Pukul 11 siang yang cukup panas di ibu kota. Dira dan yang lainnya sudah sangat sibuk melayani pembeli. Sekarang warung milik mereka sudah buka dari pukul 10 pagi karena mereka sudah selesai sekolah.
Tapi tidak ada yang berniat untuk mencari pekerjaan lain. Bahkan Mega yang sudah setahun lulus kuliah lebih memilih menyibukkan diri di warung sederhana mereka.
Menurut Mega mengurus warung mereka lebih baik dan ia merasa lebih santai dan tidak di atur oleh orang lain karena usaha mereka sendiri. Mau buka atau tutup jam berapa saja itu keputusan mereka.
Tapi Mega dan Dira selalu sportif dan membuka warung mereka dengan baik. Hanya sekali dalam dua bulan mereka akan menutup warung untuk beristirahat dan meliburkan diri dari pekerjaan.
Saat ini warung belum terlalu ramai karena belum jam makan siang. Tapi sudah cukup membuat pemilik dan pekerjanya sibuk. Dengan banyaknya hal yang harus mereka kerjakan.
Untung saja semua lauk dan nasi sudah siap di olah dan pembeli tinggal memilih mau makan dengan lauk apa.
Semakin siang maka semakin ramai pelanggan. Dira yang memang bertugas menyiapkan lauk di dapur akan mulai memasak beberapa lauk lagi yang sudah hampir habis bersama seorang anggota mereka.
Sedangkan Mega di depan bersama Desi melayani pembeli.
"Sini, sini, biar aku aja yang kerjain ini." Mega tiba-tiba datang dan merebut sayuran yang baru selesai di cuci Dira.
"Kamu kenapa? Tumben banget ke dapur, biasanya lebih suka di depan." Heran Dira dengan tingkah Mega.
Meski Mega sudah bisa masak dan sudah tahu apa resep dari masakan Dira. Baru kali ini gadis itu meminta kerjaan Dira dan menyuruh Dira di depan.
"Di depan agak gerah, kalo di dapur ada jendelanya jadi bisa sekalian ngadem nungguin masakan selesai," Kata Mega asal.
Dira menatap Mega tidak paham dengan alasan yang di berikan gadis itu. Sedangkan di depan ada kipas angin dan pintu masuk juga terbuka lebar.
Jadi letak gerahnya di mana sedangkan listrik hidup dan kipas berputar tidak henti jika ada pelanggan.
"Ya udah, aku yang di depan," ucap Dira mengalah.
"Iya buruan, layani pembeli kita dengan baik ya sayang," ujar Mega dengan wajah senang.
"Tahu."
"Mau yang goreng apa sambel?" Tawar Mega dengan jahilnya.
"Rendang," ketus Dira melangkah keluar dari dapur di iringi kekehan Mega.
"Ya kali tahu di rendang, kalo di gulai masih mungkin. Tapi ... coba buat ah, kali aja enak bisa di jadikan menu jualan."
Mega dan mulai melakukan apa yang dia ingin dan menyelesaikan pekerjaan Dira yang di ambilnya.
Sedangkan Dira yang sudah sampai di depan melihat Desi yang sudah selesai melayani pelanggan yang membayar makanan.
"Udah semua selesai di layani Des?" Tanya Dira setelah di dekat Desi.
"Udah kak, mana lauknya?" Heran Desi karena Dira tidak membawa apa-apa.
"Belum selesai, masih di tangani Mega," sahut Dira seraya duduk di kursi yang biasa mereka duduki kalau tidak ada pekerjaan lagi.
"Loh, kok tumben?" Kaget Desi yang hanya di jawab dengan kedua bahu Dira yang terangkat tanda ia mengerti juga.
Pandangan Dira menyisir depan ruko mereka yang lumayan di padati kendaraan pelanggan yang sedang makan di warung mereka. Hingga Dira melihat sesuatu yang membuat tubuhnya repleks bergerak.
"Mau kemana kak?" Tanya Desi kala melihat Dira berdiri.
"Sebentar," sahut Dira singkat berlalu keluar dari ruko dan mendekati sesuatu yang menjadi objek pandangannya tadi.
"Permisi Nek, lagi cari apa? Nenek siapa?" Tanya Dira yang sudah berada di samping seorang nenek yang duduk di kursi roda sendirian.
Nenek itu menoleh menatap Dira dengan wajahnya yang sudah nampak lelah.
"Nenek haus, bisa tolong kasih nenek air," ucap nenek Ira dengan wajah yang seperti menahan haus.
"Bisa Nek, ayo masuk ke dalam dulu."
Dira langsung mendorong kursi roda nenek Ira masuk ke dalam warung. Mendekati Desi yang nampak bengong dengan apa yang di lakukan Dira.
"Nenek mau duduk di sini atau di kursi roda aja?" Dira mencoba menawarkan kursinya tadi dengan lembut.
"Di kursi itu juga boleh," sahut nenek Ira dan mulai berdiri pelan.
Tanpa di sangka oleh nenek Ira kalau kedua gadis di depannya akan dengan cepat menolongnya untuk duduk di kursi. Sedangkan kursi rodanya di geser ke sudutan agar tidak menghalangi langkah mereka.
"Sebentar ya Nek, Dira ambilkan airnya dulu," ucap Dira sopan.
"Iya Nak, terimakasih sebelumnya," kata nenek Ira di angguki Dira diiringi senyuman manisnya.
Dira bergegas mengambilkan sebotol air mineral dari samping etalase juga sedotan.
"Ini Nek."
Dira membukakan tutup botol dan di beri sedotan langsung.
Nenek Ira yang memang sudah kehausan langsung minum hingga habis air satu botol kecil itu.
"Nenek udah makan?" Tanya Dira.
"Belum Nak, ini juga tadi Nenek lagi mau cari makan sama minum," sahut nenek Ira yang memang tadi sedang mencari makanan karena lapar.
Namun karena sedang duduk di kursi roda dan misinya mencari cucu menantu, nenek Ira bertahan di kursi roda.
Dan rencananya jika sampai jam satu ia tidak mendapatkan uluran tangan dari orang-orang di sekitarnya ia akan menghubungi supirnya agar datamg menjemputnya, yang pastinya nenek Ira akan mencari tempat sunyi dulu.
"Nenek mau makan apa? Di situ ada banyak lauknya, Nenek bilang aja mau yang mana." Tunjuk Dira pada etalase besar tempat lauk yang mereka jual berada.
"Yang mana aja Nenek mau Nak, udah laper banget," kata nenek Ira seraya memegang perutnya.
"Ya udah, sebentar ya Nek Dira ambilin dulu," ucap Dira langsung berdiri dan mendekati etalase.
Sedangkan nenek Ira menatap Dira dengan tatapan tak percaya kalau ternyata masih ada seorang gadis muda yang mau menolongnya. Bahkan pancaran wajahnya terlihat polos dan tulus.
Tidak ada kepura-puraan apa lagi sekedar mencari nama agar terlihat baik. Karena zaman sekarang orang-orang kebanyakan memberi bantuan atau pertolongan dengan memiliki tujuan lain.
Seperti agar orang lain melihat kebaikannya dari video yang sengaja direkam saat melakukan kebaikan.
Sebelum melakukan kebaikan setel kamera video lebih dulu maju menolong. Begitulah kenyataan yang terjadi setelah ponsel menjadi sangat canggih dan banyak di miliki orang.
Hingga anak bayipun tahu ponsel dan sulit melepaskan kalau sudah memegangnya.
Aku harus memantau gadis itu supaya tahu bagaimana sikapnya sebenarnya? Kalo cocok lamgsung ku nikahkan sama Gara, batin nenek Ira semangat setelah merasa menemukan target yang pas.
"Ini Nek makanannya."
Dira meletakkan piring berisi nasi di atas kursi kosong milik Desi. Ada pula piring lain yang berisi bermacam lauk yang ada di etalase, meski hanya sedikit tapi cukup memenuhi piring.
"Ya ampun kenapa harus semua lauknya di ambil Nak, ayam goreng aja cukup." Kaget nenek Ira dengan apa yang di lakukan Dira.
"Gak papa Nek, ini Nenek pilih sendiri mau yang mana lauknya. Takutnya Nenek punya alergi atau gak boleh makan sesuatu, jadi Dira ambil begini aja supaya Nenek bisa pilih sendiri," kata Dira yang cukup membuat nenek Ira tersentuh.
Sungguh pemikiran yang bijak dan mulia, menolong yang tidak asal memberikan tapi justru masih memikirkan kesehatan orang lain. Yang bahkan tidak mungkin akan terpikirkan oleh yang lainnya saat menolong orang lain yang kelaparan.
"Terimakasih Nak, kamu baik banget." Kagum nenek Ira menatap Dira.
"Biasa aja Nek, kita memang harus saling tolong menolong," sahut Dira.
Kalo gitu tolong kamu jadi cucu mantu Nenek, jerit hati nenek Ira seraya tangannya mulai memilih lauk yang akan di makannya.
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 57 Episodes
Comments