Taruhan

Nenek Ira duduk di meja makan dengan wajah yang berseri bahagia. Bahkan kehadiran Gara dan Gilang pun tidak ia hiraukan atau lebih tepatnya ia sedang malas berbicara pada kedua cucunya.

Terutama pada Gara yang sudah mengingkari janjinya dan membuatnya kesal tadi pagi. Untung saja kekesalannya itu mendapatkan sesuatu yang sangat setimpal baginya.

"Nenek kelihatan seneng banget, ada apa Nek?" Tanya Gara.

Nenek Ira mengangkat kedua bahunya.

"Gak ada," acuhnya sembari meneruskan makan malamnya.

"Apa calon kakak ipar udah ada Nek?" Tanya Gilang yang langsung membuat nenek Ira terlihat semangat.

"Nenek udah punya satu kandidatnya," sahut nenek Ira.

"Oh ya? siapa Nek? Gimana orangnya?" Heboh Gilang setelah ia menelan makanannya.

"Tunggu beberapa hari lagi, Nenek masih mau lebih meyakinkan diri kalo dia memang yang terbaik. Walaupun nenek yakin dia pasti yang terbaik," kata nenek Ira.

"Yakin banget sih Nek, kayak udah lama kenal aja," celetuk Gara pelan tapi nenek masih dengar.

"Kamu diem aja, pokoknya nanti kalo udah ok. Kamu harus nurut sama Nenek untuk nikahi dia," kata nenek Ira menatap sinis Gara.

"Nikah itu gak gampang Nek," ucap Gara masih berusaha mencari celah agar tidak di paksa menikah.

"Ya gampang lah, yang penting sah dulu."

"Tapi Nek ..."

"Gak ada tapi-tapian lagi."

Gara menghela napas panjang sejenak berusaha untuk mengeluarkan apa yang ada di hatinya.

"Besok Intan mau ketemu sama Nenek," ucapnya hati-hati sembari memperhatikan raut wajah sang nenek.

Nenek Ira melirik Gara sembari mengunyah makanannya.

"Jam?"

"Jam makan siang Nek." Gara nampak berbinar karena merasa nenek mau menemui dan mencoba menerima sang kekasih.

Nenek Ira tidak menjawab, setelah minum lalu beranjak meninggalkan meja makan.

"Gimana Nek?" Tanya Gara sedikit berteriak karena nenek yang mulai menjauh.

"Terserah," sahut nenek membuat Gara senang.

Tanpa Gara tahu kalau nenek Ira sudah punya rencana sendiri untuk kegiatannya besok. Tidak mungkin di batalkan hanya karena kehadiran seseorang yang selama ini lebih mementingkan karir ketimbang bertemu dengannya yang notabennya keluarga Gara.

Kalau memang cinta pasti akan meluangkan waktu untuk bertemu dengan keluarga Gara dan berkenalan.

"Seneng banget Mas," kata Gilang pura-pura tidak tahu apa yang terjadi saja.

"Besok Nenek mau ketemu sama Intan," sahut Gara.

"Trus?" Gilang menatap Gara dengan santainya sembari meminum teh hangatnya.

"Itu artinya Nenek udah restuin kami dan bakalan batalin perjodohan yang lagi di rancang sama Nenek," ucap Gara sangat senang.

"Yakin bang?" Gilang terlihat kurang percaya dengan apa yang di katakan Gara.

Karena sangat mengenal sifat sang nenek yang kalau sudah menginginkan sesuatu maka akan terlaksana. Entah bagaimanapun caranya sang nenek pasti akan mendapatkan apa yang sudah di sukainya itu.

Jadi menurut Gilang keinginan Gara tidak akan tercapai.

Kayaknya besok bakalan ada pertunjukan seru, harus pulang juga nih besok, batin Gilang.

"Yakinlah," tegas Gara.

"Mau taruhan gak mas?" Tawar Gilang dengan kedua alis naik turun.

"Taruhan apa?" Tanya Gara menatap Gilang heran.

"Besok pertemuan Nenek sama si intan itu gak berjalan mulus," kata Gilang yang langsung mendapatkan pelototan dari Gara.

"Jelek banget doa kamu, harusnya kamu itu doa supaya nenek mau nerima Intan besok." Gara memprotes ucapan Gilang.

"Doa terbaik untuk Mas udah pastilah. Cuma sekarang kan aku ajakin taruhan aja bukan doain yang jelek, beda taruhan sama doain jelek Mas."

Gilang mencoba mempertahankan ajakannya pada Gara demi mendapatkan sesuatu yang selama ini dia inginkan.

"Taruhannya gimana?" Tanya Gara setelah mikir sebentar dan merasa penasaran juga.

"Kalo besok pertemuanya lancar, aku bakalan turuti satu permintaan mas tanpa terkecuali. Tapi kalo pertemuannya gak lancar Mas harus penuhi satu permintaanku tanpa terkecuali apa lagi nolak."

Gilang menjelaskan dengan wajah senangnya.

"Kalo nolak ada sangsinya gak?" Gara terlihat tertarik dengan taruhan Gilang.

"Kalo mas nolak, aku bakalan kasih tahu nenek supaya gaji Mas selama tiga bulan di kasih ke aku," ucap Gilang membuat Gara melotot.

"Enak banget kamu, memangnya kamu kekurangan uang apa?" Sentak Gara tidak terima gajinya 3 bulan mau di alihkan ke adik sepupunya itu.

"Ya gak kekurangan sih, cuma kalo ada yang bisa nambahin kenapa enggak?" Gilang kembali menaik turunkan kedua alisnya mengejek Gara.

"Deal ya mas?" lanjutnya.

"Ok lah, tunggu aja besok pasti mas yang menang." Yakin Gara kemudian beranjak pergi meninggalkan ruang makan.

"Hihihi idamanku ... tunggu aku besok ya?" Senang Gilang seraya menggosokkan kedua tangannya antusias.

Di ruko tempat ketiga gadis berada, kini mereka sedang duduk santai karena pengunjung warung sedang sepi. Jam sudah menunjukkan pukul 9 malam dan sebentar lagi mereka akan menutup warung.

"Aku butuh liburan," keluh Mega meletakkan kepalanya di meja kasir.

"Besok akhir pekan kita tutup warung aja," usul Dira.

"Tapi biasanya akhir pekan banyak pengunjung kak, apa gak sayang kalo warung tutup?" Desi buka suara karena merasa sayang dengan kesempatan akhir pekan itu.

"Lebih sayang lagi kalo kita terlalu maksakan diri untuk terus kerja, pada hal badan butuh relaksasi," kata Mega.

"Gak papa Des, kita memang butuh liburan. Masalah rezeki, asalkan kita tetep berusaha pasti masih ada pendapatan lagi."

Dira mencoba memberi Desi pengertian kalau mereka memang sudah sangat membutuhkan liburan.

Biasanya mereka akan meliburkan diri di awal pekan. Dan setiap akhir pekan maupun hari libur selalu buka warung, karena di sana warung akan lebih ramai dengan pengunjung yang singgah untuk makan.

"Memangnya kita mau liburan kemana kak?" Tanya Desi setelah berpikir sesaat dan memang mereka butuh libur setepah empat bulan ini tidak pernah liburan.

Tenru saja lelah pasti meski mereka mengerjakan bersama. Tapi bekerja di warung yang selalu bergerak aktif hampir seharian melayani pelanggan bukan perkara mudah.

Itu sebabnya bagi Dira dan Mega liburan di butuhkan juga dalam kehidupan yang sulit ini.

"Kita ke mall aja, belanja-belanja di sana," Usul Mega yang sudah merindukan dunia belanja meski yang akan di beli hanya cemilan dan beberapa makanan kaleng saja.

"Boleh, boleh, nanti bisa ke wahana bermainnya. Kan ada tuh di sana," kata Desi.

"Siapa yang mau liburan?" Dira berseru seraya mengangkat tangannya ke atas dengan riang.

"Aku"

"Aku"

Kompak Mega dan Desi bersamaan seraya mengangkat tangan kanan mereka tak kalah semangat.

"Kalo gitu kita tutup warung sekarang, istirahat yang cukup. Besok menjelang siang kita pergi happy happy," ucap Dira yang kembali di sambut sorakan bahagia Desi dan Mega.

Ketiga gadis itu mulai menutup warung mereka setelah menyusun semua kursi dan meja agar terlihat lebih rapi dan tempatnya jadi terlihat luas.

Setelah selesai dengan semua pekerjaan mereka hingga bagian dapur tidak ada lagi piring kotor. Barulah saatnya untuk mengistirahatkan diri agar besok lebih berenergi saat jalan-jalan.

Download

Suka karya ini? Unduh App, riwayat baca tak akan hilang
Download

Bonus

Pengguna baru dapat mengunduh App untuk membuka 10 bab secara gratis

Ambil
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!