikan diri dan hasratnya ketika berdebat dengan Sabrina. Hal itu sebenarnya sudah terjadi sejak jaman kuliah dulu. Sabrina adalah wanita satu-satunya yang bisa membangkitkan hasrat laki-lakinya.
"Kamu udah menodai aku, Evan. Kamu—"
Belum Sabrina menyelesaikan kalimatnya, Evan kembali ******* bibir Sabrina. Tapi kali ini Sabrina menolaknya. Ia mendorong tubuh Evan agar menjauh darinya.
"Kenapa?"
"Aku belum siap untuk menjalankan kewajiban malam ini."
"Lantas kapan?"
"Apanya?"
"Kamu siap untuk melaksanakan kewajiban terhadap suami?"
Sabrina mengerutkan keningnya mendadak pusing. "Aku butuh waktu. Ini semua masih kayak mimpi tau gak buat aku. Ngerti gak sih?"
"Ini saja kamu udah ngambil keperawaanann bibir aku barusan. Langsung nyosor pula. Kagak ada permisi-permisinya!" lanjut Sabrina berkomentar. Wanita itu membenamkan wajahnya di ceruk leher Evan karena malu.
Evan yang mendengarnya jadi speechless, tidak menyangka kalau Sabrina adalah wanita yang berprinsip dan menjaga dirinya dengan baik. Padahal untuk wanita seumuran Sabrina, berciuman bibir adalah hal biasa. Apalagi di kota besar seperti Jakarta.
Tapi... setelah sekian tahun rupanya wanita itu masih memegang perkataannya dulu. Tidak akan membiarkan pria mencium bibirnya sebelum resmi menjadi suaminya.
Evan jadi tidak sabar untuk menjadi suami Sabrina seutuhnya. Masa bodo dengan perkataan istrinya tadi yang belum siap untuk malam pertama mereka.
Toh sekarang atau nanti sama saja. Pada akhirnya mereka akan tetap melakukannya. Lagi pula Evan harus segera melakukan hal itu dengan Sabrina agar wanita itu tidak pernah bisa kabur darinya lagi.
Syukur-syukur kalau Sabrina bisa langsung hamil. Malahan bagus karena kedua orang tua Evan tidak akan bisa punya celah lagi untuk menjodohkannya lagi dengan wanita tidak jelas di luar sana.
"Brin, tapi kamu gak lagi datang bulan kan?" Evan meraba bagian bawah sang istri apakah ada pembalut atau tidak.
"Evan, ngapain sih? Orang sudah bilang belum siap."
"Tapi aku maunya sekarang, Brin. Gak bisa nahan lagi," ujar Evan kemudian langsung membalikkan tubuh Sabrina merubah posisi jadi di bawahnya.
...----------------...
...--bersambung--...
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 51 Episodes
Comments
martina melati
nyari calon istri ato calon sekretaris y...
2024-10-24
0