Trauma
'RUMAH'
Apa yang bisa kalian definisikan mengenai rumah?
Mungkin bagi kalian, rumah adalah tempat tenyaman untuk beristirahat. Tempat terindah untuk berbagi keluh kesah. Dan bahkan mungkin tempat terhangat untuk menyalurkan segala dingin yang dialami di luar sana.
Namun, bagiku rumah itu neraka. Penuh luka, tangis, bahkan sayatan yang tak terlihat. Jiwa ku hampir remuk, saat seseorang dengan lantang menghina ku di depan orang banyak. Batinku begitu hancur, tatkala harus di hadapkan dengan seonggok ocehan yang tak berujung.
Aku tak tahu, sampai kapan luka ini berakhir. Mencoba untuk tertawa itu bukanlah hal yang mudah.
Aku seperti manusia bertopeng!
Yang berusaha menutupi luka dengan wajah ceria.
***
Hingga di satu pagi, aku terbangun dengan rasa terkejut tatkala mendengar teriakan dari luar kamar.
"Naraa.. Naraaaaa.. Bangun lo! Capek punya anak gak bisa di urus!"
"Dasar beban keluarga!"
"Liat abang-abang lo, contoh mereka anj*ng!"
"Naraaaaa..!"
"Anak sialan, bangunn!"
[ Ya, gadis itu bernama Nara Myesha Putri. Ia terlahir dari rahim seorang ibu bernama Desi. Jika ada yang menanyakan perihal ayahnya, ia sudah meninggalkan Nara sejak umur 15 tahun. Dimana malapetaka itu mulai muncul bertubi-tubi saat ayahnya pergi ]
Aku, sudah biasa mendengar ucapan brutal dari mama.
Kala itu, aku langsung menyahuti ucapan mamaku yang begitu marah. Dan bergegas membuka pintu kamar.
"Iya mah, sebentar." ucapku pelan.
Aku terkejut bukan main, ketika melihat kedua tangan mama memegang senjata andalannya, yaitu cambuk dan belati.
Aku menatap takut pada mama. Namun, mama tak menghiraukan.
'Sekeji itukah aku di mata mama?'
'Kenapa mama tidak pernah memperlakukan ku layak kedua kakak ku?'
'Aku takut Ya Tuhan, tolongg.'
Tanpa izin, mama menerobos masuk kamarku,
Meski aku sudah biasa tersiksa dengan segala luka.
Tapi tetap saja, jika mama memegang benda di tangannya tubuhku akan bergetar dengan hebat.
"Tiarap lo!"
Tak bisa di pungkiri, aku memang salah. Aku hanya bisa menuruti semua keinginan mama.
Hingga satu cambukan mendarat di punggungku.
Sekali cambukan, aku masih bisa menahannya. Dan pada cambukan ke-10 aku tak sanggup menahan sakit yang luar biasa. Perih, itu yang aku rasakan saat itu.
"Awsshhh.. sakitt maaa."
Ucapku dengan mata yang mulai berkaca-kaca.
"Gue gak peduli, setan!"
"Suruh siapa bangun telat."
"Dasar gadis pemalas!"
"Rasakan ini semua Nara Myesha Putri."
"Beban keluarga!"
"Anj*ng, Bangsat lo!"
"Benci gue sama lo!"
Umpatan demi umpatan terus terdengar dari mulut mama. Aku tidak tahu letak salahku, padahal pagi itu masih jam 5 subuh.
Badanku begitu sakit, perih, serasa hancur begitu cambukan genap di angka 50.
Mama, menatap wajah ku dengan tatapan benci!
Kemudian mengeluarkan belati yang ia simpan di atas nakas kamarku.
"Rasakan semua penderitaan yang gue alami, anak sialan!"
"Awashhh.. perih maa.. hiksssss"
Kala itu, aku benar-benar tidak bisa menahan perihnya luka di pipiku. Dimana kini luka baru itu terkena air mata yang baru saja mengalir.
Sakit, perih, linu. Itu semua ku rasakan!
Hingga aku mulai merasakan darah segar keluar dari pipiku dan menetes ke sprei kasur ku.
'berdarah lagi. bahkan ketika luka kemarin belum kering.' batinku.
Setelah menyiksaku, mama beranjak keluar kamar dan dengan kerasnya menutup pintu kamarku.
Kaget, sangat-sangat kaget!
Bahkan aku tidak bisa duduk dengan benar kala itu. Rasa perih dibarengi memar serta aliran darah begitu terasa di punggung dan pipiku.
Aku menatap nanar tubuhku di sebuah cermin besar di pinggir lemari.
"I don't love my self" ucapku dengan tatapan nanar melihat tubuhku penuh dengan luka.
'Benci'. Satu kata yang keluar ketika melihat wajahku.
Aku saja membencinya, apalagi oranglain?
Bukan-bukan!
Bukan orang lain, tapi wanita yang telah melahirkan ku.
***
Di sisi lain, aku telah bersiap dengan seragam ku. Berusaha sebisa mungkin untuk menutupi luka sayatan itu dengan plester yang sengaja aku stok dengan banyaknya.
Tapp Tapp Tapp
Aku mulai berjalan keluar kamar. Tidak ada yang peduli, denganku. Bahkan kini kedua kakaku sangat sibuk dengan gawainya masing-masing.
"Pagi adik pembawa sial." ucap kakak pertamaku, Roy.
"Gue bukan pembawa sial!" jawab ku kala itu.
"Kalo lo bukan pembawa sial, mana mungkin papah meninggal, B*go!!!" serang kakak kedua ku, Rayhan.
Baru saja aku akan menjawab perkataan kedua kakakku, mama datang dengan ucapan brutalnya.
"anj*ng lo! berani bentak anakku? keluar dari rumah ini, cepat!"
ucap mamaku, dengan telunjuk yang mengarah ke pintu depan.
Aku hanya bisa menahan kekesalan dari sikap mama. Bukan kesal, tapi kecewa! Kecewa yang sangat dalam.
Aku berlalu keluar dan bergegas menuju sekolah.
Bagiku, dunia luar adalah tempat yang lebih baik daripada di rumah.
Aku bisa saja melupakan sejenak masalah keluargaku, dengan tertawa riang bersama teman-teman ku.
'mama.. aku sangat menyayangimu! Bagaimanapun, mama udah melahirkan ku. tapi sikap mama.. ' gumamku dalam hati.
Tak terasa air mata menetes dari pelupuk mataku.
Begitu perih, dan terlukanya aku!
'Ayah mengapa aku di perlakukan berbeda?'
Ingin sekali mengadu setiap permasalahan kepada ayah, tapi apa boleh buat?
Haruskah aku mati agar bisa bertemu dengan ayah kesayanganku?
Tidak! Aku tidak boleh mati, sebelum mama menyadari kesalahannya dalam mendidik anak. Aku akan tetap tumbuh menjadi wanita kuat!
***
Tak terasa 20 menit perjalanan begitu singkat bagiku.
Kini aku telah sampai di sekolah.
Bertemu sahabat dibangku SMA, bisa sedikit memberikanku rasa syukur, bahwa masih ada orang yang menyayangiku.
"Haii Bestieeeee!!" seru Nesha padaku.
"Ohh, haiii. udah lama disini nes?"
"Lumayan."
"Langsung ke kelas yuk." ajakku.
Nesha, yang menyadari ada pelester yang membentang di pipiku, ia langsung menghentikan jalannya dan beralih menatapku.
"Umm wait! Pipi lo.. " ucap nya kemudian dengan tangan yang hampir saja menyentuh luka sayatan itu.
"Ah ini tadi gue gak sengaja kena pager tetangga." ucapku sekenanya.
Aku memang bukan tipikal orang yang senang curhat, bahkan sahabat dekat pun tidak tahu menahu masalah ku di rumah.
"Anjirr.. lu mau maling mangga apa gimana ra?"
"Emm ituu gak sengaja! Udalah ayo ke kelas."
Aku sesegera mungkin mendesaknya agar mau beranjak dari parkiran.
Ketika melewati lapangan, aku merasakan sakit luar biasa di punggungku.
"Raa, Awasssss!" pekik siswa tampan di sekolahku.
DUK!!
"Awsshhh"
Sakit!
Bahkan perih kembali terasa, saat bola basket mengenai punggungku.
Fino, lelaki itu mengernyit ketika melihat bercak darah di baju seragam ku.
"Lah raa, itu lo kok berdarah?"
"Bukan-bukan, ii-iniii bu-bukan darahh, fin."
Perasaan takut, nyeri kini campur aduk!
Iya, aku takut temanku tahu jika aku anak broken home! Aku tidak mau jika harus di kasihani dengan alasan kurang kasih sayang.
"Terus itu apa ra? gue anter ke UKS ya."
"Gak usah fin, gue sama Nesha aja."
Aku segera beranjak pergi dari lapangan itu, dan menarik pegelangan tangan sahabat ku.
"Fin, dia parah gak?" tanya Robi kemudian
Fino hanya menggelengkan kepalanya.
"Aneh!"
"Aneh kenapa Fin?"
"Padahal kan tadi cuma terkena bola basket, tapi kok bisa ada bercak darah di bajunya?"
"M-maksud lo?"
Robi yang panik pun merasa gugup, dan merasa bersalah padaku kala itu.
"Jangan-jangan diaa.. " Ucap Fino terpotong saat mendengar bunyi bel.
Kriingg.. Kriinggg.. kriingggg
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 54 Episodes
Comments
Naya f.R
serem banget yang jadi ibu nya, lapor ka seto itu harus nya. biar ibu nya masuk penjara. mampir di cerita mu thor, bagus terus semangat
2022-12-26
1
༄༅⃟𝐐Dena🌹
Diperlakukan seperti ini pasti sangat membekas seumur hidupnya, mengakibatkan luka yg begitu mendalam😥. Ibunya tega bget😥. Smoga jatuh nya jadi anak yg kuat💪 dan mampu melewati segala cobaan
Semangat Nara💪
Semangat Kaka Othor, aku mampir💪
2022-12-26
2
Minaa Lee💅
suka mbangkong nih bocah 😂
2022-12-14
2