Bukan Pernikahan Kontrak

Bukan Pernikahan Kontrak

Awalan

"Dira, kamu mau kemana?" tanya Mega pada Dira yang terlihat seperti akan keluar.

"Cari cemilan" sahut Dira santai menatap temannya.

"Sekalian beli isi kulkas ya. Dah kosong soalnya." Ucapan Mega hanya di tanggapi dengan acungan jempol oleh Dira.

Nadira Anjani seorang gadis berusia 22 tahun itu keluar dari ruko dua lantai yang selama ini di tempatinya sejak kelas dua SMA. Gadis itu terusir dari rumahnya sendiri karena ulah ibu tirinya dan suaminya.

Saat ayah Dira meninggal kala itu, gadis yatim piatu itu langsung di usir keluar dari rumah orang tuanya dan tidak membawa apapun selain pakaiannya. Bahkan ponsel dan segala peninggalan orang tuanya pun di rebut.

Dira yang kala itu sangat polos dan masih berduka atas kepergian ayahnya hanya pasrah dan meninggalkan rumah penuh kenangan kedua orang tuanya.

Di saat terpuruk dan bingung entah mau kemana ia pergi. Di saat itulah ia bertemu dengan Mega Artika yang usianya satu tahun di atasnya dan saat itu Mega sedang kabur dari rumah orang tuanya karena suatu alasan.

Dari sanalah Mega mengajak Dira untuk ikut dengannya pergi. Berawal dari tinggal di kosan mereka mulai bekerja keras untuk bertahan hidup.

Mega yang anak orang kaya memiliki banyak uang yang di bawanya kabur kala itu. Dengan kelihaian Dira dalam hal memasak jadi Mega memutuskan untuk menyewa sebuah toko kecil.

Mereka membuka warung makan dengan keadaan seadanya. Dira dan Mega mulai membuka warung makan mereka dari jam 4 sore sampai jam sembilan malam.

Dengan kegigihan keduanya merintis usaha sembari meneruskan sekolah. Kini mereka sudah mampu membeli ruko sendiri dan warung yang sudah berkembang lebih baik.

"Hah ... wisuda bulan depan bakalan gimana ya?" gumam Dira sembari berjalan terus menuju minimarket yang berada di daerah lingkungan tempat tinggal mereka.

"Apa nanti aku ajak Mega untuk sewa ruko sebelah ya supaya warung semakin luas?" lanjutnya.

"Ah ... sudahlah." Dira masuk ke dalam minimarket dan mulai berbelanja.

Di lain tempat di sebuah rumah yang mewah berlantai tiga. Seorang pemuda sedang menundukkan kepalanya di hadapan seorang wanita tua yang tak lain neneknya.

"Pokoknya dalam waktu satu minggu ini kamu harus udah bawa calon istri kamu ke rumah ini. Nenek bakalan seleksi dia, kalo cocok segera nikah." tegas Nenek Ira pada cucu laki-laki satu-satunya itu.

"Tapi Nek, cari calon istri itu gak semudah balikkan telapak tangan. Apa lagi Gara gak deket sama perempuan manapun kecuali Intan," sahut Gara.

Bingung akan permintaan sang nenek yang sudah berulang kali di utara dalam sebulan ini dan kali ini sepertinya ia harus segera memberikan jawaban pasti.

"Atau Gara nikah sama In..."

"Jangan harap!" sentak Nenek Ira.

"Nenek gak akan setuju tujuh turunan, tujuh tanjakan, tujuh belokan dan tujuh dunia akhirat."

Ini sudah yang kesekian kalinya pula ia mengusulkan pada neneknya agar ia menikah dengan Intan saja. Tapi sang nenek tetap kekeh pada pendiriannya yang tidak mau jika sang cucu menikahi kekasihnya itu.

Gara sebenarnya sudah memiliki kekasih yang baru enam bulan ini mereka bersama. Tapi entah kenapa setiap kali sang nenek memintanya menikah dan ia mengusulkan Intan kekasihnya selalu di tolak.

Padahal antara nenek dan Intan belum pernah bertemu sebelumnya.

"Ngerih banget sih nek sampe tanjakan sama belokan di bawa-bawa. Bahkan dunia akhirat pun di absen juga." Gara putus asa karena sepertinya sang nenek tidak akan merubah pendiriannya.

"Suka-suka nenek lah. Pokoknya keputusan sudah bulat kamu gak boleh nikah sama perempuan itu," kata nenek Ira.

Gara menghembuskan napasnya panjang dan pasrah. Ingin menolak ia tidak berani karena sang nenek yang sudah menjaganya sejak kecil selama orang tuanya di luar negeri dan hanya setahun sekali saja mereka bisa bertemu.

Gara tidak pernah kekurangan kasih sayang dari neneknya. Bahkan berkat didikan sang nenek ia bisa menjadi orang yang sangat berpengaruh dan sukses di dunia bisnis.

Semua perusahaan yang di kelolanya merupakan milik sang nenek yang nantinya akan di wariskan padanya kalau ia sudah memberikan cicit. Tapi kini masalah besar sedang melanda dan ia bingung entah harus bagaimana lagi.

"Aha Nenek punya ide canggih," seru wanita tua itu girang kala sebuah ide terlintas di benaknya.

"Ide apa nek?" tanya Gara penasaran.

Selama ini segala keputusan sang nenek yang di berikan padanya tidak pernah salah dan selalu cocok dengannya. Itu pula yang menjadi pertimbangan Gara kala sang nenek tidak merestui ia bersama Intan.

"Nenek bakalan carikan calon istri untuk kamu. Nenek bakalan turun langsung ke lapangan untuk mulai seleksi calon istri kamu." Semangat Nenek Ira.

"Memangnya nenek mau ke lapangan mana?" tanya Gara.

"Di lapangan gak ada perempuan Nek kecuali kalo ada acara besar yang memang di gelar di lapangan atau ada pertandingan *** ... aduh!".

Gara memegang bantal sofa yang tadi mendarat di wajahnya karena lemparan dari sang Nenek.

"Ya gak di lapangan juga nyarinya Gara. Ya ampun untung cucu laki-laki satu-satunya," gerutu nenek Ira geram menatap sang cucu yang nampak meringis.

"Dalam satu minggu ini kamu cuti, ikut nenek cari calon istri. Nenek punya cara jitu pokoknya," yakin nenek Ira lalu berdiri dari duduknya.

Sedangkan Gara yang masih penasaran dengan cara jitu sang nenek kembali bertanya.

"Cara jitunya apa nek?".

"Isam," panggil nenek Ira tanpa perduli dengan pertanyaan sang cucu.

"Saya nyonya." Seorang wanita paruh baya datang.

"Carikan kursi roda secepatnya," ucap nenek Ira yang membuat Gara dan Isam bingung.

"Untuk apa kursi roda nek? nenek sakit?" panik Gara mendekati neneknya dan memegang kedua bahu wanita tua itu.

"Buat kamu." Enteng nenek Ira yang semakin membuat Gara tidak mengerti.

"Cepat Isam. Besok pagi harus udah ada kursi rodanya." Isam segera bergerak pergi mencari apa yang di minta sang nyonya.

"Gara gak butuh nek," kata Gara menolak.

"Kamu butuh, udah sana nenek mau tidur dulu besok pagi kita mulai beraksi."

Nenek Ira segera pergi meninggalkan cucunya yang masih heran dengan apa yang akan di lakukan neneknya.

"Wah wah wah ada gosib apa malam ini?" seru seorang pria yang merupakan saudara Gara dari adik neneknya.

"Nenek masih maksa mas buat nikah?" tanya Gilang sembari duduk di sofa yang di ikuti oleh Gara.

"Bahkan kayaknya besok bakalan ada sesuatu yang aneh terjadi," sahut Gara.

"Jangan bilang nenek ngeluarin ide briliannya untuk carikan mas istri." Tebak Gilang di angguki Gara.

"Selamat berjuang kalo gitu." Gilang menepuk pundak Gara kemudian berlalu pergi ke kamarnya.

Gilang memang ikut dengan nenek Ira sejak SMA karena ia yang tidak punya teman di rumah orang tuanya. Saudaranya yang lain perempuan dan hanya Gara saudara laki-lakinya karena memang di keluarga mereka anak laki-laki terhitung sedikit.

Jadilah Gilang tinggal bersama nenek Ira hingga kini. Meski masih sering pulang ke rumah orang tuanya juga.

"Nenek Nenek, idenya terkadang buat orang spot jantung," gumam Gara.

Sedangkan di sebuah ruko yang di huni oleh tiga orang gadis sedang duduk bersama sembari ngemil dan menonton televisi acara kesukaan mereka.

"Desi ambil minum lagi." Pinta Dira pada Desi. Gadis yang merupakan pekerja di warung mereka sejak tiga tahun lalu.

"Iya kak," sahut Desi.

Ketiga gadis itu menikmati malam mereka dengan santai karena sangat jarang mereka bisa mendapatkan saat seperti ini.

Terpopuler

Comments

Zila Aziz

Zila Aziz

yang pertama...harap bakalan makin seru ceritanya..terus semangat ye Thor

2022-12-04

0

lihat semua

Download

Suka karya ini? Unduh App, riwayat baca tak akan hilang
Download

Bonus

Pengguna baru dapat mengunduh App untuk membuka 10 bab secara gratis

Ambil
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!